34

8.3K 559 72
                                    

"SEAN! AKU SAYANG KAMU!"

Gue ngeliat, Sean mematung sejenak dan menyadarkan dirinya kembali, "Akhirnya? Kamu nyatain perasaan ke aku?" gue mengerutkan kening tanda kalau gue bingung maksud dia. Sean menarik hidung gue, "Kamu lupa? Aku pernah ngomong I love you ke kamu?" gue mengingat lagi. Terlalu banyak kejadian, sampai gue lupa kapan tepatnya Sean ngomong gitu, "Ya udah. Gakpapa kalau lupa. Aku ulangin lagi, karena yang aku nyatain kemarin dengan suara yang kecil dan kamu juga belum jawab karena perkara Irene. Diam dan dengarkan,"

Gue mengangguk patuh. Sean menggenggam kedua tangan gue, "Yoanna Bramawijaya, aku Sean Cakradiningrat, berjanji akan selalu mencintai kamu, menyayangi kamu dengan sepenuh hati aku. Kita mulai lembar baru dan lupakan yang lama. Aku menginginkan kamu untuk jadi istriku. Untuk jadi ibu dari anak-anakku. Jadi? Apa jawaban kamu?"

Mata gue udah berkaca-kaca karena terharu. Gue memeluk Sean dengan gerakan cepat dan buat Sean harus menahan berat tubuh gue, biar kepala dia gak terbentur kaca mobil. Gue menenggelamkan wajah gue ke ceruk lehernya, "Ya. Aku mau jadi istri kamu. Aku mau jadi ibu dari anak-anak kita. Aku mau!" Sean mengusap lembut punggung gue.

"Jadi? Kamu mau ngabulin permintaan aku buat punya anak lagi? Apa kamu masih trauma?"

Gue menggeleng, memantapkan hati gue, "Aku mau. Insya Allah,"

Sean mengecup kepala gue, "Makasih, Yoanna," gue mengangguk.

"Tapi, aku harap kamu jangan pernah mabuk lagi. Aku takut kalau kejadian waktu itu terulang,"

"Aku janji, Yoanna. Demi kamu,"

Gue melepas pelukan dan menghapus air mata terharu, "Kamu harus berubah. Mulai sekarang, jadi imam yang baik. Yang nantinya bisa kamu ajarin ke anak kamu. Pentingnya sholat, mengaji," jujur, Sean muslim, tapi kalau soal sholat, dia sering banget nyepelein. Gue dulu gak berani buat negur Sean. Tapi gue kali ini beraniin diri. Demi kebaikan dia juga.

"Aku gak janji, tapi aku usahakan,"

Gue tersenyum dan menyisir rambut Sean dengan jari jemari gue, "Gak apa. Semua butuh proses. Aku cuma pengen kamu jadi pribadi yang lebih baik. Mama sering curhat ke aku masalah kamu. Bukan aku menggurui, aku cuma—"

Kata-kata gue terpotong saat beda kenyal menempel di bibir gue, "Aku tau, sayang. Aku tau. Aku akan nyoba, hem?" gue mengangguk dan tersenyum, "Kayak kamu yang udah buka hati buat aku. Mencoba ngelawan trauma kamu demi aku. Dan, mulai berani cium aku duluan, aku akan nyoba buat jadi lebih baik. Jadi imam yang baik buat kamu. Dan jadi ayah yang baik buat anak kita kelak,"

Gue mengangguk puas, "Dan.. Masalah Irene. Apa kamu gak bisa meringankan sedikit hukumannya?"

"Kamu belum cerita tentang Irene," gue mengangguk dan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Sean awalnya gak percaya. Gue berusaha buat yakinin dia.

Gue menggelayutkan lengannya, "Percaya sama aku, Sean. Dia baik. Dia kangen Alea. Dia kangen suaminya, Mino,"

"Aku percaya sama dia? Yoanna! Dia udah buat kamu harus ngalamin hal yang buruk!"

Gue memasang wajah memelas dan dengan nada merengek gue merayu Sean buat nurutin gue, "Sean, ayolah! Aku udah lupain semuanya. Aku udah maafin dia. Kamu jangan berlarut dalam kebencian. Dia udah minta maaf sama aku. Kamu gak kasian sama dia?"

"Kasian? Apa dia ada sedikit rasa kasian ketika dia dorong kamu waktu itu?" Sean masih pada pendiriannya. Gue sedikit kewalahan.

"Sean.."

Sean mendengus kasar, "Oke. Aku bantu ringanin hukuman dia. Aku bantu. Tapi gak dengan Ronald, ayah dia," gue mengangguk mengerti. Sean menghela nafas dan mengusap wajahnya, "Aku juga bantu Mino, biar kehidupan mereka membaik," gue gak minta Sean buat bantu ekonominya Mino. Tapi gue maklumin. Irene temen kecilnya dia. Pasti udah kayak saudara. Jadi, gue maklumin. Toh, hati Sean cuma buat gue.

married without love ✔Where stories live. Discover now