48

8.7K 512 49
                                    

Pada akhirnya, Sean milih ngikut gue ke dokter kandungan. Walau mukanya belum sepenuhnya sembuh, dia akalin pakai masker sama topi. Mirip penjahat kayak di drama korea. Tapi yang namanya orang ganteng, pakai kaos bolong-bolong aja gak akan ngurangin kadar ketampanannya. Seneng sih gue di temenin sama Sean. Seenggaknya, nanti kita berdua bisa sama-sama dapet saran dari dokternya.

Selama di mobil, Sean gak banyak ngomong. Wajah dia kayak masih ngantuk. Efek serakah ngegaulin bininya, jadi kayak gitu kan, "Sean? Ngantuk? Mau aku gantiin?"

Sean menggeleng, "Gak, kok. Kamu duduk manis aja," bukannya gak mau, tapi gue khawatir aja kalau Sean ngantuk. Seakan tau fikiran gue, Sean tersenyum, "Ayah gak ngantuk, Bunda.."

Sialan!

Seketika gue nyesel sama perbuatan gue yang manggil dia dengan sebutan 'Ayah'. Tiap dia manggil gue dengan sebutan 'Bunda', gue jadi malu sendiri. Keinget kids jaman now, kalau pacaran manggilnya Papi, Mami, Ayah, Bunda.

Setelah sampai di rumah sakit, dokter kandungan yang dulu nanganin gue lagi dinas ke Sumatera. Jadi, gue pakai dokter kandungan baru yang masih gemay. Gue rasa, umurnya lebih muda dari gue. Dokter kandungan itu ngenalin diri, yang gue tau namanya Farida, asistennya dokter kandungan gue yang kemarin. Gue gak masalah sih, asal kerjanya bener aja. Tapi malu juga konsultasi soal kehidupan seks gue sama Sean di depan dokter muda.

Ngobrol-ngobrol sedikit. Gue cerita semuanya, dimana gue ngikutin artikel saran posisi seks yang buat cepet hamil. Semua posisi udah gue lakuin, mengingat Sean dengan fantasinya yang kadang buat gue kewalahan ngadapin dia.

Dokter Farida tertawa kecil, "Seharusnya sih, gak butuh waktu lama kalau udah ngelakuin posisi seks yang benar. Mau di coba USG aja?" tawar dokter muda itu. Gue cuma mengangguk aja dan ngikutin instruksi dokter Farida berbaring di atas ranjang kecil. Baju gue di sibak sampai ke bagian dada, dan perut gue di olesin semacam gel gitu. Gue susah buat menelan saliva. Antara berharap, takut, gugup, khawatir jadi satu.

Sean mengusap kening gue lembut dan tersenyum seakan mastiin, kalau semua baik-baik aja. Gue balik tersenyum. Pandangan gue teralih ketika ada sesuatu yang mengusap perut gue. Semacam alat gitu. Dokter Farida memutari alat itu di perut gue dan fokus ke layar yang nampilin entahlah, isi perut mungkin? Gue bukan anak kedokteran, jadi gue serahin semua sama dokter Farida.

Setelah selesai, salah seorang perawat mengelap sisa-sisa gel yang ada di perut gue, dan kembali duduk berhadapan dengan dokter Farida.

"Ibu pernah ngerasain mual akhir-akhir ini?" gue menggeleng, "Kalau haid? Lancar?"

"Jadwal haid saya gak nentu, Dok. Kadang, mundur satu minggu, kadang maju beberapa hari," jadwal haid gue emang kayak gitu. Dari pertama gue haid waktu SMP, jadwalnya gak nentu. Kalau kecapekan dan stress kayak waktu KKN, biasanya sebulan bisa 2 kali haid.

Dokter Farida mengangguk dan kayak nulis sesuatu gitu di buku, yang entah buku apa. Setelah menulis, dokter Farida nyerahin buku itu ke gue, "Mulai sekarang, jadwal check kandungan ibu udah mulai dari sekarang. Ibu positif hamil," gue melongok gak percaya, dan dokter Farida tersenyum, "Udah satu minggu jalan. Janinnya masih kecil," dokter Farida nerima sesuatu dari perawat dan ngasih ke gue. Dia nunjukkin titik kecil, "Ini baby-nya. Dia masih kecil. Jadi harus ibu jaga biar baby-nya tumbuh sehat di rahim ibu,"

Gue menutup mulut gak percaya. Gue ngeliat Sean, bahkan dia keliatan shock, "T-Tapi gimana bisa, Dok? Bahkan saya gak ngerasain tanda-tandanya,"

"Karena ibu yang udah biasa haid telat, jadi gak terlalu pusing soal haid yang telat satu minggu. Buat mastiin, di minggu selanjutnya, ibu check pakai testpack. Soalnya, kalau masih sekecil ini, kadang gak bisa terdeteksi sama testpack," dokter Farida menjelaskan secara terperinci, "Oh iya, apa semalam ibu habis berhubungan badan sama bapak?"

married without love ✔Where stories live. Discover now