Shame on Me

291 37 21
                                    

Pagi yang indah, pagi yang cerah. Quiesha berada dalam mood yang sangat yang baik pagi ini, setelah sudah sekian lama menghindar dari Naya dan Sean membuatnya rindu. Selama dalam masa menenangkan diri Quiesha hanya berinteraksi dengan suster dan Petra.

Jika masa-masa kambuhnya, maka Petralah yang menggantikan Sean. walaupun demikian hubungan petra dan Sean masih bisa disebut belum membaik, ya apalagi kalau bukan karena gengsi. Bukan Sean, tapi Petra. Beberapa kali Sean mengajaknya bicara, Petra masih enggan. Topik pembicaraan merekapun hanya sebatas "tolong temenin Quiesha" atau "jagain Quiesha sebentar."

Pernah sekali ketika Quiesha kambuh Sean dengan gagah beraninya menampakkan diri karena saat itu tidak ada suster yang bisa menanganinya dan Petra sempat tidak bisa dihubungi. Bukannya senang, Quiesha malah semakin menangis ketakutan. Bahkan gadis itu pernah melempari Sean, dan tentu saja hal itu membuat Sean sedih. Sehingga sejak saat itu Sean hanya memantau Quiesha dari jauh, seperti Naya dulu. memperhatikan Quiesha dari balik dinding kadang ditemani Naya.

Quiesha tau apa yang dilakukannya kemarin-kemarin membuat semua orang sedih, terutama Sean. sejujurnya hati Quiesha juga ikut sedih melihat kekecewaan di raut wajah Sean, tapi mau bagaimana, dia sendiri bahkan tidak mengerti keadaannya. Quiesha memilih bertemu Naya terlebih dahulu. Meminta maaf atas semuanya dan sekarang gadis itu berencana mendatangi ruangan Sean. Waktu masih menunjukkan pukul 7, berarti Sean belum berangkat ke kantor.

Wajah sumringah dan langkah semangat menemaninya. Tak lupa sebungkus coklat yang kemarin dititipnya pada salah satu perawat. Saat Quiesha sampai didepan ruangan Sean, gadis itu malah menemukan seorang suster yang sedang membawa barang Sean yang sepertinya tertinggal dan mengunci kembali ruangan itu.

"Suster. Kok pintunya suster kunci?"

"Halo mbak, selamat pagi. Iya mbak. Soalnya dokter Sean udah dikantor." Balas perawat itu ramah.

"kak Sean udah di kantor? Jam segini? Masih jam 7 loh sus," jawab Quiesha lagi. Suster itu sempat terkaget mendengar panggilan Quiesha untuk Sean. suster bahkan mengkerutkan keningnya, meyakinkan diri bahwa apa yang didengarnya tidak salah.

"Halo sus?" panggil Quiesha sambil mengayunkan tangannya didepan wajah suster.

"Eh iya mbak Quiesha-"

"How many time i told everyone that my name is Shaki. Don't you remember? Suster tiap hari ketemu aku loh. Kenapa masih sebut nama itu. Aku ga suka!"

"Maafin suster ya mbak Shaki. Maaf tadi suster ngelamun, suster janji ini yang terakhir." Jawabnya. Dia tidak salah dengar tadi, dengan jelas Queisha menyebut nama dokter Sean dengan kak Sean bukan Enji. Susterpun merasa tidak enak hati melihat perubahan raut wajah Quiesha.

"Iya gapapa kok asal ga diulang hehe."

Hampir aja, rutuk sang perawat dalam hati. Karena kalo sampe Quiesha ngamuk lagi sepagi ini, wah bisa gawat.

"Oh iya, tadi mbak nanya dokter Sean kan?" tanyanya dan dibalas anggukan semangat Quiesha.

"Kayaknya dokter Sean ga pulang dari kemarin malem."

"APA?" Quiesha shock. Yaiyalah. Ga biasanya Sean sampai ga pulang.

"Hmm.. yaudah deh. Tapi bisa tolong telfonin kak Sean ga sus?" Tanya nya jati-hati. Entah, semakin hari perubahan mood Quiesha semakin tidak menentu. Kadang baik, kadang manis, kadang datar dan dingin. Dan sang susterpun yakin bahwa yang dia dengar tadi juga tidak salah.

"Sebentar ya mba, saya coba telfonin dokter Seannya, soalnya tadi dokter Sean juga nelfon pak rahmat." Quiesha mengangguk patuh. Dia memperhatikan setiap gerak gerik perawat menghubungi Sean. Takut di bohongin kali ya? Hehe, maklum.

Baby,Good Night! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang