"Gue udah mutusin buat mindahin Quiesha minggu depan."
Petra langsung meraih kerah baju Sean,"lo bilang apa?" Ucapnya menahan marah.
"Gue. Pindahin. Quiesha. Minggu. Depan. Jelas?" Balasnya tenang.
Petra semakin mengeratkan tarikannya pada kerah baju Sean. Wajahnya semakin memerah. Jujur, Sean sangat tidak menyukai keadaan seperti ini. Mana Petra yang selalu menjadi mood boosternya? Mana Petra yang selalu ceria.
"Astaga. Petra lepas, lepas! Lo mau bunuh Sean ya!" Naya yang melihat kejadian itu sehera menarik tangan Petra dan mengecek singkat keadaan Sean.
"Kamu ga apa-apa?" Tanya Naya memastikan. Ah, rasanya Sean bisa melupakan apa yang udah dilakuin Sean karena satu kalimat tanya dari Naya. Pria itu tersenyum dan menggeleng singkat.
"Aku engga apa-apa kok."
"Tapi tadi Petra narik kerah kamu sampe kayak gitu. Beneran ga apa-apa?" Naya masih saja terlihat khawatir.
Sean tersenyum lagi,"aku ga apa-apa. Percaya deh. Petra cuma lagi emosi. Ya kan Pet?"
"Yang kayak lo emang pantes dimatiin sih." wah, sayangnya jawaban Petra membuat suasana canggung bercampur kaget. Seorang Petra berkata seperti itu?
"Petra! lo kok ngomongnya gitu!"
"Ya lo tanya aja sama tunangan lo itu. Kenapa gue bisa sampe semarah ini." Balas Petra lagi. Mata pria itu tak ada yang menatap lawan bicaranya. Arah pandangnya hanya terpaku pada segelas iced Americano three shoot Starbucks andalannya.
Sebenarnya dari awal Sean salah. Tidak seharusnya lelaki itu kembali membicarakan hal yang sangat sensitif seperti ini disaat hubungan mereka tidak ada yang baik-baik saja. Naya menatap Sean dengan kening berkerut.
"Maksudnya?"
Sean berdehem pelan sebelum kembali bersuara."nanti aku jelasin ke kamu."
Belum sempat Naya menjawab, Petra sudah duluan berbicara,"kenapa harus nanti? Sekarang ajalah. Dan lo Nay, gue yakin kok reaksi lo ga bakal jauh-jauh dari gue."
"..."
"Nay, aku jelasinnya nanti aja di rumah sakit ga apa-apa kan?" Sebisa mungkin Sean mengabaikan Petra yang terus berusaha mengompori Naya. Dirinya tidak ingin terjadi pertikaian yang lebih dari ini. Petra sendiri kan yang bilang kalau dia harus jujur.
"Kalo di rumah sakit ya nanti Quiesha denger dong bodoh. Masa mikir gitu doang ga bisa. Oh lupa, otak hasil give away sih." Ucap Petra acuh.
"LO KENAPA SIH?"
"Emang gue kenapa? Emosi banget lo." Lagi, Petra semakin berucap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Sean, bener kata Petra. Kamu jelasinnya disini aja. Ga enak kalo Quiesha denger nanti dia marah lagi," pinta Naya.
"Tapi Nay," agak ragu Sean menjawab.
"coba jelasin ini ada apa. Aku bingung liat kalian berdua kayak gini, aneh tau ga?"
Belum sempat Sean menjawab, Petra kembali tertawa mengejek singkat sembari menyesap minumannya. Dengan menarik nafas singkat, Sean membuka suara. Dalam hati berharap agar Naya tidak memberikan reaksi yang sama seperti yang diberikan Petra. Karena jujur, Sean merasa terpuruk dan tersudutkan saat ini, ditambah belum ada orang yang memberinya respon positif terkait apa yang diputuskannya.
"aku mau bawa Quiesha pindah Nay, ke Amerika."
"Sean serius? Sumpah? Oh my god. Akhirnya kamu mau nemuin mereka berdua gitu kan? Aku dukung kamu yan!" respon yang diberikan Naya memang luar biasa. Sean yang semula tertunduk segera mengangkat kepalanya, seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby,Good Night! (Completed)
FanficCukup. Hanya itu. Cukup bahagia, cukup tertawa. Hingga kecewa dan sedihpun tak akan terlalu terasa dalam dan menyakitkan. ''Harusnya dulu, gue ga memaksa keadaan untuk di samping dia setiap waktu'' Dan ketika katanya keajaiban itu hanya datang sekal...