"Kok kalian lama?" Edgar dan Neira yang baru sampai sudah mendapatkan pertanyaan dari Tiana, ibu Edgar. Bagaimana dia tidak bertanya, Edgar dan Neira baru pulang jam 7 malam dari waktu mereka pergi jam 12 siang.
"Ma, tanya tanyanya nanti aja! Neira udah capek!" Jawab Edgar. Tiana yang melihat wajah lesu Neira pun langsung mengantarkan Neira ke dalam kamar tamu. "Ayo nei, mama antar!'' Neira pun mengangguk dan berjalan beriringan dengan Tiana.
Setelah mengantar Neira masuk ke kamarnya, Tiana berniat akan berbicara kepada Edgar. Ia menghampiri Edgar yang terduduk di sofa sambil membuka dua kancing atas kemejanya. Ia duduk disebelah Edgar dan memulai sesi pertanyaan. "Jelasin, kenapa Neira bisa hamil?" Tanya Tiana yang menurut Edgar tiba tiba.
"Ma, Edgar gak bisa cerita! Pokoknya semua ini salah Edgar," Jawab Edgar singkat.
"Terus, kenapa kamu lama? Hanya ambil baju saja lama!" Pertanyaan kedua dari Tiana membuat Edgar menarik nafas dulu untuk menjawabnya.
"Edgar tadi ngajak Neira ke rumah bibinya. Tapi pas sampe disana malah Neira diusir dan gak dianggap lagi. Terus Neira nangis, Edgar merasa bersalah ma. Edgar gak tega liat Neira, dia udah sebatang kara," Jelas Edgar yang membuat Tiana sedikit terkejut karna mendengar Neira diusir kembali oleh bibinya.
"Inget kata mama ya Edgar! Sampai kamu nyakitin Neira, sedikit aja, kamu bakal berurusan sama mama! Liat! hidup gadis polos itu tanpa bersalah sudah hancur! Jagain dia dan juga cucu mama!" Peringatan Tiana kepada Edgar sebelum akhirnya ia berdiri dan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam membantu bi Iyah, pembantu di rumah Edgar.
Edgar pun melamun memikirkan sesuatu. Aneh, tapi nyata seorang Edgar bisa bersikap lembut kepada orang yang jelas jelas ia belum terlalu mengenalnya. Entah apa yang ia rasakan, saat memeluk Neira tadi ada rasa nyaman ditubuhnya. Saat melihat Neira menangis, ada rasa sakit juga menyertainya. Tapi ia berfikir itu semua karna ia merasa bersalah, namun lain dengan hatinya.
Saat ia mendengar bahwa Neira siap merawat anaknya sendiri dengan mengorbankan sekolahnya, membuat ia terkagum. Saat ia mendengar bahwa Neira tidak mau membuat Edgar tersiksa walaupun karna kesalahan Edgar sendiri, membuat ia berfikir Neira adalah gadis kecil berfikiran dewasa. Tidak menutup kemungkinan, gadis seumur Neira akan memohon mohon pertanggung jawaban bahkan ada yang sampai menggugurkan kandungannya, namun lain dengan Neira yang siap menerima takdir. Walaupun ia harus merasakan siksaan lahir dan batin.
"EDGAR PANGGIL PAPA JUGA NEIRA! MAKAN MALAM SUDAH SIAP!" Teriakkan Tiana membuat Edgar terbangun dari lamunannya.
Edgar pun bergerak menuju kamar ayahnya dan menyuruhnya untuk makan malam. Setelah mendapatkan anggukan dari ayahnya, Edgar pun beralih menuju kamar tamu yang di dalamnya terdapat Neira.
"Nei!" Panggil Edgar sambil mengetuk pintu kamar Neira.
Saat panggilan kedua Edgar tak kunjung mendapatkan sahutan dari Neira, ia pun langsung melenggang masuk ke dalam kamar itu. Ia melihat Neira yang masih dengan seragam SMA-nya sedang berdiri menghadap ke luar jendela dengan dunia melamunnya. Ia mendekat dan menyentuh bahu Neira dan Neira pun menengok.
"Makan!" Ucap Edgar. Namun, Neira menggelengkan kepalanya lemah. Edgar mengernyit, heran kenapa Neira menggelengkan kepalanya. "Kenapa gak nafsu?" Tanya Edgar yang mendapat anggukan lemah dari Neira.
"Kamu harus makan nei! Inget ada bayi di sini!" Ucap Edgar seraya ingin mengelus perut rata Neira, namun Neira menolaknya. Sikap Neira tersebut membuat Edgar terheran, namun ia memaklumi.
Edgar terdiam sebentar sampai akhirnya ia mulai bicara kembali. "Sekarang ganti baju, terus aku tunggu di depan kamar!" Ucap Edgar sambil berjalan pergi keluar dari kamar Neira.
Setelah 5 menit, Neira keluar dengan kaos serta celana tidurnya. Ia menemukan Edgar yang menunggunya di depan pintu kamarnya. Setelah Edgar mengajaknya, Neira pun mengikuti Edgar di belakangnya.
Sesampainya mereka di meja makan, Neira sudah melihat kedua orang tua Edgar. Tiana ibu Edgar tersenyum sambil menuangkan nasi di piring Tyo, ayah Edgar. Sementara Tyo yang masih terfokus pada layar handphonenya membuat Neira merasa canggung. Setelah mendengar kemarahannya saat tau Edgar menghamili Neira, membuat Neira berfikir ayah Edgar tidak suka padanya. Namun, di detik kemudian Tyo menengok ke arah Neira dan tersenyum. Mendapat senyuman Tyo membuat Neira sedikit lega dan nyaman.
"Neira sini duduk dekat mama!" Ucap Tiana seraya menepuk nepuk kursi di sebelahnya. Neira pun mengangguk dan menduduki kursi tersebut. Sementara Edgar, ia menduduki kursi yang bersebrangan dengan Tiana.
"Neira, mau makan apa?" Tanya Tiana yang mengangkat piring Neira yang sudah di sendokan nasi olehnya.
Neira menggeleng, membuat Edgar menatapnya. Tiana yang menerima gelengan Neira pun terheran. "Kenapa? Mual?" Tanya Tiana dan mendapatkan anggukan kecil dari Neira.
"Ibu hamil, memang seperti itu sayang. Mama juga seperti itu waktu hamil. Tapi, kita harus paksakan, agar bayinya sehat dan tetap mendapat gizi!" Jelas Tiana dengan gerakannya mengambil lauk pauk ke atas piring Neira yang sudah ia beri nasi.
Edgar yang melihat Neira enggan makan, membuatnya sedikit geram. Ia berdiri dari kursinya dan menghampiri Neira. Ia duduk di kursi sebelah Neira, karna meja makan di rumahnya terdapat 8 kursi. Ia mendekatkan kursinya ke arah Neira.
"Buka mulutnya! A...!" Suruh Edgar. Edgar yang geram karena Neira enggan makan, membuatnya ingin memasukkan sendiri makanan tersebut ke dalam mulut Neira.
Neira menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak mau. Namun, Edgar tetap mekasanya dan memasukkan makanan tersebut ke dalam mulut Neira.
Tiana dan Tyo yang melihat tingkah Edgar membuatnya tersenyum. Karna selama Edgar pacaran, tidak pernah sekalipun ia bersikap romantis. Semua mantan pacarnya ia manjakan dengan uang dan uang. Semua mantan Edgar, selalu meminta dan meminta. Edgar pun selalu menuruti. Tiana selalu memperingati Edgar bahwa mantan mantannya itu tidak baik. Namun, Edgar tidak peduli. Toh baginya uang yang ia berikan tidak seberapa.
Tiana dan Tyo bisa melihat kalau Neira bukanlah gadis yang seperti itu. Mereka yakin Neira adalah gadis polos yang suci. Kalau begitu, mereka berfikiran bahwa Edgar akan mendapatkan perempuan yang benar.
"Dgar, pelan pelan!" Ucap Tiana, karna Edgar telalu cepat menyuapkan makanan ke dalam mulut Neira. Edgar yang mendengar ucapan Tiana pun meperlambat geraknya. Hingga, saat suapan ke lima, Neira terbangun dan pergi menuju kamar mandi lantaran perutnya mual.
Setelah melihat Neira pergi menuju kamar mandi, Edgar pun mengejarnya. Ia mengurut tengkuk Neira untuk mempermudahkannya memuntahkan apa yang ingin Neira muntahkan.
Setelah merasa cukup Edgar membawa Neira ke kamarnya dan menyuruh Neira beristirahat. Setelah melihat Neira tertidur, Edgar pun keluar dari kamar Neira dan berjalan menuju meja makan kembali.
"Gimana Neira? Sudah tidur?" Tanya Tiana yang sedang membantu bi Iyah membereskan meja makan. Edgar pun menganggukan kepalanya.
"Kamu mau makan?" Tanya Tiana. Edgar pun tampak menimang nimang. Terlintas di fikirannya menginginkan sesuatu, entah kenapa dia sangat ingin.
"Ma, Edgar mau rujak!" Mendengar kemauan Edgar, membuat Tiana terkejut dan langsung tersenyum.
"Sepertinya bakalan kamu yang mengidam nih dgar!" Goda Tiana yang langsung menuju dapur untuk membuatkan rujak untuk Edgar. Untung saja ia mempunyai sedikit buah yang bisa untuk dijadikan rujak dan bahan bahan untuk membuat sambalnya.
Edgar mengernyitkan dahinya. 'Masa cuma mau makan rujak disebut ngidam? Yang hamilkan Neira harusnya yang disebut ngidam ya Neira' batin Edgar. Edgar pun tidak memperdulikannya, yang terpenting ia dapat memakan rujak. Itulah kemauannya sekarang. Dan ia mau itu dituruti.
•••
Annyeonghaseyo!!!
Othor in mida again!!!Othor mau nanya nih, ceritanya semakin gak jelas gak sih??? Aku bingung syekalih!!! Mohon komennya ya!!!
Oke sekian dulu!!! Gomawo!!!😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...