20

8.8K 537 102
                                    

Gue dan Sean berhadapan dengan dokter Chandra dan Irene. Sempat Irene mau duduk disamping Sean, tapi dengan cepat di tarik sama dokter Chandra. Gue masih menunduk, gak bisa ngeliat objek didepan gue. Sebenarnya mau nangis. Mata gue bahkan udah memburam karena airmata yang melesak ke luar, tapi gue tahan.

"Jadi?"

Irene merengek ke Sean dengan nada manjanya yang terkesan di buat-buat, "Aku mau nginap di unit kamu, Sean. Lagian, apartemen kamu strategis. Kemana-mana mudah,"

Sean menghebuskan nafas dan mengusap wajahnya kasar. Kejutan yang Irene siapkan, benar-benar gak guna. Bahkan Sean gak terkejut, "Karena saya udah punya istri, semua keputusan ada di tangan istri saya,"

Irene menggebrak meja, gak terima sama apa yang Sean sampaikan, "INI UNIT KAMU, SEAN! AKU MINTA IZIN KE KAMU, BUKAN KE ISTRI KAMU! APA SEKARANG ISTRI KAMU UDAH BELI UNIT KAMU?"

Sean nampak menggeram marah, "Kita gak seperti dulu, Irene. Saya sudah punya istri. Dan kamu masih berstatus istri sah Mino. Bukannya hal yang tabu, kalau saya yang mengambil keputusan? Biar istri saya yang mengambil keputusan. Dan, tolong sopan. Kamu berada di unit saya sekarang!"

Ada rasa lega di hati gue, karena Sean memberikan seluruh keputusan ke gue, "Jadi, gimana keputusan kamu, Yoanna?" tanya Sean. Gue mengangkat wajah dengan ragu. Yang pertama gue liat, dokter Chandra yang menggelengkan kepala pelan. Dia melarang gue menerima Irene. Gue menoleh ke Irene, wanita itu menatap gue dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Sean, dia sibuk meminum tehnya dengan santai.

"S-Saya.."

"Kamu di perbolehkan menjadi egois, Yoanna," potong dokter Chandra.

Irene terkekeh sarkas, "Jadi? Kamu mendukung perempuan ini buat nolak keberadaan aku disini, Chan? Aku jadi ragu sama hubungan darah kita,"

Gue mengerutkan kening. Kenapa jadi dokter Chandra yang kena amukan dia?

"Dimana Alea?" sekarang Sean yang nanya ke Irene.

"Sama papanya di Amerika. Kalau aku cerai sama Mino, jelas aku gak mau mengasuh Alea. Aku harus kerja buat menghidupi aku sendiri,"

Dokter Chandra mendengus, "Tapi kamu ibunya, Ren,"

"Mino juga papanya, Chan!"

Sean menoleh ke gue, "Jawaban kamu?" gue menggeleng pelan. Jujur, untuk sekali ini, gue mau mengutaman ego gue. Biarkan buat kali ini, gue menjadi egois, "Kamu gak mau Irene disini?" gue mengangguk. Sean dengan cepat melihat Irene, "Istri saya gak mau kamu disini. Dan saya setuju dengan istri saya. Kamu punya apartemen lain, Ren. Atau kamu bisa menginap di tempat Chandra,"

Irene membelalakkan matanya, "Sean! Apartemen aku jauh dari sini. Dan Chandra, unit Chandra cuma punya satu kamar. Aku rasa, hal ini gak perlu di diskusiin. Aku cuma mau perizinan dari kamu Sean. Pemilik sah unit ini! Bukan istri kamu!"

"Dia istri saya, Ren. Segala hal milik saya, milik dia juga. Kalau kamu gak bisa hargain keputusan istri saya, sama aja kamu gak ngehargain saya,"

"SEAN!"/"IRENE!" bentak Irene dan dokter Chandra bersamaan.

"HENTIKAN SEMUA INI, OKAY? KAMU BISA PAKAI TEMPAT TIDUR AKU! DAN AKU BISA MENGINAP DI RUMAH SAKIT!" gue ngeliat gimana dokter Chandra marah dengan nada tingginya, "MAU BERAPA HARI KAMU MENGINAP? SATU HARI? SATU MINGGU? SATU BULAN? AKU BISA KASIH UNIT AKU KE KAMU! TAPI KAMU GAK PERLU KOLOT UNTUK TINGGAK DI UNIT SEAN! KAMU GAK DENGER SEAN NGOMONG APA? APA PERLU AKU BAWA KAMU KE RUMAH SAKIT DAN OPERASI TELINGA KAMU?" bentak dokter Chandra dengan nafas tersengal-sengal.

Bahkan, Sean terlihat mematung melihat ekspresi marah dokter Chandra. Rahangnya mengeras. Giginya bergemeletuk. Sorot matanya penuh ketajaman. Sekarang gue percaya, orang yang murah senyum bakal beribu kali menakutkan kalau marah.

married without love ✔Where stories live. Discover now