37

8.8K 553 71
                                    

Gue baru selesai mandi. Tapi pas keluar dari kamar mandi, udah ada sebuket bunga mawar di tambah satu kotak cokelat. Tanpa main tebak-tebakan, gue tau kok siapa pelakunya. Tapi jujur, gue gak begitu suka bunga, boneka, dan jenis pernak pernik cewek lainnya. Gue cewek simple. Gue suka novel. Gue suka komik. Gue suka nonton anime. Kadang juga drama korea atau drama jepang.

Gak ada satupun kertas yang tertinggal di buket. Biasanya sih, pasti ada kertas yang di tinggal di buket. Pengalaman temen gue yang pernah di kasih bunga, pasti ada surat yang berisi kata-kata romantis sampai bikin gue garuk punggung karena jijik.

Gue keluar bawa buket dan cokelatnya. Gue ngeliat Sean yang lagi bersandar di sofa dengan kerah kemeja yang udah di lepas tiga kancing dari atas dan ngelonggarin dasinya. Keren kok menurut gue. Dia pakai apa aja, gantengnya gak luntur.

"Sean?"

Sean ngebuka matanya yang sebelumnya terpejam, "Hng?"

Gue nunjukkin bunga dan coklat yang ada di atas ranjang, "Dari kamu?" gue cuma mastiin aja. Kan gak lucu kalau bunga sama coklatnya dari Bi Sum. Kok sekarang apa-apa Bi Sum terus gue ya.

Sean mengangguk, "Suka?" Sean merubah posisi duduknya menjadi tegak. Dia menepuk sofa di sebelahnya, kode kalau gue di suruh duduk di samping dia. Dan gue nurut aja duduk disamping dia.

Gue mengangguk, "Suka, kok."

"Kok?" Sean mengerutkan keningnya, "Kamu gak suka?"

Gue tertawa renyah. Ya, gue lebih suka jujur sih, "Sebenarnya, aku gak begitu suka bunga sama cokelat. Aku lebih suka novel sama komik. Aku juga lebih suka makanan asin dari pada manis,"

"Terus?"

Sean tersenyum dan menyisir rambut gue dengan jari jemarinya, "Udah itu aja,"

"Jadi? Kamu mau cokelat asin?"

Gue menggeleng cepat, "Gak suka!"

"Tadi katanya suka yang asin,"

"M-Maksudnya—" Sean motong omongan gue dengan kecupan di bibir. Gue di buat bungkam seketika. Gak berkutik dan tubuh gue menegang.

Sean ngecup bibir gue yang kedua kalinya. Lalu di lanjutin yang ketiga kali dengan menyesap bibir bawah dan atas gue bergantian. Gue diem aja kayak kambing congek. Asli, gue bingung mau ngapain. Mau bales lumatan dia? Nanti malah dia terangsang. Yah, walau gue udah bebas buat berhubungan intim sih. Tapi kalau sekarang, gue belum siap sepenuhnya.

Tubuh gue di dorong lembut sampai kepala gue nyentuh pegangan sofa yang empuk. Kedua tangan gue reflek megang bahu Sean. Gue udah ngebuka mulut dan buat lidah Sean melesak masuk. Saliva kita berdua udah bercampur. Beberapa menit kita ngelakuin hal itu di ruang tengah, gue nepuk pundak Sean karena udah susah buat nafas. Sean ngelepas ciumannya dan ngeliat gue secara intens. Gue yang ngap-ngapan nyari oksigen dengan saliva yang udah meleber kemana-mana.

Sean tersenyum puas dengan hasil karyanya. Dia mengusap saliva yang mengalir dari sudut bibir gue dengan ibu jarinya, "Kamu sexy,"

Mata gue membulat mendengar pernyataan Sean. Sexy? Gak salah? Dari mana? Dari Hongkong? Dulu jaman SMA aja gue di kata papan penggilesan. Itu sebutan masih mending, di banding di kata anoreksia.

Gue terkekeh pelan, dan buat Sean menautkan alisnya, "Ada yang lucu?"

Gue mengangguk, "Kamu orang pertama yang bilang aku sexy,"

"Oh, ya? Kalau gitu, aku merasa tersanjung jadi orang yang serba pertama buat kamu,"

Gue menangkup wajah dengan tangan gue sendiri. Kayaknya muka gue udah blushing, dan Sean cuma ketawa ngeliat tingkah gue. Dia ngecup singkat kening gue, "Aku mandi dulu, ya," gue mengangguk.

married without love ✔Where stories live. Discover now