36

8.3K 543 68
                                    

"Anda sudah bisa buat berhubungan intim dan hamil lagi, Bu. Ini kemajuan, karena lebih maju dari jadwal yang seharusnya. Selamat ya, Bu. Semoga, bisa cepat ngisi lagi,"

Kabar dari dokter yang nanganin masalah keguguran gue kemarin, ngasih tau ke gue kalau gue udah sembuh total. Dokter Rini namanya. Beliau, dokter yang berusia paruh baya, seumuran Mama, tapi masih keliatan cantik.

Gue ke rumah sakit gak sama Sean. Sengaja sendiri. Lagian kalau sama Sean, pasti malemnya dia langsung minta hak suami.

Setelah berterima kasih sama dokter Rini, gue bergegas pulang. Tapi gak sengaja, gue ketemu dokter Chandra di koridor rumah sakit. Dia lagi ngobrol sama temannya, yang gue tebak sesama dokter, karena sama-sama pakai jas putih. Dokter Chandra keliatan ngomong sebentar, terus dengan langkah lebar nyamperin gue. Dia tersenyum lebar ke arah gue.

Setelah berada di hadapan gue, dia ngusap-ngusap tengkuknya, "Hai. Apa kabar?"

Gue melempar senyum ke dokter Chandra, "Alhamdulillah, baik, dok. Dokter sendiri gimana?"

"Alhamdulillah. Baik juga," kita sama-sama terdiam buat sesaat, sebelum akhirnya dokter Chandra yang buka suara, "Kamu.. Ada waktu?"

Gue ngeliat jam tangan branded yang di beliin sama Sean buat gue, "Kayaknya masih ada, dok. Walau gak bisa lama-lama,"

Dokter Chandra mengangguk mengerti, "Boleh ngobrol sebentar di taman?"

Gue mengangguk setuju, "Tapi sebelum itu, saya mau beli jus dulu di kantin, boleh dok?" dokter Chandra setuju.

Gue jalan beriringan sama dokter Chandra. Sesekali, teman dokter Chandra menyapa dan di jawab oleh dokter Chandra.

Sampai di kantin, gue pesan jus wortel. Gue berbalik ngeliat dokter Chandra, "Dokter mau?" dokter Chandra menggeleng pelan. Gue inget-inget ini hari apa, dan gue sadar ini hari Kamis, "Dokter puasa?"

Dokter Chandra tersenyum, "Insya Allah,"

Gue meringis karena gue lupa kebiasaan dokter Chandra yang rajin puasa sunnah. Mau gue batalin pesenannya, tapi dokter Chandra melarang. Karena jus wortel itu baik buat kesehatan. Lagian, dokter Chandra juga gak mudah goyah imannya karena gue minum jus wortel.

Selesai beli jus, kita berdua jalan dan nyari kursi yang kosong. Nemu, walaupun suasananya sedikit sepi. Tapi gak sepi-sepi banget lah. Soalnya bukan kuburan. Sesekali masih ada pengunjung rumah sakit yang lewat, atau perawat yang lewat.

"Mau bicara apa, dok?" gue buka pertanyaan dan langsung ke inti. Gue gak bisa lama-lama itu bukan karena alasan. Tapi Sean bentar lagi pulang, dan gue harus stay di rumah.

"Kamu ngunjungin Irene?" gue sedikit terkejut, karena dokter Chandra tau. Ya wajar sih. Toh, Irene sepupunya dokter Chandra. Jadi gue ngangguk aja dia nanya kayak gitu, "Kenapa?"

Gue menautkan alis, "Kenapa apanya, dok?"

"Kenapa kamu ngunjungin Irene setelah dia berbuat jahat sama kamu?"

Gue ber-oh ria, "Karena, kejahatan itu gak harus di balas kejahatan juga. Lagian, saya mau selesaikan semua sama Irene. Biar kedepannya, gak ada masalah lagi sama dia. Saya gak menyesal sedikitpun ngunjungin dia. Walau awalnya saya takut, tapi kalau saya takut terus, saya kelihatan kayak lari dari masalah,"

"Wajar kalau kamu benci Irene, Yoanna. Kamu gak perlu bohong sama diri kamu sendiri. Kamu benci kan sama dia?"

Gue menggeleng, "Menurut saya, membenci sesorang itu cuma buang-buang waktu. Yang ada, hidup saya penuh kebencian," gue ngeliat langit yang mataharinya udah ketutup sama awan hitam. Gue menghirup aroma dalam-dalam. Gue suka aroma sebelum hujan. Kalau kata Mama, hidung gue ini sensitif sama bau, kayak kucing. Bahkan, gue selalu tau ada kecoa di kamar karena nyium baunya.

married without love ✔Where stories live. Discover now