15

9.3K 537 46
                                    

ADULT AREA !

Sean buka pintu kamarnya. Walau keadaan tangan dia lagi gendong gue, tapi kalau buka pintu doang, pasti bisa. Dia bawa masuk gue ke kamar, dan pintunya di tutup dengan dorongan di kaki. Sejak dia ngomong, bahwa dia akan ngehukum gue karena gue ngobrol sama dokter Chandra, gue gak banyak omong. Mungkin, gue tercengang karena shock.

Sean melempar tubuh gue ke atas ranjang. Yang gue syukurin dari kondisi ini, gue di lempar di kasur yang empuk.

Gak lama, gue tersadar setelah ngeliat gerak gerik Sean. Dia ngebuka jas formalnya dan meregangkan dasinya. Cuma rasa gugup yang gue rasain. Gue takut. Mata gue gak lepas dari gerak gerik dia. Tangannya beranjak ngebuka kancingnya satu persatu.

Shit!

Gue mulai sadar dan beranjak bangun dari ranjang, merangkak buat kepinggir ranjang dan kabur. Tapi gerakan gue kalah cepat dari Sean. Dia narik pergelangan kaki gue dan nindihin tubuh gue dengan tubuh yang udah telanjang di bagian atasnya. Cuma nyisain celana bahannya.

"K-Kak, mau apa?" gue berusaha dorong badan Sean supaya menjauh dari tubuh gue.

Raut wajahnya udah keliatan marah. Rahangnya mengeras khas orang marah. Gak nyerah, gue tetap dorong tubuh dia buat menjauh. Sisi-sisi tubuh gue udah terkurung. Gue gak bisa lari dalam posisi ini.

Wajah Sean udah mendekat ke ceruk leher gue. Dia mengendus dan buat gue geli. Tapi gue gak mau terlena. Gue coba jauhin wajahnya dari leher gue. Wajahnya emang menjauh, tapi pindah ke bahu telanjang gue. Bahu mulus gue dia gigit dan buat gue mengerang kesakitan.

Double shit!

Harusnya dari awal gue nolak baju ini. Apa ini udah di rencanain Sean? Mata gue mulai panas dan berkaca-kaca. Tangan gue masih menolak perlakuan dia. Tapi bukan Sean namanya kalau nyerah gitu aja. Dia nahan tangan gue di sisi kepala gue, dan ngelanjutin menggigit gue daerah bahu dan leher.

Gue tahan diri gue buat gak mengerang dan mendesah. Karena itu malah mancing gairah dia, "K-Kak. Saya mohon, j-jangan lakuin ini," gue memberontak sebisa gue. Bahkan kaki gue udah di kekang sama kaki Sean.

Karena dress sialan ini, Sean narik sampai ke bawah, tepatnya di perut, dan langsung nunjukkin payudara gue yang terbebas. Bukan gue gak pakai bra, cuma bra udah menyatu sama dressnya.

Gue makin ngeberontak. Gue takut. Sean bahkan gak sadar kalau dia udah nyakitin pergelangan tangan gue yang dia cengkram.

Wajahnya semakin turun menuju ke payudara gue. Tangan gue udah ada di atas kepala dan di tahan sama satu tangannya. Sedangkan tangan dia yang terbebas ngeremas payudara gue. Bukan gue ngegeliat geli, tapi gue masih memberontak, "S-Stop, kak! P-Please, stop!"

Sean cuma mandang gue sebentar dengan tatapan tajamnya. Sedangkan gue, mungkin udah nampilin wajah memelas dan minta pengampunan. Tapi percuma, tangan dia yang tadinya meremas payudara gue, menjalar ke bagian bawah. Dia menyingkap dress gue hingga ke perut. Dress gue udah gak melingkar di tubuh gue, tapi udah sepenuhnya teronggoh di perut gue.

Sebisa mungkin gue berontak ketika Sean coba buat nurunin celana dalam gue. Kaki gue, gue hentak-hentakin. Karena hentakan itu, Sean sedikit melonggarkan kekangan di kaki gue. Gue tendang badan dia dan dia sedikit mundur ke belakang.

Sean menampilkan senyum sarkastiknya. Senyum angkuh, senyum yang didalamnya tersirat amarah dan emosi yang membucah. Gue mundurin tubuh gue sampai menyentuh kepala ranjang, "Rupanya kamu suka bermain kasar, ya,"

Gue narik selimut buat nutupin tubuh gue. Tapi belum sepenuhnya tertutup, Sean narik selimutnya dan membuangnya ke lantai begitu aja. Sean melepas ikat pinggangnya dan nurunin celana bahan dia. Yang melekat cuma celana boxer bermerk supremenya. Gue semakin dempetin tubuh gue ke kepala ranjang dan meringkuk ketakutan. Sedangkan Sean, dia merangkak ke arah gue.

Gue ngelemparin bantal satu persatu ke arah Sean, tapi dengan mudah dia menangkis. Gue udah nangis. Setelah gue sadar, gak ada barang apapun yang bisa gue lempar lagi, dan sebelum tangan gue mencapai ke lampu tidur yang ada di nakas, Sean lebih dulu narik pergelangan kaki gue buat mendekat ke dia, dan gue kembali rebahan.

Gue udah memohon sama Sean, tapi matanya udah tertutup kabut gairah. Dia menurunkan boxernya dan nampilin kejantanannya yang udah sepenuhnya berdiri kokoh. Gue semakin di buat takut. Gue udah pernah nonton film blue, tapi kejantanan Sean, buat gue berfikir kalau itu gak akan bikin gue mendesah kayak di film, sebaliknya, gue akan kesakitan.

Dengan sisa-sisa tenaga, gue mencoba berontak lagi supaya gue bisa lepas dari kekangannya. Tapi gak bisa, Sean udah lebih dulu ngelebarin paha gue. Menampilkan vagina gue yang masih terbungkus celana dalam.

Sean dengan kasarnya ngerobek celana dalam gue dan vagina gue gak terhalang oleh apapun. Gue menjerit minta tolong, tapi gak bisa. Gue tau hotel bintang lima kayak gini kedap suara.

Sean balik tubuh gue buat menungging. Gue mau merangkak menjauh, tapi punggung gue di tekan dia, dan buat payudara gue menempel sepenuhnya ke ranjang.

Gue mendengar, Sean meludah sekilas. Dan gue ngeliat, dia balurin salivanya ke kejantanan dia. Gue udah gak bisa gerak, karena tubuh gue di tekan tangan Sean. Sedangkan tangan satunya, membimbing kejantanan dia buat mendekat ke celah vagina gue.

"K-Kak! Tolong, jangan, kak!!" gue menjerit sebisa gue. Tapi gak dapat balasan apapun dari Sean.

Kepala kejantanannya udah berada pas di liang vagina gue, "Ya Allah. Aku pasrahin semuanya pada-Mu," batin gue menjerit.

Sean mendorong paksa kejantanannya buat masuk ke vagina gue. Rasa sakit dan perih langsung menyeruak ke inti gue. Gue mencengkram seprai ranjang sekuat mungkin. Bukan cuma tangan gue yang mencengkram seprai, tapi bibir bawah gue juga gue gigit sekuat mungkin sampai sakitnya vagina gue gak berasa karena sakitnya gigitan gue di bibir bawah. Entah udah berapa tetes airmata yang keluar. Gue udah gak peduli. Yang ada di fikiran gue, penderitaan ini cepat berakhir.

Gue ngerasa kejantanan Sean yang udah tertanam sempurna di vagina gue. Tanpa perlu nunggu vagina gue menyesuaikan sama kejantanan Sean, Sean udah lebih dulu bergerak maju mundur. Karena vagina gue yang belum basah, efek gesekan yang di timbulkan buat vagina gue nyeri. Gue mengerang kesakitan.

Sean memompa liang vagina gue dengan kasar dan sesekali menampar bokong gue. Efek perihnya kini bukan di vagina dan bibir gue aja, tapi juga di bokong gue. Tangan dia mencengkram pinggul gue buat gerak berlawanan arah dengan kejantanannya.

Satu tangannya menjalar ke payudara gue, dan di remas kencang, buat tangan gue berusaha buat lepasin tangannya dari payudara gue, "S-Stop, kak. S-Sakit," bahkan Sean gak menggubris permintaan gue buat berhenti. Dia gak peduli sama erangan kesakitan gue. Dia bahkan gak peduli sama tangisan gue.

Butuh waktu yang lama buat Sean mencapai klimaks. Dia menanamkan kejantanannya makin dalam sampai menyentuh rahim gue, dan bersamaan dengan itu, gue ngerasa cairan hangat yang menyembur ke rahim gue. Kesadaran gue pun berangsur menghilang dengan berhentinya semburan sperma yang di keluarin Sean di tubuh gue.

Gue pingsan saat itu juga. Gue udah gak tau nasib gue setelah di perkosa itu bagaimana. Apa gue boleh sebut itu pemerkosaan, walau yang ngelakuin itu suami sah gue? Gue gak ngerasain kenikmatan, hanya kesakitan. Gue bahkan berfikir, mungkin ini jadi pertama dan terakhir gue disetubuhin seperti ini.

Ngerasain bagaimana kuatnya Sean, dan bagaimana perlakuan kasar Sean menyetubuhi gue, buat gue sedikit merasa ketakutan sama cowok. Gue bahkan berharap, gue bukan cuma pingsan, tapi segera menghilang aja dari dunia. Gue udah gak kuat. Gue takut, hal ini terulang lagi.

"Cukup ini yang pertama dan terakhir aku ngerasain kayak gini, Ya Allah,"

married without love ✔Where stories live. Discover now