"Yakin, mau ke Jogja dengan keadaan kayak gitu?" gue mastiin ke Sean. Wajahnya masih ada yang lebam, dan gue gak mau orang sekitar mikir yang gak-gak tentang Sean. Apalagi, ini menyangkut kemunculan dia di public. Gue sama Sean memilih buat pakai pesawat kelas bisnis. Tapi, itu masih dalam ranah public.
Dengan posisi yang masih beebaring di atas ranjang, dan saling menghadap, Sean menyelipkan anak rambut ke belakang telinga gue, "Aku gak mau kamu sendirian kesana,"
"Aku cuma dateng ke sidangnya Krystal. Abis itu, aku pulang. Kalau kamu stay di rumah, aku gak akan lama di Jogja,"
Sean menghela nafas, "Maaf.."
Gue mengerutkan kening karena bingung, "Kenapa kamu yang minta maaf,"
"Maaf karena aku buat diri aku jadi kayak gini, dan jadi susah buat nemenin kamu kemana-mana,"
Gue menggeleng pelan dan mengusap dadanya buat menenangkan Sean, "Gakpapa. Aku udah beberapa kali ke Jogja. Jadi, walau tanpa kamu, aku masih bisa. Lagian, kamu lagi sembunyi dari public, biar berita buruk tentang kamu gak mencuat ke media,"
Jujur, walau Sean itu masuk ke dalam golongan crazy rich, media mana yang gak tergiur sama kehidupan seorang crazy rich. Apalagi menyangkut keburukannya, mereka pasti jadiin itu santapan lezat. Gue gak mau kabar buruk tentang Sean mencuat ke ranah public. Mungkin sebagian dari netizen akan percaya kalau apa yang dilakukan Sean itu benar. Tapi setiap ada pro, pasti ada kontra. Yah, gak perlu menampik beberapa netizen akan ngehujat Sean. Dan hal itu yang paling gue gak mau.
"Kamu baik-baik aja kalau sendirian?"
Gue mengangguk buat mastiin Sean, kalau gue bisa sendiri. Toh, dulu gue kuliah juga rantau, apa-apa sendiri, "Aku baik-baik aja. Lagian nanti di bandara aku di jemput sama Kai,"
"Gak di jemput sama Krystal-nya?"
Gue tersenyum dan mengusap rahang tegas Sean, "Biarin dia konsen belajar. Sidang buat dapetin gelar Magister gak semudah kayak sidang dapetin gelar sarjana,"
Sean mengangguk, "Aku pernah ngerasain sidang penelitian thesis, kok,"
Gue membulatkan mata, "K-Kamu.. S2?"
Sean nampilin smirknya yang membuat kadar ketampanannya meningkat di mata gue, "Kamu gak tau? Udah berapa lama kita hidup satu atap,"
Gue menggaruk pipi dengan pelan, walau sebenarnya gak ada yang gatel sama sekali, "Maaf, gak tau,"
Sean mengencangkan pelukannya, yang menurut gue, dia memeluk gue dengan posesifnya, menumpukan dagunya di kepala gue, "Gakpapa. Kamu gimana? Ada niatan lanjut s2? Kalau mau, aku bisa biayain kamu,"
Gue menggeleng, menolak mentah-mentah tawaran Sean. Ngeliat Krystal pusing setengah mati sama thesisnya, buat niat gue mengendur ngelanjutin studi, "Gak mau!"
"Kenapa? Asik lho,"
Pengen rasanya gue ceplosin, 'Asik dari hongkong!'. Tapi, gue gak mau ganggu keromantisan sekarang.
"Gak mau. Aku udah mau fokus jadi istri aja,"
Sean bergumam, menyahuti apa yang baru aja gue omongin, "Padahal seru. S2 lebih bebas menghadapi dosen,"
"Dulu emang mau lanjutin. Tapi Papa gak mau, dan nyuruh aku kerja. Jadi, niatan awal s2 dengan biaya sendiri kalau aku udah dapet kerja. Tapi Allah berkata lain," beberapa lama, Sean tetap diam gak nanggapin gue, dan gue mengangkat kepala buat ngeliat Sean. Siapa tau dia tidur lagi, terus gue ngomong sendiri gitu kan, "Kok kamu gak respon?" gue nanya setelah tau Sean gak nutup matanya, dia masih sadar. Gak mungkin kan, dia tidur dengan mata terbuka. Horor njir.
YOU ARE READING
married without love ✔
De Todo[Beberapa chapter mengandung unsur DEWASA. Bijaklah dalam membaca. Anak di bawah umur, tolong urungkan niatnya untuk membaca, karena sudah diperingatkan mengandung unsur DEWASA.] "Jika Allah memang mengatur bahwa kamu jodohku, Allah pasti meluluhkan...