12

8.4K 583 53
                                    

V's calling...

Gue yang lagi makan bareng sama Sean di meja makan, terganggu karena deringan ponsel gue dan nunjukkin nama V. Gue bergegas menjauh dari Sean yang lagi makan dalam diamnya.

Gue angkat panggilan V, "Kenapa?"

"Kak, lo ada uang tabungan gak?"

V emang anaknya gak suka berbelit-belit. Dia suka menyampaikan sesuatu secara to the point tanpa harus basa-basi dulu, "Kenapa emang? Kemarin kan udah gue transfer ke mama, sekalian uang buat lo jajan,"

"Iya gue udah terima kok, kak. Thankyou sebelumnya. Tapi gue butuh uang, kak,"

Gue mengernyit dan berjalan ke jendela besar di unitnya Sean, "For what?"

"Gue mau ikut les, kak. Lo tau kan, bentar lagi gue mau UN. Masalahnya, papa gak mau les-in gue, gara-gara waktu SMP gue di les-in tapi bolos terus. Sekarang gue benar-benar niat buat les, kak. Mungkin lo sama bang Wawan bisa lulus UN dengan predikat baik tanpa harus les, tapi gue juga mau, kak. Mau kayak lo sama bang Wawan. Tapi masalahnya, papa gak mau les-in gue. Please, kak. Gue janji bakal belajar benar-benar. Gue gak tau minta tolong sama siapa lagi kalau bukan sama kakak sendiri. Lo tau sendiri, bang Wawan lagi nabung buat ngelamar ceweknya. Gue gak enak—"

Gue motong omongan V. Kalau gak di potong, 24 jam gak akan berhenti nyerocos dia, "Udah survey tempat lesnya?"

"Udah,"

"Berapa biayanya?"

Ada jeda. Gue yakin, V juga sebenarnya gak enak minta ke gue, makanya dia lama mau kasih tau biaya, "5.6 juta, kak,"

"Itu gak ada embel-embel ratusannya? Berapa bulan? Berapa kali pertemuan?" gue harus nanya V secara jelas. Kalau harga segitu, tapi pertemuannya seminggu sekali, sama aja bohong.

"Ada. Sebenarnya 5.657.500. Tapi gue bisa nambahin sisanya, kak. Kelasnya 3 bulan, 4 kali pertemuan seminggu. Sekali pertemuan 2 jam," yang gue syukurin dari punya adik kayak V, kalau dia emang minat sesuatu, dia gak pernah bohong sama gue.

Sedikit berat buat gue, karena jatah gue aja 5 juta pas. Terpaksa, gue harus ngomong sama Sean, "Kakak usahain, ya. Jangan berharap banyak sama kakak. Doain aja,"

"Thanks, kak. Kalau lo gak bisa, gak usah di paksa ya, kak. Gue gak mau beratin lo. Gue bisa belajar dari teman gue yang pinter,"

"Dia juga butuh belajar. Jangan di ganggu. Kalau lo belajar yang benar, soal uang nanti gue usahain,"

"Thanks, kak,"

Setelah itu gue putus sambungan telponnya. Gue balik ke meja makan, dan mikirin gimana caranya dapat uang 5.6 juta. Tabungan gue masih 4 juta. Kurang 1.6 juta lagi, dan jatah bulanan gue masih setengah bulan lagi.

"Kenapa?" Sean mulai percakapan karena gue cuma ngaduk bubur bikinan bi Sum.

Gue mengangkat kepala buat natap Sean, "Hng? Gak kok, kak. Gak apa," gue senyum dengan sedikit paksaan.

Habis kejadian kemarin, gue sering makan dalam satu meja sama Sean. Gak kayak dulu, yang suka mencar-mencar makannya. Sean juga udah mulai nyapa gue, lempar senyuman ke gue. Yah, walau gue masih belum bisa sekamar sama dia, dia tetap perlakuin gue dengan baik. Gak kayak dulu.

"Ngomong aja sama saya, ada apa?"

Gue gigit bibir bawah gue, ragu buat ngomong ke Sean. Kejadian papa yang minjem uang Sean buat nambahin beli mobil aja udah malu-maluin, apalagi kalau gue minta tambahan uang ke Sean buat biaya les V. Tapi demi adik gue yang ganteng itu, gue mau berjuang.

married without love ✔Where stories live. Discover now