Sehari setelah pertikaian tersebut, Abay dan Satya dihadapkan oleh penghuni kelas dan dihakimi bersama. Stella tidak ingin kejadian itu terulang dan mencoreng nama baik kelas. Apalagi jika kejadian ini sampai terdengar ke telinganya Ibu Clarista.
Selama ini Abay dan Satya menutupi perkelahian mereka dengan cara yang agak licik. Pernah ada orang yang hendak melaporkan perkelahian mereka ke sekolah, namun ujungnya orang itu menghilang entah kemana.
"Kalian harus mau menulis di atas kertas kalau nggak akan berantem di kelas lagi."
Stella menyodorkan kertas yang ditempeli materai. Di dalamnya jelas tertulis denda yang harus dilakukan dan dibayar jika melanggar perjanjian. Abay tak minat membaca namun tangan Satya tertarik untuk meraihnya.
"Apa ini woi?"
Perlahan Satya membaca ketikan di kertas itu. Rasanya sangat kaku dan baku. Menebak siapa dalang di balik ide ini membuat kepala Satya pusing. "Ah nggak usah lebay kayak gini, kita janji nggak bakalan berantem di kelas lagi."
Ide ini datang dari Gwen. Perempuan itu mencetus harus ada perjanjian hitam diatas putih yang berat dilanggar. Demi kenyamanan anak-anak di kelas. Lalu didukung siswi lainnya dan dibahas setelah pulang sekolah.
"Ck, tinggal tanda tangan terus selesai." Aliza menyilangkan tangannya. Insiden kemarin begitu menyebalkan dan amat merugikan dirinya.
"Tapi kenapa harus pakai materai coba? Urusannya besar lho ini." Juan meraih kertas yang ditujukan untuk Abay.
"Siapa suruh seenaknya hancurin fasilitas kelas sama menyadap CCTV? Kalian pikir para guru nggak tahu kelakuan kalian ini?"
Nadine mendadak geram dengan kelakuan temannya. Selama ini ia memang terdiam, namun setelah kemarin berunding dengan anggota kelas perempuan, matanya jadi terbuka lebar atas kesalahan teman laki-lakinya yang sudah fatal.
"Penting nggak sampai ke telinga guru bukan? Udahlah, nggak usah kayak gini." Galang hendak merobek kertas itu jika tidak diambil Dava terlebih dahulu.
"Apa lo tahu istilah bangkai akan tercium sepandai apapun menyembunyikannya? Ini kasusnya kayak perkelahian kalian yang bakal ketahuan walau sepandai apapun kalian menyembunyikannya." Izly bersuara. Galang malah terkekeh dan terpana dengan ucapan bijak perempuan berkacamata itu.
"Aduh, Neng Caca bijak betul. Kayak si kancil dari lembah burung hantu."
"Dasar bego, yang bener kayak dongeng si kancil yang bijak." Fariz membenarkan. Galang mencibir balik.
"SSG, alias suka suka Galang lah."
"Udah diam!" Aliza sudah muak dengan cekcok yang mereka lakukan. Waktu tidak banyak tapi mereka malah berbasa basi. "Cepat tanda tangani itu atau kita sendiri yang laporin ke Bu Clarista."
Ide ini memang dari Gwen, tapi direalisasikan oleh Aliza. Perempuan itu menghabiskan waktu semalaman untuk mengetik denda dan perbuatan apa saja yang harus dilakukan Abay dan Satya jika melanggar.
Satya langsung meraih kertas itu dan menandatanginya tanpa ragu. Kubu Xerga cukup terkejut dengan tindakannya barusan. Dava terlambat mencegahnya. "Tapi Sat, ini," ucapnya terputus saat tangan Satya terangkat.
"Nggak usah protes. Ayo cabut."
Satya berdiri dan langsung meninggalkan kelas diikuti oleh teman-temannya yang terdiri atas Azka, Fian, Hendra, Galang, dan Dava. Jelas sekali kemana tujuan mereka di pagi hari ini. Sementara Abay masih terdiam sembari memegang bolpoin erat-erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : WE ARE ONE
Teen FictionKelas unggulan dengan kemampuan lebih di atas rata-rata? Mungkin terdengar klasik. Namun begitulah kenyataannya. Bercerita tentang kelas IPA yang menoreh sejarah sepanjang sekolah didirikan. SMA Gemilang. Sekolah paling tidak berkompeten dalam mengu...