Edgar mengerjapkan matanya dan meraba samping tubuhnya dan tak mendapatkan tubuh Neira disana. Lalu ia mendudukkan tubuhnya dan melihat Neira yang sedang merapihkan bajunya ke dalam tas besar miliknya.
"Kamu mau kemana?" Edgar ketakutan Neira akan pergi apalagi mengingat mimpinya yang semalam.
"Aku mau_" Belum sempat Neira menyelesaikan ucapannya, Edgar sudah mengambil tas miliknya.
"Gak, kamu gak boleh pergi," Edgar kembali memasukkan pakaian Neira ke dalam lemari.
"Kak!" Tekan Neira yang menandakan agar Edgar tidak kembali menaruh bajunya ke dalam lemari.
Tak lama dari itu, Tiana dan Tyo masuk ke dalam kamar Edgar karena pintunya tidak di tutup. Mereka menghampiri Neira dan Edgar.
"Ada apa ini?" Tanya Tyo yang melihat Edgar dengan keukeuh menaruh baju Neira ke dalam lemari sedangkan Neira yang berusaha merebut tasnya.
Merasa suaminya tidak dihiraukan, Tiana mengambil tas itu dan menaruhnya ke atas ranjang. Tiana terlihat marah dengan melipat tangannya di depan dadanya. Edgar dan Neira hanya menatap Tiana dengan wajah takut.
"Kenapa kalian? Kaya anak kecil aja berebutan," Tiana sengaja meninggikan suaranya.
"Neira mau pergi ma, dia gak bilang sama Edgar," Edgar juga sedikit meninggikan suaranya.
"Aku mau bilang tapi kakak kan masih tidur," Ucap Neira lembut khas suara pelannya.
"Sudah, kalian tuh ya. Edgar, Neira mau tinggal sama mama, kamu juga!" Geram Tiana.
Edgar yang mendengar perkataan Tiana pun terlihat terkejut. "Kenapa mau tinggal sama mama?" Edgar menatap Neira.
"Karna kalian kaya gini! Bertengkar terus!" Tyo ikut dalam pembicaraan itu.
"Mama tau kalian punya masalah, tapi selesaikannya gak kaya gini. Kalian bicarakan baik-baik. Mama tau kalian baru nikah, makanya mama suruh kalian tinggal sama mama, agar kalian ada yang nasihati," Ucap Tiana seraya ia duduk di pinggir ranjang Edgar.
"Tapi gak perlu sampe tinggal sama mama kan?" Edgar duduk di sofa, sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya.
"Dgar, kalian masih muda. Kalian pasti akan terus-terusan bertengkar. Jadi kalian butuh orang dewasa yang nasihati kalian," Tyo ikut duduk di samping Edgar sambil menepuk pundak Edgar.
"Tapi Edgar mau mandiri!" Edgar memasang wajah kecewa.
"Seenggaknya sampai Neira lahiran lah dgar. Kasihan Neira juga, dia pasti sendirian saat kamu kerja," Ucap Tiana.
Tyo bangkit dari duduknya, begitupun Tiana. "Sekarang kalian bereskan barang kalian, mama sama papa berangkat duluan. Nanti kalian nyusul, papa ada urusan sebentar," Tyo dan Tiana pergi dari kamar Edgar.
Neira yang melihat Tyo dan Tiana pergi, mengambil tas miliknya dan kembali mengemas pakaiannya ke dalam tas miliknya. Neira juga mengambil koper milik Edgar dan merapihkan pakaian milik Edgar juga. Sementara itu, Edgar masih duduk di sofa sambil memperhatikan Neira.
Sekitar 15 menit Neira selesai mengemas pakaiannya dan pakaian Edgar. Neira menyiapkan baju Edgar yang untuk dipakai Edgar. Ia juga mengambil handuk Edgar dan ingin memberikannya kepada Edgar.
Edgar yang melihat Neira menyodorkan pakaian dan handuknya pun bukan mengambil pakaian dan handuknya malah memeluk perut Neira. Ia juga menciumi perut Neira.
"Kalo kamu gak mau aku peluk, biarin aku peluk anak aku." Ucap Edgar dengan lembut dan masih menciumi perut Neira.
Neira hanya bisa diam. Memang dirinya menolak untuk dipeluk dan dicium oleh Edgar, namun tidak dengan anaknya. Entah kenapa Neira tidak bisa menolak ketika Edgar memeluk perutnya dengan artian memeluk anaknya. Ia memang membenci Edgar, namun ia bersyukur anaknya tidak membenci ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...