Bahkan Thomas Alva Edison tidak hanya sekali dua kali gagal, tapi berulang kali. Jadi aku tidak peduli seberapa kali kamu menolak, sesering itu pula aku membrontak.
•Millynea Alsava•
🐾🐾🐾
Satu jam...
Dua jam...
Tiga jam...
Masih sama seperti pertama kali Milly mendudukan dirinya di sofa hitam milik keluarga Milen.
Yah, sekarang Milly tengah menunggu Milen untuk menepati janjinya. Belajar bersama, tidak. Tepatnya mengajari Milly, bukankah Milen sudah terkenal dengan otak cerdasnya, jadi untuk apa ia susah dalam hal belajar?
Lama Milly menunggu, sebenarnya ini diluar kesepakatan jamnya tadi, tapi apa salahnya jika datang lebih awal bukan?
Selekas membersihkan diri, Milly langsung saja lari menuju rumah Milen sampai sekarang ini, Milly masih setia menunggu.
"Gio pulang." si bungsu masuk kedalam rumah dengan wajah lusuh, membuat Milly bertanya-tanya.
"Gio kenapa mukanya lecek gitu?" bungsu terperenjat karena suara Milly, namun kembali menormalkannya.
"Ngapain kakak disini?" kan abang sama adek gak jauh beda, ditanyanya apa jawabnya apa. Ck.
"Nunggu abang kamu, mau belajar bareng." jawab Milly dengan senyum jumawanya.
Gio tergelak seketika, Milly mengerutkan kening heran. "Kenapa?"
"Kakak kalo mau ngelawak sama semut aja deh, palingan mau modusin bang Milen kan?" Milly cengengesan saja menanggapi celetukan Gio, memang itu sebagian dari niatnya sih, duh ketahuan calon adepar kan.
Seketika senyum Milly hilang setelah melihat darah kering pada siku tangan Gio. "Tangan kamu kenapa? "
Gio terlihat gelagapan, belum sempat ia menjawab pertanyaan Milly, Bunda Milen datang menghampiri sembari membawa cemilan dan jus apel kesukaannya.
"Wahh.. Enak nih bun, pasti buat Gio kan. Makasih, bunda baik deh." belum sempat Gio menyimit cemilan, bunda sudah menjauhkan wadahnya.
"Ini buat temen Milly nunggu abang kamu, udah sana kamu ganti baju." Gio cemberut.
"Milly jangan lupa dimakan ya, bunda mau lanjut dulu." Milly tersenyum sembari berterimakasih.
"Eh, kamu belum jawab kenapa?"
"Kepo." pasti. Apalagi kalau menyangkut keluarga Milen.
"Ishh.. Tinggal jawab apa susahnya sih."
Gio memutar bola matanya malas. "Jatuh."
Singkat, padat, dan jelas. Persis sang kakak bukan?
"Rincinya."
"Gak ada."
"Huhh, mana ada jatuh doang sampe sebadan lusuh gitu, pasti berantem kan kan? Ayo ngaku."
Gio heran kenapa bisa ada spesies seperti Milly di dunia ini, menyebalkan.
"Dibilang gak ada penjelasan juga, jatuh terus bangun terus pulang deh. Selesai."
Milly menyerngitkan kening, masih tidak percaya. "Mau aku bilang sendiri atau aku bantuin ngomong sama bunda, kalo anak bungsunya beratem." tawar Milly.
Karena merasa tidak ada reaksi dari gertakannya Milly pun beranjam menemui Bunda Milen di dapur. Belum sempat ia mencapai dapur, tangannya sudah ditahan oleh Gio.

KAMU SEDANG MEMBACA
INTUISI
Roman pour Adolescents"Kenapa lo selalu mengusik hidup gue!" "Karena aku suka sama kamu." "Jauh-jauh dari hidup gue!" "Gak bisa. Intuisiku ngarahnya ke kamu, apa masih kurang jelas?" ~~~ Ini adalah kisah dimana perjuangan, pengorbanan, dan pengharapan seorang -Millynea A...