"Nanti siang jadwal kamu USG," Ucap Edgar yang sedang memakai dasi di depan cermin.
Neira hanya diam dan tatapannya kosong. Edgar melihat Neira dari pantulan kaca, tak ada respon apapun dari Neira. Neira hanya diam menatap kosong depannya.
Edgar menghampiri Neira, ia memegang kedua pipi Neira. "Mikir apa?" Tanya Edgar.
Neira yang terkejut hanya menggeleng. Entah mengapa ia sangat marah dengan Edgar sejak kejadian Edgar membentaknya seminggu lalu. Jangankan berbicara dengannya, melihatnya saja ia enggan.
"1 minggu kamu kaya gini, kenapa?" Tanya Edgar.
Tak ada jawaban, tak ada suara, Neira hanya menggeleng lalu membuang muka. Ia menghindari Edgar dengan keluar dari kamar menuju dapur. Edgar yang melihat Neira keluar, akhirnya ia mengikutinya. Ia bingung apa yang terjadi dengan Neira yang kembali menjadi pendiam, bahkan terlihat marah dengannya.
Edgar menghampiri Neira yang ternyata sedang membuat susu hamil untuk dirinya. Ia mengambil alih sendok yang Neira pegang dan melanjutkannya untuk menyendokkan susu hamil dan memberinya air lalu mengaduknya. Neira hanya diam dan ia lebih memilih duduk di kursi sambil melihat keluar jendela.
Tak berapa lama kemudian Edgar selesai membuat susu tersebut dan memberikannya kepada Neira. Lalu Edgar mengambil dua helai roti dan mengoleskan mentega diatasnya. Edgar menyodorkan roti tersebut kepada Neira.
Neira meminum habis susunya dan memakan rotinya. Lalu ia berdiri dan berniat akan pergi. Namun tangannya dicekal Edgar. Neira sudah berusaha melepaskan cekalan Edgar namun, ia tenaganya tidak sekuat Edgar.
"Kamu anggap aku ada gak?" Ucap Edgar sedikit membentak.
Neira hanya diam dan memalingkan wajahnya. Ia juga sedikit terkejut mendengar bentakkan Edgar.
"Kalo ada masalah cerita, gak diem kaya gini," Ucap Edgar mulai melembut.
"Kamu marah karena aku bentak waktu itu?" Tak ada jawaban dari Neira. Ia hanya diam menahan tangisan. "Oke aku minta maaf," Lanjutnya.
Neira masih diam tak merespon apapun. Edgar menghela nafasnya dan melepaskan cekalannya. Ia mengusap rambut Neira dan mencium puncak kepala Neira seraya memeluknya.
"Siang nanti jangan lupa ya," Ucapnya. Ia melepaskan pelukannya dan berjalan untuk mengambil barangnya yang ingin ia bawa ke Kantornya. Dan ia langsung berjalan keluar menuju kantornya.
Neira yang sudah mengetahui Edgar telah pergi menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Ia menangis sambil memegang perutnya yang sudah membesar.
"Maafin bunda nak kalo nanti kamu lahir dan orang tua kamu gak lengkap, bunda gak bisa jamin bunda bakal terus sama ayah." Ucap Neira.
"Bunda bukan orang yang derajatnya tinggi, bunda gak sebanding sama ayah kamu." Ucapnya dengan isakkan.
"Ayah kamu menikah sama bunda karna kamu nak. Bunda minta maaf kalo kamu bakal lahir dari rahim bunda, seharusnya kamu lahir dari rahim seorang ibu yang punya kebahagian, bukan dari bunda yang gak berguna ini," Air mata Neira terus terusan menerobos dari matanya.
"Kamu bukan siapa siapa nei, kamu gak berhak marah Edgar bentak kamu. Kamu fikir kamu putri yang harus diperlakuin halus. Kamu hanya sebatang kara sekarang, gak punya rumah, kamu gak lebih dari seorang gelandangan. Seharusnya kamu bersyukur dinikahin Edgar sekarang, walaupun kamu bakal pisah nanti," Ucap Neira pada dirinya sendiri. Neira menangis dengan tersedu sedu. Ia merasa sangat sedih dengan dirinya sendiri. Ia merasa dirinya tak berguna.
•••
Sekarang sudah pukul 11, Edgar berniat akan menelpon Neira untuk mengingatkannya agar bersiap siap. Namun sebelum ia memencet tombol memanggil, ada seorang perempuan yang menerobos masuk ke dalam ruangannya, yang tak lain adalah Claudia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...