Bergelut pada perkerjaan adalah hal yang membosankan bagi Edgar. Wajar saja Edgar masih 25 tahun, belum terlalu paham tentang perusahaan, namun ayahnya menyuruhnya menjadi salah satu direktur di perusahaan ayahnya tersebut.
"Sumpah hari ini gw sibuk banget!" Gerutu Edgar dengan lembaran lembaran kertas yang menumpuk di atas mejanya.
Saat Edgar sedang terfokus pada layar laptopnya tiba tiba ia ingin merasakan masakan ibunya. Edgar terheran, tak pernah sekalipun ia ingin sekali memakan masakan ibunya. Karna tidak tahan lagi, akhirnya Edgar menelpon sang ibu.
Edgar mencari nama ibunya diantara kontak kontak lainnya di smartphonenya. Lalu ia menekan layar saat ketemu nama ibunya dan menekan layar yang bergambar telepon warna hijau.
Satu detik... Dua... Tiga... Sampai detik ke sepuluh, akhirnya ibunya mengangkat panggilan dari Edgar.
"Hallo ma!"
"Kenapa dgar?"
"Eumm... Edgar mau makan!"
"Makan? Ya sudah sana makan! Di dekat kantor bukannya ada restaurant? Kamu bisa suruh OB kalau kamu sibuk!"
"Tapi... " Edgar menggigit kukunya.
"Tapi apa?"
"Edgar maunya masakkan mama!"
"Kamu kenapa si dgar? Dari tadi pagi aneh! Tadi pagi maunya makan makanan yang ada di piring papa, sekarang maunya makan masakkan mama. Kamu kenapa? Ngidam?"
'Ngidam? Ya kali gw cowok ngidam!' batin Edgar.
"Ma! Edgar cowok mana mungkin ngidam! Lagian kan Neira yang hamil!"
"Emang kamu tidak tau? Cowok juga bisa ngidam kali! Nih_"
"Ma... Edgar mau masakkan mama sekarang! Anterin ke kantor, Edgar lagi sibuk banget soalnya!" Edgar memotong omongan ibunya.
"Ya sudah, nanti mama suruh Neira saja yang antar!"
"Oke! Ya udah Edgar mau lanjut kerja lagi! Bye!"
"Dah!"
Percakapan di telepon antar dua orang itupun terselesaikan. Edgar kembali terfokus pada laptopnya. Sampai ia terfikir sesuatu.
Edgar mengangkat gagang telepon yang berada di atas meja kerjanya dan menekan tombol yang tertera.
"Cindy! Tolong sekitar setengah jam lagi kamu turun ke bawah dan kamu cari anak perempuan masih remaja yang membawa rantang makanan dan bawa ke dalam ruangan saya!"
"Baik pak!"
Edgar meletakkan kembali gagang telepon itu setelah percakapan dengan sekretarisnya itu selesai. Ia sengaja menyuruh sekretarisnya menjemput Neira karna ia tau Neira akan kebingungan. Apalagi Neira gadis yang pendiam dan tidak banyak bicara.
•••
"Bi! Tolong nanti masukkan masakkan saya ke dalam rantang," Tiana, Ibu Edgar menyuruh Bi Inah setelah percakapan lewat telepon dengan anaknya usai.
"Baik bu!" Sahut Bi Inah.
Tiana meninggalkan dapur dan ingin menuju kamar tamu yang ditempatkan Neira. Ia melangkahkan kakinya menuju tangga, namun terhenti saat ia melihat seorang anak gadis yang sedang berada di halaman belakang dekat kolam renang.
Tiana mengurungkan niatnya untuk ke kamar Neira. Ia melangkahkan kakinya menuju halaman belakang.
Setelah sampai di halaman belakang, Tiana langsung menghampiri gadis itu yang tak lain adalah Neira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...