Extra Part

3.1K 90 4
                                    

Audrey mencelup-celup kantong teh nya ke dalam cangkir berwarna putih. Pandangannya tak lepas dari notebook yang isinya warna-warni ini. Ini hari ke tiga ia menjadi mahasiswa baru di sebuah universitas yang diidolakan semua orang.

Audrey tidak perlu menunggu lama, atau mengikuti beberapa tes untuk memasuki universitas ini. Ia hanya mendapatkan surat undangan dan ia sudah bisa duduk di sini tanpa harus mengikuti tes yang katanya susah.

"Eh, tanggal berapa sekarang?" teman samping Audrey bertanya.

Audrey menekan jam pintarnya dan melihat tanggal di sana, "tanggal 22."

Audrey terus menatap jamnya, dan teringat akan sesuatu hal yang berhasil membuatnya terpaku sekaligus melemas. Untuk saat ini ia belum lupa tanggal bersejarah itu. Tanggal dimana ia merasa bahagia, sekaligus tanggal dimana ia akan memulai rasa sakit yang tak terduga seperti sekarang.

Audrey membuka bukunya, menelaah satu per satu pelajaran yang sudah diberikan seharian ini. Di sini, di kafe dengan nuansa serba cokelat, Audrey memilih untuk duduk dan memutuskan duduk di bangku paling pojok.

Audrey yang sekarang adalah Audrey yang pendiam. Bukan Audrey yang bisa bergosip ria dengan sahabat-sahabatnya seperti dulu. Sekarang ia sendiri, tidak ada teman, ralat, teman-temannya akan datang jika ada tugas yang belum dimengerti, dan pergi jika sudah mengerti.

Inilah Audrey, terlalu baik ke semua orang.

"Eyke boleh duduk di sini ga cyin???" Suara lemah gemulai sekaligus menjijikan itu terdengar sangat jelas. Membuat Audrey menoleh kaget.

"Bo... boleh."

"Kayanya lu ga bosen-bosen ya sama yang namanya belajar, hadehhh," lelaki yang berias seperti perempuan itu meletakan barangnya satu per satu ke atas meja.

Audrey kenal siapa dia. Dia adalah teman sekelasnya yang memang agak 'belok'.

"Ini fokus belajar, atau lagi melampiaskan sesuatu nih cyin?" Goda Berta yang membuat Audrey geleng-geleng kepala.

"Apasih Ber! Sotau deh..."

"Bukan gitu ya Drey, gini-gini gue juga laki lho... pernah nyakitin cewe juga."

"Hahahah," Audrey memukul lutut Berta gemas.

"Dan menurut eyke nih, lu itu lagi berusaha melupakan sesuatu, dan melampiaskan ke tugas kuliah lu ini, eyke bener ga nih cyin?"

"Salah! Gue ngerjain tugas bukan karena apa-apa kok! Sotau deh lu!" Bantah Audrey mengelak.

"Udah ya Ber, gue duluan. Dadah Berta..." Audrey melambaikan tangannya dan buru-buru meninggalkan Berta, sebelum ia bisa meramal dirinya lagi.

"Duh barang bawaanya banyak banget sih, Drey? Tenang... nanti ada mobil di depan," ujar Berta, saat Audrey baru saja menggenggam handle pintu untuk dibuka.

Ah mungkin taksi.

Audrey berdiri di pinggir jalan, menunggu salah satu taksi kosong masih tersisa untuknya di sore hari ini.

Biasanya Audrey diantar-jemput oleh kakak kesayangan, yakni David. Tapi semenjak Audrey menjadi mahasiswi, David sudah pindah ke Paris dan hidup di sana dalam jangka waktu yang lama. Alhasil sekarang Audrey harus mandiri, dan tidak boleh cengeng.

"Sini gue bawain," Tangan Audrey langsung terasa ringan saat salah satu tasnya diambil oleh seseorang yang belum ia lihat wajahnya.

"Gausah..."

Adam dan Audrey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang