16

8.7K 542 58
                                    

Gue terbangun ketika terganggu karena sinar matahari. Saat sepenuhnya terbangun, gue ngerasain perih di daerah kewanitaan gue. Ah, gue baru sadar, kalau semalam gue diperkosa sama suami sendiri. Gue terkekeh muak. Meratapi ketololan gue yang bahkan gak bisa mendorong tubuh dia buat ngejauh. Apa ini yang dimaksud dengan perbedaan tenaga laki-laki dan perempuan? Sesaat gue menyesal karena terlahir sebagai perempuan.

Ruangan hotel itu udah sepi. Gak ada Sean disamping gue. Gue tersenyum miris. Udah cocok kan jadi pelacur? Di pakai dan di tinggalkan gitu aja. Kenapa gue bilang Sean ninggalin gue? Karena pakaiannya yang terbuang di lantai udah gak ada lagi. Siapa lagi yang makai kalau bukan yang punya? Bahkan dress gue masih teronggoh di lantai. Gue rasa, Sean gak nyetubuhin gue sekali.

Sebelum gue pingsan, gue sadar kalau dress gue masih terlilit di pinggang. Tapi pas gue sadar dari pingsan, dress gue udah ada di lantai. Kebetulan? Gak mungkin.

Gue ambil selimut yang ada di lantai dan nutupin tubuh gue. Sebelum ambil selimut, gue ngeliat bercak darah di seprai. Entah gue harus tertawa atau menangis. Tertawa karena kebodohan gue. Menangis karena udah kehilangan keperawanan gue. Akhirnya, gue milih buat ngelakuin keduanya. Sebentar ketawa, sebentar menangis. Mungkin kalau ada orang lain di ruangan ini, udah berfikir gue pasien gangguan jiwa.

Gue tarik telepon kabel dan gue banting secara asal. Gue gak peduli kalau merusak fasilitas hotel. Sean akan nanggung semua. Gue menekuk lutut dan menangis dengan mengubur wajah gue di lutut.

Setelah gue fikir airmata gue gak mau keluar lagi, gue beranjak ke kamar mandi tanpa membawa selimut untuk membalut tubuh gue. Gue biarin tubuh gue berjalan telanjang ke toilet dengan sedikit tertatih karena rada sakit yang berasal dari inti gue.

Gue berdiri di depan cermin wastafel. Ngeliat banyak bercak di leher dan bahu. Bahkan Sean gak menyiapkan baju yang lebih layak buat nutupin tanda ini. Dia cuma ninggalin dress yang semalam gue pakai. Apa pandangan orang-orang sama bercak yang ada di leher dan bahu gue? Memandang gue sebagai seorang pelacur yang baru aja mendapatkan pelanggan?

Gue mukul cermin berkali-kali. Sampai gue gak merasa kalau cermin itu udah pecah dan ngelukain tangan gue. Wajar aja kalau pecah, gue mukul berkali-kali. Mungkin buat pria, cuma butuh satu pukulan buat menghancurkan cermin. Tapi gak dengan wanita.

Gue udah gak peduli sama darah yang menetes dari pergelangan tangan. Gue berjalan dan berdiri tepat di bawah shower, di kucuran air. Gue menggosok tubuh gue yang semalam di sentuh Sean sampai bagian bahu, payudara dan leher memerah. Gue teriak. Teriak kesakitan. Dada gue ngerasain sesak yang luar biasa. Gue terduduk di bawah guyuran air shower.

Isak tangis kembali keluar dari mulut gue. Gue berdiri lagi dan bergegas bersihin tubuh gue. Gak mau menghabiskan waktu terlalu lama di tempat laknat ini.

Setelah gue mandi dan berpakaian dengan dress yang tadi malam gue pakai, gue keluar dari kamar hotel. Ada salah seorang pria dengan setelan formal yang udah menunggu gue di depan pintu kamar hotel. Dia membungkuk hormat, sedangkan gue mundur selangkah karena rasa takut yang menjalar di diri gue, "Selama pagi, Nyonya. Saya di utus Tuan Sean untuk membawa anda kembali,"

Gue terkekeh remeh, "Kembali? Hah, jangan bercanda. Antarkan saya ke rumah orangtua saya,"

"Tapi Nyonya-"

"Kalau kamu menolak, saya lebih baik naik taksi," gue berjalan melewati dia.

Gue mendengar langkah yang ngikutin gue, "B-Baik, Nyonya. Saya akan antarkan anda ke rumah orangtua anda. Tapi, izinkan saya buat menghubungi Tuan Sean terlebih dahulu-"

"Kalau gitu, kembalilah ke Tuan Sean. Biar saya memesan taksi dan pulang sendiri," gue kembali melangkah dan di ikutin pria itu.

"B-Baik. Saya akan mengantarkan anda, Nyonya," gue membalikkan badan dan menjaga jarak. Gue ngeliat dia yang masih tertunduk seakan gak berani ngeliat gue secara langsung. Dia perlahan ngebuka jas formalnya dan bikin gue bergetar ketakutan.

"M-Mau apa kamu?!" gue mundur perlahan walau kaki gue terasa lemas seperti jeli.

Pria itu julurin jasnya ke gue, "Jika anda berkenan, s-silahkan dipakai, Nyonya. Saya gak mau anda di pandang rendah karena bercak di leher dan bahu anda,"

Gue tersadar dan terkekeh dengan miris. Gue nerima jas yang di tawarin dia dengan tangan bergetar, "Ini karena majikanmu," gue pakai jasnya dan berjalan dahuluin dia.

Gue mempererat jas itu buat nutupin tubuh gue di sepanjang lobi hotel. Beberapa orang yang lalu lalang udah memandang gue dengan tatapan aneh. Gue langsung naik ke mobil setelah mobil itu terpakir di depan pintu keluar hotel.

Sepanjang perjalanan gue cuma ngeliat ke luar jendela. Gak ada percakapan. Gue memperhatikan macetnya kota Jakarta pagi hari. Mata gue berat. Mungkin efek karena menangis. Tenggorokan gue sakit. Bagian inti gue sakit. Bibir gue sakit. Payudara gue sakit. Tapi gak sesakit hati gue.

Hati gue bahkan jauh, jauh, jauh lebih sakit dari sakit di fisik. Yang gak gue pahamin, kenapa Sean memperlakukan gue layaknya pelacur malam itu? Gue bahkan gak masalah soal dia kasar menyetubuhi gue. Yang gue permasalahin, ketika gue terbangun, dia udah gak di sisi gue. Apa kata yang cocok buat menggambarkan kondisi gue selain 'pelacur'? Wanita malang? Bahkan wanita malang gak kayak gini. Gak punya nasib yang sesial ini.

Gue terisak lagi. Gue ngusap airmata gue yang turun secara kasar. Di dalam mobil, penuh dengan suara isak tangis gue. Bahkan supir yang di bayar Sean gak bertanya apapun. Syukurlah. Apa yang harus gue bilang kalau dia tanya 'kenapa'? Apa gue harus bilang kalau gue habis di perkosa majikan dia? Di perkosa? Bahkan majikan dia suami sah gue.

Dari hotel sampai ke rumah orangtua gue makan waktu satu jam. Dan gue ngeliat, rumah gue sepi, tapi pagar gak di kunci. Setelah gue nyerahin jas ke supir itu, gue nyuruh supir itu buat pulang dan setelahnya, gue ngetuk pintu, "Assalamu'alaikum. Mah? Pah? Arvin?" gak lama pintu kebuka dan sosok V ada di pintu.

"Kak?" gue meluk V dan gak bisa nahan airmata gue lagi. Gue nangis di pelukan dia. V yang kebingungan cuma ngusap kepala gue dan nanya ke gue, "Kak? Lo kenapa? Kak? Lo baik-baik aja, kan? Jangan nangis doang! Gue gak akan tau kalau lo gak cerita!"

V ngerangkul gue dan bawa gue masuk ke kamarnya. Gue duduk berhadapan sama V. Dia ngeliat kondisi gue, menyentuh leher sama pundak gue yang ada bercak kemerahan, "Kak? Ini lo kenapa?" V memandang gue dengan khawatir.

"V, buat beberapa hari, gue mau nginep disini, ya,"

Tanpa berfikir, V ngangguk cepat, "Ceritain dulu, lo kenapa? Kenapa pakaian lo juga kayak gini, sih?"

"Gue gak kenapa-napa. Mama sama papa mana?"

V mendengus karena gue ngalihin topik, "Mereka lagi ke tempat bang Wawan. Gue di tinggal, karena sekolah gue belum libur," V ngeliat gue dengan penampilan mengenaskan, "Mandi sana!"

Gue terkekeh, "Baju gue yang di rumah, bukannya udah di masukkin gudang sama mama?"

V ngusap kepala gue lembut, "Gue ngelarang mama buat naruh di gudang. Jadi, baju lo numpuk di lemari gue. Sempat gue pilihin yang masih bagus. Yang udah jelek-jelek, emang di taruh mama di gudang," V berdiri, mengambil sesuatu di meja yang ternyata kunci, dia nyerahin kunci itu ke gue dan berjalan keluar. Tapi di ambang pintu di berhenti, "Setelah lo tenang, gue harap lo ceritain apa yang terjadi. Jangan sampai gue nanya langsung ke suami lo!" gue mengangguk lemah.

V ninggalin gue dan ngasih waktu gue buat sendiri. Gue ngebuka lemari yang kuncinya di kasih V tadi, memang ada baju gue. Terlebih, baju tidur gue dan dalaman ternyata ada di lemari V. Gue ngelepas dress sialan itu, memakai dalaman dan baju tidur. Gue rebahan di kamar V. AC di kamar V udah on sedari tadi, makanya gue gak ngerasa gerah.

Gue rebahan dengan wajah gue yang tertutup lengan. Rasa kantuk kembali datang, karena sejuknya kamar V, di tambah tubuh gue yang masih sakit dan kelelahan karena kebanyakan nangis. Akhirnya, gue milih buat kembali tidur walau sekarang nunjukkin pukul sepuluh pagi. Karena cuma tidur yang bisa menghapus beban fikiran duniawi. Fikiran tentang fakta kalau semalam gue di perlakukan kasar sama Sean. Fikiran gue yang terbangun seperti seorang pelacur. Semua fikiran jelek tentang semalam akan hanyut bersama mimpi gue.

"Jangan ingatkan aku lagi tentang kejadian semalam, Ya Allah,"

married without love ✔Where stories live. Discover now