40

72K 3.9K 577
                                    

"Kamu gak mandi?" Edgar keluar dari kamar mandi sambil memakai kaus hitamnya.

Neira hanya diam memandang ke arah nakas samping tempat tidur. Sesekali ia mengeluarkan air mata mengingat apa yang baru saja dilakukan oleh Edgar padanya. Trauma yang sudah mulai terobati, kini kembali terbuka. Kejadian yang merupakan awal dari semua kejadian ini.

Edgar mendekati Neira dan duduk disamping Neira. Neira yang mengetahui Edgar mendekatinya semakin mengeratkan selimut yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Edgar mengelus pipi Neira dan langsung ditepis Neira dengan lengan kanannya. Edgar memang terkejut walaupun ia mengetahuinya pasti akan seperti ini.

"Maaf," Edgar masih berusaha untuk mengelus pipi Neira, menghapus jejak air mata yang tersisa disana. Neira pun tetap menepis dan tak ingin membiarkan Edgar menyentuhnya.

"Nei," Panggil Edgar dengan lembut dan tatapan yang seperti memohon.

Neira tak menghiraukan, Neira semakin menaikan selimutnya berusaha menutupi semua tubuhnya. Edgar menghela nafasnya karena perlakuan Neira. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju lemarinya. Edgar mengambil salah satu kaus miliknya.

"Nih, baju kamu masih di mobil," Edgar memberikan kaus yang ia ambil tadi kepada Neira. Neira mengambil kaus tersebut, namun tidak langsung memakainya. Neira benar-benar tidak mau melepas selimut yang menutupi tubuhnya.

"Aku ambil makan dulu," Edgar mengelus kepala Neira walaupun Neira tetap menghindarinya dengan mengelakkan kepalanya. Edgar hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan perlakuan Neira.

Tak lama dari itu, Edgar keluar kamar untuk mengambilkan makan malam untuk Neira. Walaupun saat ini sudah lewat waktu untuk makan malam dan orang-orang yang ada disana pun sepertinya sudah tertidur. Mungkin hanya Neira dan Edgar yang masih terjaga.

Saat Edgar sudah benar-benar pergi dari kamar, Neira cepat-cepat memakai kaus itu walaupun tanpa dalaman. Bagi dia untuk sekarang itu lebih baik daripada hanya memakai selimut. Pakaiannya sudah habis terkoyak. Dan tak mungkin juga ia mengambil pakaiannya yang lain di mobil Edgar.

Sekitar 5 menit kemudian, Edgar sudah kembali dengan membawa nampan yang berisikan makanan dan susu. Edgar menghampiri Neira dan menaruh nampan itu di nakas dekat Neira. Lalu ia duduk dekat Neira dan tersenyum kepada Neira walaupun Neira membuang muka saat ia menatapnya. Namun Edgar tetap diam, ia yakin Neira pasti masih marah kepadanya.

"Makan dulu," Edgar mengambil piring yang berisikan makanan dan memberikannya kepada Neira. Neira menolaknya dengan mendorong piring tersebut.

"Kenapa? Kamu belum makan, aku suapin ya?" Ucap Edgar dengan lembut sambil menyodorkan sendok ke mulut Neira. Neira menggeleng dan memalingkan kepalanya. Edgar pun kekeuh untuk tetap menyuapi Neira, hingga Neira mendorong sendok itu hingga makanan yang ada disensor itu berserakan di lantai.

Neira terkejut dengan perilakunya, namun lain dengan Edgar yang terlihat marah. Edgar terlihat kesal karena perilaku Neira. Ia menatap Neira dengan tampang yang amat kesal dan kepalanya keras di lengan kirinya. Lalu ia menaruh piring yang ia pegang dengan sedikit bantingan.

"Mau kamu apa sih Nei? Aku udah sabar ya dari tadi hadapi kamu. Apa salahnya sih makan? Kalo kamu gak mau makan jangan kamu korbanin anak aku. Dia butuh makan, jangan egois nei!" Gertak Edgar yang lagi-lagi membuat Neira terkejut dan disertai mata yang berkaca-kaca.

"Siapa yang egois? Aku apa kakak? Aku udah mulai lupa sama kejadian waktu itu, kenapa kakak ulangi lagi? Aku_" Omongan Neira terputus karena tangisannya yang mulai deras.

"Hal itu wajar bagi kita nei,"

"Wajar bagi kakak, bukan aku. Belum saatnya buat aku kak!" Neira berteriak sambil memukul dada Edgar.

Silent WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang