"Joonie.. bertahanlah sayang. Eomma akan segera datang" Batin nyonya kim di dalam mobil.
Pikirannya sudah tak tenang. Sedari tadi hanya ketakutan yang mendominasi pemikiran nya. Ia takut kejadian minggu lalu yang menimpa si bungsu terulang kembali. Ia belum siap. Bahkan tak pernah siap menghadapi kenyataan yang terjadi pada si bungsu. Akibat kekalutannya menerima telfon dari yayasan, hingga tanpa sadar ia lupa berpamitan pada si sulung, yoongi.
Tangan nyonya kim tergerak menekan smartphone nya untuk menelfon seseorang yang dapat membantunya saat ini. Ya, dr. Park bisa diandalkan dalam hal ini.
"...."
" Ya halo, selamat pagi. Dengan siapa saya berbicara? " telfon di seberang sana akhirnya tersambung."Oh halo...ini seokjin kah? Bisa tolong panggilkan eomma mu? Ada yang ingin aku bicarakan" jawabnya sambil menebak pemilik suara ini.
"Oh Aunty kim? Baiklah tunggu sebentar aunty, aku panggilkan eomma terlebih dahulu" Jawabnya lalu meletakkan gagang telfon rumah tanpa menutupnya.
Tak berselang lama.
"Selamat pagi.. "
"Yoora, ada menelfon sepagi ini?" guratan di pelipis dr park terlihat dengan jelas menandakan keheranan."Dr. Park tolong aku.... Joonie..Joonie" Ucapnya terbata sambil berurai air mata.
"Heii.. Ada apa? Tenanglah, bicaralah dengan jelas.. " ucap Dr.Park menyela perkataan nyonya kim.
"Joonie kembali kambuh, aku mohon datanglah ke St. Yoseph. Aku mohon dokter" Ucapnya memohon dengan sedikit menahan isak tangis.
"Astaga.. "
"Bagaimana bisa? Baiklah aku akan segera kesana. Tenangkan dirimu aku akan segera menyusul ke St. Yoseph" Dr park berusaha menenangkan perasaan khawatir nyonya kim."Baiklah Dokter, Aku percayakan Joonie padamu. Aku tunggu dis.... "
"Awaaaasssss....... "
Brakk... Brakk.. Brakk....
"Akhh.. Hahh.. Akhhkhh.. "
Tut tut tut....."Astaga yoora...!!!"
Gagang telpon pun terlepas dari genggaman dr. Park sehingga mengundang perhatian seokjin yang sedari tadi memperhatikan eomma nya..
.
.
.
.
.
.
.
.
.Minggu pagi, saat orang-orang dengan sukacita melangkah kaki ke gereja, keadaan berbeda terlihat dari mansion keluarga kim
Berbagai karangan bunga tertata rapi sepanjang gerbang mansion hingga hampir ke lobby mansion.
Ucapan duka cita tersampaikan dari berbagai pihakYa, Nyonya Kim adalah sosok yang menjadi tokoh utama di hari yang memilukan ini.
Ia telah pergi dengan tanpa ucapan selamat tinggal pada anak-anak bahkan suaminya.
Menyisakan duka mendalam pada keluarga besar, terlebih pada Tuan Kim. Hingga hal yang tak pernah terbesit di pikiran orang lain terlihat di pagi ini.
Ya, kepergian mendadak Nyonya Kim memukul telak hati nurani Tuan Kim yang dikenal begitu mengasihi keluarganya.
Dilain sisi dua anak kecil sedang saling berjajar membungkukkan badan secara bergantian ketika ada sanak keluarga atau kerabat datang untuk memberikan penghormatan terakhir pada Nyonya Kim.
Sang sulung menepuk-nepuk pundak sang adik saat ia melihat adiknya terisak tanpa suara. Dengan tegar ia mencoba meyakinkan sang adik bahwa eomma mereka telah bahagia bersama Tuhan. Sekalipun si sulung tak benar-benar yakin akan apa yang ia ucapkan, namun ia harus terlihat kuat agar sang adik tak berlarut dalam kesedihan.
Saat sang adik mulai terlihat tenang, ia mengusak rambut adiknya dengan sayang
"Joonie anak pintar, anak pintar tidak boleh menangis" terdengar begitu menangkan bagi sang adik hingga membuat sang adik mendongakkan kepala memandang pada sang kakak."Apa Joonie nakal, hyung? Tadi apa marah pada joonie. Appa bilang Joonie yang membuat eomma begini" ucapnya dengan lirih.
"Padahal Joonie sayang pada eomma, Joonie tidak tahu apapun hyung. Kenapa Appa terus menerus meneriakkan memaki ku dan melarangku mendekati eomma?" lanjutnya dengan menangis terisak. Ia sendiri bingung mengapa sejak awal kepulangannya dari panti, rumah begitu asing. Sang ayah yang hendak ia peluk pun menepis kasar tangannya bahkan mendorongnya menjauh. Belum sampai disitu, sang ayah mulai histeris meneriakkan namanya mengatakan bahwa ia adalah penyebab kematian sang eomma. Sungguh ia sangat bingung, ia pikir akan mendapat pelukan penenang dan penguatan dari sang ayah. Namun justru hal yang tak terduga yang terjadi.
Yoongi sendiri sudah sangat terpukul menghadapi keadaan yang tak ia duga sebelumnya, namun melihat sang adik yang begitu hancur melebihi dirinya sungguh membuatnya tak dapat berkata apa-apa lagi. Yang ia lakukan hanya menangis memeluk dan mengelus surai adiknya dengan sayang. Hingga pelukan penguatan itu terhenti saat yoongi merasa ada yang merebut adiknya dengan kasar. Ya,sang ayah pelaku utama nya. Menarik dan menyeret sang adik dengan kasar hingga keluar mansion. Melihat itupun yoongi histeris.
"Appa!!! Appa, stop it! Apa yang apa lakukan pada joonie?!!!" ia begitu histeris melihat adiknya menangis dan berjalan terseok-seok hingga terantuk beberapa furniture akibat tarikan keras ayahnya yang terus berjalan hingga depan mansion.
Tuan kim sendiri begitu murka melihat anak sulungnya berpekukan pada seseorang yang ia anggap sebagai penyebab perginya sang istri pada Sang Pencipta. Ia tak tahan, sekalipun hati kecilnya sadar bahwa itu adalah putra bungsunya, namun amarah bahkan menutup fakta itu. Ia dengan cepat menarik kasar anak berumur 10 tahun itu, menyeret layaknya hewan bahkan tak menghiraukan bahwa si bungsu terluka terantuk beberapa furniture di ruangan. Orang lain yang melihatnya berusaha menolong bocah malang tersebut, yang justru dihadiahi tepisan bahkan dorongan dari Tuan Kim.
Hingga sampai depan pintu mansion, namjoon di dorong hingga tersungkur di kubangan air sisa gerimis malam kemarin.
"Pergi kau, dasar anak tidak tahu diri!"
"Sejauh apapun kau pergi,fakta bahwa kau yang telah menghancurkan keluarga kita tak akan pernah hilang. Ingat itu!!"
Namseok kembali menarik nafas dalam
"Nasib baik kau ku biarkan pergi, Dan jangan sekalipun kau menginjakkan kaki di rumah ini"
Suaranya begitu dalam dan dingin mengisyaratkan kebencian yang begitu dalam."Tapi kenapa appa, apa salahku?, Bahkan kedatangan eomma ke asrama ku tidak aku ketahui. Bukankah kita sama-sama kehilangan? "
Namjoon tetap mencoba meluruskan keadaan yang telah keruh. Namjoon anak pintar walau usia nya 10 tahun. Menerima tuduhan yang bukan kesalahannya dengan cuma-cuma itu tidak mungkin. Ia berusaha meminta penjelasan dari sang Appa.Tiba-tiba Tuan Kim tertawa begitu keras, membuat orang lain memandangnya bingung dan ngeri pada kelakuannya.
"Kau bilang kau kehilangan? yang benar saja!" sekali lagi ia tertawa namun kini diiringi dengan isak tangis.
"Kauu.. Kau membunuh istri ku, jika saja kau tidak pergi ke perkemahan sialan itu.. Haha.. Kau tidak akan membuat eomma mu susah-susah menjemputmu"
"Sekarang kau puas, hah!!! Jawab aku!!" Ucapnya sambil mengguncang keras lengan namjoon.Namjoon adalah sosok pemikir seperti sang eomma, dengan cepat ia mencerna kata-kata sang ayah. Ia dalam hati mengiyakan perkataan sang appa. Ia salah dalam hal ini. Tiba-tiba saja saat ia masih diam larut dalam pikirannya, pelukan hangat kembali merengkuh tubuhnya.
"Jonnie, jangan dengarkan appa,kembalilah ke asrama. Nanti hyung akan datang kembali menjemputmu"
Yoongi kembali menggenggam tangan namjoon
"Apa kau percaya pada hyung?Tbc
Haii haiii
I'm back
Sebelumnya aku minta maaf buat reader semua, karena aku lama up.
Aku emang kemarin masih sibuk banget ngurus ini itu.Aku harap ceritanya tidak mengecewakan ya.
Masih mau nunggu chapt selanjutnyaa???Please like, coment and share if you like this story 💕
Saranghae 💜💜
🐨Veve🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me
FanfictionTuduhan yang tidak mendasar sejak 10 tahun lalu menjadi titik balik kehidupannya. Hanya satu harapan hidupnya, sang kakak. Namun, Tuhan menarik ulur takdirnya. Menciptakan lika-liku hidup. Hingga akhirnya dia menyerah, sang penuduh datang denga...