31. Tawaran?

1.4K 102 6
                                    

Langkahmu selalu terarah dengan tujuan yang jelas. Sedangkan aku?
Aku hanya perlu mengikutimu lebih giat, agar tak selangkahpun aku terlewat.

_selalu ada

Satu kata untuk menggambarkan kalimat tadi.

Sampah.

Milen kembali meremas kertas origami yang dibentuk pesawat-pesawatan itu, hingga berubah bentuk menjadi gumpalan kecil dan melemparnya sembarang.

Namun sayang, gumpalan kertas tadi terselip diantara jejeran buku di rak miliknya.

Ah, sudahlah. Terlalu malas untuk bangkit dan membuangnya di tempat yang seharusnya.

Baru saja Milen membuang satu, kini ia menemukan satu lagi dalam tas gendongnya.

"Ulah siapa sebenernya sih, awas aja kalo ketemu nanti! "

Tak urung ia kembali membuka pesawat kertas itu, disana tertulis kalimat yang membuat Milen mengernyitkan dahinya, heran.

Len, coba deh sekali-kali kamu lihat kebelakang. Gak ada salahnya kan?
Supaya aku gak cuma lihat punggung kamu terus.

Lah, bodo amat.

Milen tidak ingin peduli sama seklai dengan semua kalimat-kalimat yang ia sendiri, anggap sebagai sampah. Menurutnya orang yang menulis semua itu hanya membuang-buang uang jajan miliknya, bukankah lebih baik ditabung atau untuk hal yang lebih penting.

Tok!! Tokk!!

Suara ketukan pintu kamarnya, membuat Milen urung untuk membuangnya lagi.

"Abang... Buru, calon bini lu dateng nih."

"Siapa? "

"Yeelah, sape lagi. Tetangga rempong lu lah."

Huhh. Kali ini Milen menyesali ucapannya kala itu, "tetangga" siapa lagi kalau bukan... Milly.

Milen mendengus malas,

Sepertinya ia harus cepat-cepat memikirkan bagaimana cara supaya Milly menyudahi semua ini. Milen sudah tidak tahan lagi.

Setiap sabtu malam, Milly pasti datang, bahkan lebih awal dari jam yang sudah dijanjikan.

Rencana belajar, tapi yang dia lakukan hanya memandangi Milen dengan wajah yang... Aneh menurut Milen. Entahlah.

Intinya Milen harus. Segera. Menyudahi ini.

"Hari ini kita belajar matematika, dan lo harus serius." tegas Milen sembari menyimpan buku-buku miliknya dimeja.

"Siap boss. " hormat Milly.

"Belajar yang bener. Gue gak mau ulangan besok lo dapet rendah, dan gue selaku tutor lo merasa terhina. Ngerti."

"Gak ada yang namanya main-main, bercanda, apapun itu." Milly hanya manggut-manggut saja.

Merasa sudah jelas, Milen mulai membuka bukunya begitu juga Milly yang tiba-tiba jadi penurut. Yah, kita lihat saja 5 menit lagi.

"Coba lo kerjain latihan soal nomor 7-9."

Milen memilih sibuk dengan bukunya sendiri sambil mengetukan pulpen pada meja, sembari mengawasi Milly.

Matanya memang terarah pada buku, tapi pikirannya menerawang jauh, memikirkan rencana tadi.

Tiba-tiba Milen menegakkan tubuhnya, ia menemukan ide.

INTUISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang