Bab 5 : Stay

13.8K 522 13
                                        

Sheinna berjalan tehuyung ke dapur, sambil memegangi kepalanya yang masih pusing dan perutnya yang terasa mual. Ulah konyol kedua sahabatnya semalam membuat pagi nya begitu suram.

Sheinna duduk di depan kulkas yang pintunya masih terbuka, merasakan dinginnya udara dari dalam sana. Pikirannya kembali pada kejadian semalam, mengingat betapa bodohnya dirinya.

Nggak, Sheinna menggelengkan kepalanya, itu bukan kesalahannya, itu kesalahan kedua sahabatnya. Sheinna menggelengkan kepalanya lagi, merutuki dirinya yang harus kembali berurusan dengan Elias.

"Bodoh, kenapa dari semua kesalahan harus dengan pria itu?" Sheinna memukul kepalanya.

"Siapa namanya? Elias? Kenapa yang bernama Elias itu selalu menyebalkan." ucap Sheinna bermonolog.

"Jadi kenapa lagi?"

Sean sedari tadi berdiri di belakangnya, mendengar segalanya. Sheinna mendongak padanya, memasang wajah sedih dan kecewa.

"Sean gimana ini?" katanya dengan sedikit merengek.

Sean mencondongkan badannya mengambil sekotak susu, kemudian menutup kulkasnya. Meninggalkan Sheinna disana, berjalan ke meja makan.

Sheinna bangkit, berjalan menghampirinya.

"Aku nyium cowok di club dan cowok itu yang urusan sama kita di kantor polisi."

Sheinna menjatuhkan kepalanya ke atas meja dengan perasaannya yang menyesal.

Sean meremas kotak susu yang ia genggam, ingin sekali ia siramkan ke arah kakaknya itu. Namun ia mencoba menahan emosinya, ini masih terlalu pagi untuk membuat energinya habis.

"Terus?" tanya Sean mencoba santai, sambil mengolesi roti di tangannya.

"Kok kamu santai gitu sih? Harga diri kakak kamu sedang di ujung tanduk! " Bentak Sheinna.

Sean mendesah dikursinya, ia menatap kakaknya kesal.

"Gak usah ngegas dong! Harga diri kamu kok yang di ujung tanduk, bukan aku. Salah sendiri gak nurut."

Sean meletakan rotinya di atas piring, kini ia berkacak pinggang tak mengerti lagi dengan ulah kakaknya.

"Kamu udah besar Nana, bersikaplah dewasa dan berhenti bermain-main."

Sean menyodorkan rotinya ke arah Sheinna. Apakah menyiapkan sarapan menjadi tugas barunya sekarang? Iya! semenjak dua saudara perempuannya datang.

"Kamu gak perlu ngingetin aku lagi, aku udah ngerti." Sheinna mencebik, lalu menggigit pinggiran rotinya.

"Ngerti dari mananya? Omongan aku itu masuk telinga kanan keluar telinga kiri! Tiap weekend pergi party, pulang mabok. Inget akhirat Na, bentar lagi kiamat!"

Beruntungnya Sheinna, ia tidak perlu pergi ke gereja setiap hari minggu karena adiknya sudah sukarela memberinya Misa pagi.

Sheinna tidak menyanggah Sean, ia tidak sanggup berdebat kali ini karena perutnya belum sepenuhnya sembuh. Ia masih mual, dan tidak ingin bertambah mual.

Sean mengarahkan telunjuknya ke arah Sheinna yang berantakan mirip gembel.

"Berantakan, lusuh, bau! Untung masih nyampe rumah, gimana kalau kenapa-napa di jalan?"

"Iya aku salah iya! Oke? Sekarang berenti ceramah sebelum aku muntah!" Bentak Sheinna, ia ingin berehenti tapi Sean malah memancingnya.

Sean melotot tak suka Sheinna membentaknya, sebagai adik dan anak lelaki satu-satunya ia punya kewajiban untuk menjaga sang kakak. Apalagi mereka hanya bertiga di Jakarta dan jauh dari orang tua.

Kiss Me More! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang