"Neira ngapain kesini?" Nathan mendekati Neira yang masih berdiri di ambang pintu.
Edgar yang baru menyadari bahwa Nathan kenal dengan Neira pun berdiri menghampiri mereka berdua. Ia merangkul pundak Neira yang membuat Nathan kebingungan. Sebenarnya apa hubungan Neira dan Edgar, fikirnya.
"Gw lupa gw belom kasih tau kalian. Gw sama Neira bakal menikah minggu depan," Jelas Edgar yang masih merangkul bahu Neira.
Nathan dan Kevin kaget bukan main. Menikah? Minggu depan? Sebenarnya apa yang terjadi? Fikir mereka.
"Neira masih sekolahkan?" Tanya Nathan. Tidak mungkin, Neira Seorang pelajar mana mungkin menikah. Dan mendadak.
"Ini yg belom gw ceritain ke kalian, Neira hamil dan itu anak gw," Neira menundukkan kepalanya malu. Ia takut orang orang yang berada di depannya ini menilainya menjijikkan.
"Oh, ok!" Respon Nathan sangat tidak bersemangat.
"Eum... Kayaknya gw pulang duluan ya dgar! Gw ada urusan mendadak!" Pamit Nathan yang langsung melenggang pergi.
"Kayaknya gw ikut Nathan ya! Entar malem jangan lupa dgar!" Kevin mengikuti Nathan dari belakang.
Neira pun masih menundukkan kepalanya. Benar benar memalukan, sampai sampai teman teman Edgar enggan dekat dengannya.
"Nei?" Panggil Edgar. Edgar menarik dagu Neira agar Neira menatapnya. "Kamu kenapa?" Tanya Edgar yang dijawab dengan gelengan kepala.
Edgar menarik nafasnya setelah Neira kembali menundukkan kepalanya. Ia tau Neira pasti berfikir teman temannya tidak suka padanya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengalihkan topik. "Mama masak apa hari ini nei?"
Tidak ada jawaban dari Neira melainkan Neira menyodorkan rantang yang ia bawa kepada Edgar. Edgar mengambil rantang itu dan membukanya. Entah kenapa ia tidak sabar untuk melahap makanan itu.
Edgar menata setiap rantang di atas meja kerjanya. Ia ingin memakan makanan itu, namun dia masih harus tetap menyelesaikan pekerjaannya. Dan terlintaslah suatu pemikiran di otaknya. "Nei! Bisa tolong suapin gak? Aku mau lanjut kerja," Pinta Edgar.
Neira sedikit canggung, bagaimana tidak, ya walaupun Edgar calon suaminya, tapi mereka belum terlalu kenal.
"Nei!" Panggil Edgar yang membuat Neira tersadar dari lamunannya.
Neira mengangguk dan mengambil rantang yang berisi nasi dan ditaruhkan lauk lauk dari rantang lain. Ia mulai menyendokkan nasi dan menyuapi Edgar.
"Nei! Minum tolong!" Suruh Edgar dan Neira pun langsung mengambilkan gelas yang berisi air mineral dan meminumkannya ke Edgar.
Neira sangat telaten menyuapi Edgar. Memang Neira adalah perempuan yang spesial. Mungkin Tuhan memberikan anak Edgar untuk dikandungnya karna dia pasti akan menjadi ibu yang sangat sayang dengan anaknya. Fikir Edgar.
Edgar melirik Neira yang menyuapinya sambil berdiri di samping kirinya. Edgar pun berinisiatif untuk menyuruh Neira duduk di pangkuannya.
"Neira gak capek?" Tanya Edgar yang mendapat gelengan dari Neira.
"Duduk sini!" Edgar menepuk nepuk pahanya. Neira pun menggelengkan kepalanya.
Tak tunggu jawaban lagi dari Neira Edgar pun menarik Neira untuk duduk di pangkuannya. Neira pun berusaha untuk berdiri namun Edgar enggan untuk melepaskannya.
"Diem disini! Aku gak suka kalo kamu nyuapin aku, tapi kamu berdiri!" Peringat Edgar.
Neira pun hanya pasrah, walaupun dia agak sedikit risih dan canggung. Neira kembali lagi menyuapi Edgar dan Edgar masih terfokus dengan layar laptopnya.
"Tadi kesini sama supir?" Tanya Edgar yang mendapat anggukan dari Neira.
"Yaudah, kamu temenin aku disini sampe pulang!" Neira pun terkejut. Tapi mau bagaimana lagi. Menolak? Tidak mungkin. Ia sangat tidak enak dengan Edgar yang berstatus calon suami dan ayah dari anaknya.
Edgar mengambil gagang telepon untuk menghubungi sekretaris. Ia menyuruh sekretarisnya untuk menyuruh supir yang mengantarkan Neira agar pulang saja.
Suapan demi suapan diterima oleh Edgar, hingga pada suapan terakhir dan sudah dilahap oleh Edgar. Setelah melihat tidak ada lagi makanan yang tersisa di rantang, Neira berniat akan bangun dari pangkuan Edgar.
"Mau kemana?" Tanya Edgar yang mengetahui Neira akan berdiri.
"Makanannya udah abis kak!" Jawab Neira dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
"Nei, kata mama cowo itu bisa ngidam. Kalo ngidam itu harus diturutin, kalo nggak anak kita nanti ileran. Dan aku sekarang mau kamu diem sampe aku selesai kerja!" Tidak tau kenapa Edgar ingin sekali mengerjai Neira.
Neira hanya terdiam. Tidak tau mau bicara apa. Akhirnya dia hanya bisa pasrah.
Edgar hanya tertawa di dalam hatinya. Ia merasa lucu melihat Neira yang salah tingkah dan terlihat canggung. Dia pun langsung melanjutkan perkerjaannya dengan rasa tenang dan senang. Entah mengapa ia merasakan nyaman saat berada di dekat Neira.
•••
4 jam kemudian perkerjaan Edgar selesai dengan Neira yang masih ada di pangkuannya. Ia tidak merasa pegal atau apapun itu. Ia merasa senang dan tenang bahkan ia lebih bersemangat mengerjakan pekerjaannya.
Edgar menatap Neira yang ternyata tertidur di dadanya. Ia menatap wajah Neira, menelusuri setiap bentuk wajahnya. Ia tersenyum dan membelai pipi Neira. Ada rasa tenang di hatinya melihat Neira tertidur pulas dengan wajah polosnya.
"Nei, aku tau aku baru kenal kamu! Aku tau aku si brengsek penyebab kamu sengsara. Tapi izinin aku buat jatuh cinta sama kamu!" Tanpa sadar Edgar mengeluarkan kalimat itu dan saat tersadar akan ucapannya ia tersenyum.
Waktu sudah memperlihatkan matahari tenggelam. Edgar langsung membangunkan Neira untuk pulang. "Neira! Bangun! Ayo kita pulang!" Edgar menepuk pelan pipi Neira.
Neira mengerjapkan matanya dan langsung gelagapan karna ia merasa malu sudah tidur di dada Edgar. Edgar tertawa melihat tingkah Neira.
Neira berdiri dari pangkuan Edgar. Ia merapihkan rantang rantang bekas makan Edgar. Begitupun Edgar, ia membereskan berkas berkas yang harus ia bawa pulang.
Selesai mereka merapihkan apa yang perlu mereka rapikan, mereka berdua pun langsung melenggang pergi dari kantor Edgar menuju rumah Edgar.
•••
Annyeonghaseyo!!!
Othor inmida again!!!Huftt... Lagi lagi gak mood,,, tapi pengen nulis... Ya sudahlah... Maaf klo part kali ini agak gimana gitu...
Oke, sekian dahulu!!!
Gomawo!!! 😗😗😗
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wife
Teen FictionSemua karna "Takdir" Yang membuat Neira harus merasakan kehidupan baru di saat ia masih SMA. Dengan kepolosannya dan sifat pendiamnya dia harus merasakan hamil di luar nikah karna seorang Edgar Hyanantyo, seorang direktur muda yang masih bersikap la...