35

8.4K 539 44
                                    

Malam itu, tepatnya tengah malam, gue masih memandang wajahnya Sean. Tadi siang, gue resmi pindah dari unit Sean ke rumah baru kita berdua. Bi Sum ikut, tapi beliau ngajuin libur setiap hari minggu buat izin pulang ke rumahnya. Toh, cuma satu hari doang, jadi gue gak keberatan dengan permintaan Bi Sum.

Gue ngusap rahang Sean pelan. Dan ternyata, perlakuan itu buat Sean menerjapkan matanya beberapa kali. Dia balik memandang gue, "Kenapa? Gak bisa tidur?"

Gue mengangguk. Karena emang kenyataannya gue gak bisa tidur. Kalau bisa tidur, udah dari tadi gue tidur. Sean menyusuri rambut gue dengan jari jemarinya, "Gak nyaman, hm?"

Gue menggeleng lemah, "Gak terbiasa sama rumah baru," gue orang yang sedikit susah beradaptasi. Setiap ngenal orang, kalau gak terlalu penting, pasti besoknya lupa. Gue juga gak begitu suka beradaptasi sama lingkungan baru. Itu terjadi ketika SMP gue di daftarin bimbel. Karena gue ngerasa asing, gue lebih banyak bolosnya dari pada masuknya. Sampai Papa ngomel ke gue.

Sean mengeratkan pelukannya di tubuh gue, "Mulai hari ini, kamu harus terbiasa,"

Gue mengangkat kepala buat liat wajah Sean, "Termasuk jadi deket sama tetangga?"

"Kamu maunya gitu?"

Gue menggeleng, "Gak. Rumah disini gede-gede. Pada individual. Kayaknya juga kalau mati, mereka angkat kerandanya sendiri. Dari awal liat, pintu mereka gak pernah ada yang kebuka. Tadinya, aku mau bikin syukuran di rumah baru kita. Tapi ngeliat tetangga kita, aku jadi ngurungun niat,"

Sean terkekeh denger penjelasan panjang lebar gue, "Emang kalau di rumah kamu yang dulu gimana?"

Gue nampak berfikir sebentar buat ngebayangin kalau Mama biasanya ngaji sama temen-temennya, "Kalau Mama ngaji, temennya yang dari gang lain berkumpul di tempat ngaji. Kadang, kalau ada undangan jauh, guru ngajinya nyewa angkutan umum buat bawa ibu-ibu ke lokasi pengajian. Beda banget sama disini. Ragu kalau mereka mau jalan kaki ke rumah kita buat syukuran,"

Sean mengecup kening gue singkat, "Aku kasih opsi gimana?"

Gue mengerutkan kening karena bingung, "Opsi?"

Sean mengangguk membenarkan, "Opsi pertama, kita bagiin makanan ke tetangga sebagai bentuk rasa syukur, atau sekedar formalitas karena kita orang baru di komplek. Opsi kedua, kita ngundang ibu-ibu dari tempat kamu buat ngadain pengajian di tempat kita. Gimana?"

"Gak bisa dua-duanya? Kita pesen makanan lebih banyak. Kalau sisa dari pengajian, nanti kita bagi ke tetangga," gue diem sebentar memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi, "Tapi, untuk ukuran kekayaan kayak mereka, apa mereka mau nerima makanan dari kita, padahal mereka bisa beli sendiri?" tanya gue khawatir.

Sean mengusap kepala gue dengan lembut, "Yang penting kan niat kita. Kalau mereka merasa, mereka gak perlu makanan yang kita kasih, mereka kan punya asisten rumah tangga, bahkan supir. Mereka bisa kasih ke asisten rumah tangga atau supir pribadi mereka," gue mengangguk mengerti dan mengeratkan pelukan, sehingga wajah gue terbenam di dada bidang Sean, "Tidur, ya. Udah malem," gue mengangguk. Sean mengusap punggung gue dengan lembut. Persis kayak orangtua lagi nidurin anaknya.

Tapi bukan gue yang tidur duluan. Nafas Sean yang udah teratur, bukti kalau Sean lebih dulu terlelap di banding gue. Akhirnya, gue pindah posisi jadi memunggungi Sean. Ngeliat ke jendela yang tertutup sama tirai. Di luar pasti udah gelap. Tapi gue laper. Dimana-mana, cewek itu selalu jaga pola makan. Pantangan makan tengah malam. Karena gen gue kurus, orang kurus mah bebass.

Gue bangun dan mengangkat tangan Sean yang meluk tubuh gue dengan pelan, biar gak ganggu tidur dia. Gue beranjak buat ke dapur, nemuin mie kan lumayan. Udah kayak tikus, tengah malem, di dapur, grusak grusuk, dan gue nemuin mie goreng, telor, sawi, cabe rawit. Lumayan lah, rasa makan mie di warung burjo waktu masa-masa kuliah.

Gue biasanya, suka kalau cabenya di ulek dan di kasih garem sedikit. Terus telornya setengah mateng. Ngerebus mienya juga gak suka lama-lama. Gue suka tekstur yang gak begitu lembut. Makanya, kadang kalau makan ice cream satu cup, gue suka eneg karena teksturnya lembut. Orang dimana-mana suka makan banyak ice cream. Gue beda. Gue lebih suka makan secukupnya, sisanya kasih V.

Sambil nunggu mie mateng, gue siapin bumbu-bumbunya. Kalau masak mie kayak gini, gue jadi keinget mie ayam favorit yang di jual di pasar deket rumah. Baru kemarin rasanya gue keluar dari rumah pasca keguguran. Tapi gue kangen soto sama mie ayam yang di pasar. Serba salah, kan?

Gak butuh waktu lama, mienya mateng menurut tingkat kematangan gue. Hal yang paling sebel kalau lagi masak mie itu, inget Krystal pernah masakin mie pakai wortel sama kubis. Rasanya? Gue gak suka. Umumnya, mie itu cocoknya di masak sama sawi. Tapi Krystal sama pemikirannya beda. Dia mah, apa aja di masukin ke dalam mie.

Gue ke ruang tengah dan nyalain televisi dengan volume yang kecil biar gak ganggu Bi Sum sama Sean yang lagi tidur. Walau gak berkuah, tapi tetep aja yang namanya mie gue suka. Dan bencinya, ngerebusnya makan waktu 3 menit, ngabisinnya gak nyampe 3 menit. Mau masak 2 bungkus, tapi keinget pertama kali gue makan mie 2 bungkus, dan gak abis. Mungkin, itu buah dari keserakahan.

Gue tidur-tiduran di karpet berbulu di ruang tengah. Bersih, kok. Namanya juga baru pindah dan udah di bersihin juga sama Bi Sum pakai penyedot debu. Gue matiin televisi dan milih buat tidur-tiduran. Ngerasa bersalah sama Sean karena gue tinggal di kamar. Tapi gue juga males balik ke kamar.

Gue main handphone dan buka yutub, ngecheck apa ada yang baru selain Don't Mess Up My Tempo. Dan gue ngeliat solois favorit gue, Dean. Dia ngeluarin lagunya featuring Sulli ex-F(x). Gue buka lagu yang berjudul 'DayFly' itu. Enak sih, jadi rada ngantuk-ngantuk gimana gitu. Baru juga pertengahan lagu, gue udah gak tau lagi Sulli sama Dean nyanyi apaan. Bodo dah, gue tidur aja biar gak ganggu keromantisan mereka.

Gue ngerasa ada suara kecil manggil gue, "Yoanna? Yoanna?" gue menerjap dan membuka mata perlahan. Mata gue langsung menangkap sosok Sean.

Gue bangun di bantu Sean sambil ngucak mata, "Hm?"

"Kenapa tidur disini? Masuk ke kamar," suruh Sean ke gue.

"Jam berapa?"

Sean menghela nafas. Mungkin karena gue gak langsung patuh sama suruhan dia, malah nanya jam, "Udah jam lima subuh," gue mengangguk dan beranjak masuk ke kamar, di bantu sama Sean, karena kepala gue pening banget. Baru tidur jam 3 subuh.

Bukan langsung tidur, gue sholat subuh dulu. Selesai sholat, gue melipat mukena dan ngeliat Sean lagi senderan di kepala ranjang, "Kamu udah sholat, Sean?" Sean mengangguk doang, dan masih fokus ke tabletnya.

Gue menyusul Sean ke ranjang dan berbaring sebelah dia. Gue ngelingkarin tangan di pinggang Sean yang masih terduduk. Gak butuh waktu lama, karena keheningan itu, gue jadi lebih cepet tidur. Faktor utamanya karena gue pening tidur kemalaman.

Dan bangun-bangun, gue udah gak ngeliat Sean. Udah jam 10 pagi gue bangun. Ya kali, gak mungkin gue bangun jam 10 malam. Udah kayak mati suri aja.

Gue beranjak ke dapur setelah bersihin diri. Perut gue minta asupan makanan, dan gue liat Bi Sum yang lagi makan kacang tanah di meja makan. Sekarang gue tau, kayaknya Bi Sum itu penyuka kacang. Kemarin, kue kacang, sekarang kacang tanah. Besok? Jenis kacang apalagi yang Bi Sum makan?

"Pagi, Bi,"

Bi Sum berhentiin aktivitasnya ngupas kulit kacang, "E-Eh, cah ayu. Pa- udah mau siang ini, cah ayu," gue terkekeh.

"Kalau aku baru bangun, berarti masih pagi, Bi,"

Bi Sum cuma ketawa-ketawa, "Mau makan, cah ayu?"

Gue mengangguk, "Bibi masak apa?"

"Cuma nasi goreng. Tuan Sean tadi minta masakin nasi goreng sebelum berangkat kerja. Bibi mau bangunin kamu buat sarapan, tapi di larang sama Tuan Sean,"

Gue mengangguk, "Baru tidur jam 3 subuh tadi, Bi,"

"Loh? Begadang? Gak bisa tidur atau-" muka Bi Sum kayak lagi godain gue.

"Ih, gak, Bi! B-Bukan!"

Idiot!

Kenapa gue jadi salah tingkah di godain sama Bi Sum. Orang gue sama Sean gak ngapa-ngapain semalam.

"Bi Sum bawain gue nasi goreng, "Sebentar lagi udah boleh, ya. Bibi berharap, nanti cah ayu ngisi lagi, ya," gue cuma tersenyum nanggapin omongan Bibi. Dalam hati sih gue aminin.

Pikiran gue ngambang kemana-mana, "Sebentar lagi ya.."

married without love ✔Where stories live. Discover now