Lama menunggu, kini anak Widya telah lahir. Widya telah melahirkan bayi perempuan dengan wajah yang tak jauh dari Ica. Kini semua telah berkumpul di kamar rawat Widya, kecuali Tiana dan Tyo yang menjaga Ica di kamar rawatnya.
"Bayinya mirip Ica ya wid," Ucap Rayhan sambil menoel pipi anak keduanya yang sedang di gendong Widya.
"Iya mas," Widya tersenyum sambil melihat wajah anak keduanya.
Edgar dan Neira yang memperhatikan keluarga kecil itu hanya bisa ikut tersenyum. Betapa bahagianya sebuah keluarga dengan kehadiran seorang anak, seperti mendapat sebuah berlian yang langka.
"Mas aku mau liat Ica," Pinta Widya ke Rayhan.
"Tapi kamu baru aja lahiran wid,"
"Ayolah mas," Mohon Widya.
"Oke oke, mas ambil kursi roda dulu," Rayhan pun keluar dari ruangan Widya untuk mengambil kursi roda.
"Dgar!" Panggil Widya.
Edgar mendekati Widya. "Apa mbak?"
"Gendong adiknya Ica dulu ya, sekalian belajar,"
"Iya mbak," Edgar mengambil alih untuk menggendong anak Widya yang baru saja lahir.
Tak lama kemudian Rayhan datang membawa kursi roda. Rayhan juga memapah Widya untuk menduduki kursi roda tersebut. Lalu Rayhan mendorong kursi roda tersebut.
Edgar masih menggendong bayi perempuan itu. Ia duduk di pinggiran brankar, sambil mengelus elus pipi keponakannya itu. Neira pun mendekati Edgar. Dan melihat wajah bayi imut itu.
"Kamu mau gendong?" Tanya Edgar yang memperhatikan Neira yang sedang terlihat bahagia melihat keponakannya.
"Boleh kak?" Neira menatap Edgar.
"Bolehlah, siapa yang bilang gak boleh? Inikan keponakan kamu juga,"
Edgar memberikan keponakannya itu untuk digendong oleh Neira. Neira pun menerimanya dengan hati hati. Neira masih terlihat kaku, karna ini baru pertama kalinya ia menggendong bayi, apalagi yang baru lahir.
Neira melihat wajah bayi itu dengan senyum. Ia memperhatikan betapa lucunya bayi itu saat menggeliat. Ia juga menyukai saat bayi itu menguap. Kedua bibir mungilnya terbuka dan tertutup kembali. Ia kembali lagi menggeliat untuk mancari posisi nyaman.
"Kamu mau anak kita cowo atau cewe?" Tanya Edgar yang juga memperhatikan keponakannya itu.
"Apa aja, yang penting sehat," Ucap Neira yang masih mengelus elus pipi bayi mungil itu.
Neira mencium pipi dan dahi bayi itu terus menerus. Bahagia sekali rasanya menggendong bayi. Neira menjadi tidak sabar untuk menantikan bayinya lahir di dunia. Bayi yang keluar dari rahimnya, anaknya, buah hatinya.
Edgar yang melihat perlakuan Neira yang terus terusan mencium keponakannya itu, tersenyum. Ia sangat yakin Neira adalah ibu yang baik bagi anaknya nanti.
Bayi itu tertidur di pelukan Neira. Ia tertidur dengan sangat lelap. Bayi itu terlihat sangat nyaman berada di pelukan Neira. Edgar terus terusan mengelus pipinya. Tak sadar ternyata Neira telah mengeluarkan air matanya. Edgar yang baru sadar tentang itu langsung menatap Neira.
"Kenapa? hm?" Tanya Edgar sambil menghapus air mata Neira.
"Pasti sakit ya melahirkan," Edgar langsung terheran dengan ucapan Neira. Apa dia takut untuk melahirkan nanti?
"Tapi mba Widya langsung senyum saat liat adeknya Ica. Mba Widya pasti gak mau adeknya Ica tau rasanya sakit saat melahirkan dia. Pasti itu yang dilakukan ibu aku dulu kan?" Neira tak sadar mengucapkan kata kata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...