Sepulang sekolah Ica sangat senang karna mendapatkan Neira berada di rumahnya. Sebenarnya Ica belum sembuh benar, tetapi ia memaksa untuk pergi ke sekolah. Widya hanya bisa menurutinya saja, asalkan Ica tidak boleh terlalu lelah.
"Kakak, aku kangen!" Ica memeluk Neira dengan sangat erat. Dia juga mencium pipi Neira. Neira pun menerima dengan senang hati.
"Gimana sekolahnya?" Tanya Neira setelah Ica melepaskan pelukannya.
"Ica dapat bintang tiga di gambar Ica." Ica menunjukan gambarnya yang baru saja ia keluarkan dari dalam tasnya. Ica mengambil gambar Ica dan tersenyum.
"Ica gambar Ica, Mami, Papi, Dede bayi, Oma, Opa, Om dan Kakak!" Neira tersenyum dan memeluk Ica.
Senangnya memiliki keluarga yang lengkap dan bahagia. Mengerti satu sama lain, menyayangi dan mencintai dengan sepenuh hati. Andai ibu dan ayahnya masih ada, Neira pasti akan sebahagia ini.
Tak terasa, ternyata Neira menangis. Air matanya berjalan menelusuri pipinya yang lembut. Neira teringat dengan Ayah dan Ibunya. Ia jadi ingin pergi ke makam ayah dan ibunya.
Ica yang menyadari Neira menangis langsung khawatir. Ia memanggil Widya untuk memastikan Neira baik baik saja. Awalnya Widya panik, tetapi setelah melihat Neira menangis sambil menatap gambar Ica yang berisi gambar keluarganya Widya memahaminya.
"Ayo, kakak Neiranya kenapa Ica? Kamu ya tangisin kakak Neira," Goda Widya agar Neira berhenti menangis.
Ica spontan langsung memeluk Neira. "Kakak sedih gara gara Ica ya? Ica bawel ya? Maafin Ica," Dan ternyata Ica menangis karna merasa kalau dia bersalah.
"Hey kenapa jadi kamu yang nangis?" Widya yang merasa bersalah karna membuat Ica menangis menjadi bingung.
Neira langsung memeluk Ica dan menghapus air mata Ica. Ia juga mencium pipi Ica. "Kakak nangis karna Ica baik sama kakak," Ucap Neira.
"Bukan karna Ica bawel?" Tanya Ica setelah air matanya berhenti.
Neira menggeleng. Ica langsung menghapus jejak air matanya dengan punggung tangannya. Dan dia memeluk Neira erat.
"Mentang mentang ada kakak Neira, mami jadi gak dipeluk nih?" Goda Widya yang pura pura merajuk.
"Gak, mami kan bisa Ica peluk setiap hari. Tapi Ica jarang ketemu kakak Neira. Jadi kakak temenin Ica main sepuasnya. Ica kasih mainan Ica yang banyak." Ica melebarkan tanganya tanda banyak.
Neira yang merasa tingkah laku Ica lucu langsung mencubit pipi Ica. Dia juga mengelus kepala Ica. Dan memangku Ica. Ica mulai mengajak Neira main dengan boneka boneka lucunya.
•••
Sore hari Ica mengajak Neira untuk bermain sepeda di halaman rumah Widya. Ica sangat senang begitupun Neira. Ica melajukan sepedanya dengan bahagia.
"Kakak kejar Ica!" Ucap Ica yang melajukan sepedanya dengan cepat.
"Pelan pelan, nanti jatuh!" Ucap Neira karna melihat laju Ica yang cepat.
Entah karna suara Ica yang kecil atau Ica yang tidak mau mendengar Neira. Ica tetap melajukan sepedanya cepat. Lalu ia berbelok dan berjalan ke arah Neira. Tak sempat menghindar, Neira tertabrak sepeda Ica. Neira merintih sambil memegang perutnya dan terjatuh di tanah.
Ica yang panik dan ketakutan, teriak memanggil Widya. "MAMI! KAKAK NEIRA JATUH!" Tak lama kemudian Widya datang dengan Shasa adik Ica.
"Ya ampun, Neira!" Histeris Widya. Dilihatnya darah yang mengalir dari sela kaki Neira. Widya pun memanggil pembantunya dan supirnya. Lalu ia membawa Neira untuk ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...