05

9.4K 641 55
                                    

Gue bangun pagi-pagi buta. Gue ngeliat bi Sum udah ada di dapur. Sejenak gue mikir, bi Sum ini asisten rumah tangga yang sistemnya pulang ke rumah atau menetap di rumah majikannya. Selagi gue mikir, bi Sum nyapa gue, "Pagi, cah ayu. Istri idaman, ya. Bangunnya selalu pagi," gue senyum terpaksa ke bi Sum.

Gue cuma ngambil selembar roti yang di panggang bi Sum sama selai coklat, "Bi, aku mau pergi ke rumah sakit,"

"Pagi gini, cah ayu? Mau ngapain? Dokter aja kayaknya belum pada bangun,"

Gue ngeliat jam dan emang baru setengah enam pagi. Tapi gue gak bisa di unitnya Sean. Gue takut Sean bahas masalah kemarin. Gue emang udah siap dengan titel janda nanti. Tapi apa dia terima? Kalau dia gak terima, bisa-bisa gue diomelin sama dia. Semalam aja, dia ngetuk pintu gue beberapa kali.

"Mau ambil mobil. Masih di parkiran rumah sakit, bi. Saya kemarin pulang sama kak Sean," bi Sum cuma ber-oh ria.

Selesai ngolesin selai, gue pamit sama bi Sum, "Naik apa ke rumah sakitnya, cah ayu?"

"Bisa ngojek kok, bi. Berangkat ya, bi. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Keluar dari apartemen, gue langsung pesen ojek online, dan gak pakai lama, abangnya udah standby. Selama di perjalanan, gue di introgasi sama abang ojeknya. Mungkin abang itu curiga gue kayak wanita panggilan yang butuh uang buat biayain keluarga di rumah sakit, karena tujuan gue ke rumah sakit. Sialan!

Gue bayar pakai saldo gopay gue dan ninggalin abangnya gitu aja. Gue masuk ke lift lantai 5 dimana ada ruangan mama di rawat. Pintu lift hampir ketutup, tapi dari jauh gue liat dokter Chandra lari-lari sambil bilang, 'STOP!! JANGAN DI TUTUP DULU'. Reflek gue mencet tombol biar pintunya gak jadi ke tutup.

Dokter Chandra ngos-ngosan, nafas dia gak teratur sambil bungkuk megang lututnya. Sedangkan gue senyum aja liat dokter Chandra posisinya lagi kayak gitu, "Capek, dok? Harusnya gak perlu lari-larian," gue ngambil aqua yang sempet gue beli di kantin rumah sakit dan belum gue minum sedikitpun. Gue nyodorin ke dokter Chandra. Dia akhirnya berdiri tegak buat ngeliat gue, "Di minum aja, dok. Saya belum minum, kok,"

Dokter Chandra ngacak rambut gue, "Saya lagi puasa sunnah,"

Gue benerin rambut gue yang di acak, "Maaf, dok. Saya gak tau,"

Dokter Chandra lemparin senyum ke gue, "Gak apa. Gimana keadaan kamu? Udah membaik?"

"Alhamdulillah. Berkat dokter juga,"

"Besok-besok kalau sakit jangan suka bohong. Ngomong aja kalau lagi sakit," gue cuma ngangguk, "Lantai 5? Udah sampai. Salam buat ibu Hapsari," gue ngangguk dan bungkuk sedikit buat ngasih hormat ke dokter.

Gue buka pintu ruang inap mama dengan pelan. Mama masih tidur, dan gue nunggu di sofa yang udah tersedia. Papa pasti udah balik, karena mau lanjut kerja. Gue buka novel lama yang belum gue lanjut. Gue terhanyut dalam cerita itu. Iya, rata-rata cerita di novel gitu-gitu aja. Percintaan dan konflik. Action, thiller, horror, romance. Beberapa novel juga punya alur yang happy ending.

Waktu gue kuliah, gue pernah baca novel yang buat gue baper. Dimana, suami itu selalu menganggap istri itu bagaikan ratu. Gue dulu juga berharap punya kisah yang manis kayak gitu. Cuma kenyataan menampar keras ke gue. Dengan titel janda nanti, gue gak yakin masih ada cowok yang mau jadiin gue istri. Siapa yang demen sama bekasan? Pikir orang mungkin kayak gitu. Kenyataan? Gue masih suci, cuma ternoda sama status pernikahan aja.

"Yoanna?" gue beralih dari novel ke sumber suara yang manggil gue.

Gue beranjak dan berjalan mendekat ke mama, "Mama udah bangun? Mau sarapan?"

married without love ✔Where stories live. Discover now