Pagi ini, Fariz sudah berangkat sekolah. Ia tidak terlalu perduli dengan luka dikepala dan tangannya. Persetan dengan semua itu, ia lebih mengutamakan seseorang pagi ini.
"Assalamualaikum " ucap Fariz cepat memasuki kelas. Pintu kelas yang terbuka lebar membuat Fariz melenggang masuk tanpa mengetuk pintu.
"Waalaikumsalam " balas Hendra. Ia sedang sibuk membaca Alquran terkejut dengan kedatangan Fariz. Tak ayal, Hendrapun terus menatap Fariz. Mulai dari wajahnya, badannya, dan juga lukanya. Tatapannya juga bisa dibilang tidak biasa.
"Ngapain lo lihat lihat gue?! Mau gue culek tuh mata" semprot Fariz galak. Hendra spontan memalingkan wajahnya dan mengurut dadanya pelan sambil berucap "Astaughfirullah" berkali kali.
Tak lama setelah itu, satu persatu personil kelas itu pun mulai datang. Keadaan pun mulai ramai dengan sendirinya karena mereka sibuk mencocokkan PR masing masing.
Tet...Tet...Tet...
Bel masuk berbunyi saat pukul 07.00 tepat. Mereka segera kembali pada tempat duduk masing masing karena Pak Anhar biasanya masuk kelas tepat lima menit setelah bel berbunyi.
"Riz, nulis jurnal" ujar Fify. Lalu Fify melemparkan Buku berwarna putih berbentuk persegi panjang ke meja Fariz.
"Eh iyo lali Astaughfirullah " Fariz menepuk kepalanya singkat.
Buku itu mendarat mulus dimeja Fariz. Segera, Fariz menulis jurnal hari ini dengan cepat. Meskipun terburu buru, tulisan tangan Fariz masih terlihat bagus dan rapi. Malahan mengalahkan tulisan tangan cewek cewek dikelasnya.
Fariz meletakkan jurnal itu dimeja guru. Bertepatan dengan kedatangan Pak Anhar. "Selamat Pagi anak anak"
"Pagi pak" mereka memberi penghormatan sebentar lalu duduk lagi.
"Sudah berdoa apa belum? " tanya Pak Anhar sambil melepas tas besarnya.
"Belum" jawab mereka serempak
"Ya sudah berdoa dulu. Siapa yang memimpin doa?"
Mereka semua mencari tiga orang penting. Satya. Athilia. Abay. Namun ketiga tiganya tidak terlihat dikelas.
"Ketuanya mana ketuanya"
"Dispen pak" jawab Hendra.
"Pimpin doa, salah satu" titah Pak Anhar
Mereka saling pandang bingung. Namun untungnya, Royvan menyelamatkan keadaan. "Berdoa, mulai" Mereka menundukkan kepala sejenak menghayati doa agar mendapatkan rahmat dari pembelajaran hari ini.
Di gerbang pintu masuk, Zaga, Abay, Satya, dan murid lainnya tertangkap basah terlambat masuk sekolah. Biasanya gerbang akan dikunci setelah bel berbunyi namun kali ini Pak Mukhlis sedikit merubah kebiasaan.
"Kalian isi buku itu sesuai nama dan kelas masing masing. Setelah itu baris yang rapi dilapangan basket" perintah Pak Mukhlis tegas. Pak Mukhlis adalah guru BK. Bersama Pak Yudi, beliau menghukum muridnya yang melanggar aturan yang telah ditetapkan sekolah. Asal tahu saja duo guru killer itu tidak main main saat memberikan hukuman.
"Baik Pak" balas mereka. Tak sedikit dari mereka yang menjawab. Mayoritas siswa yang terlambat adalah kelas 11. Tentu saja ada kelas 10 dan 12, namun sepertinya mereka -Kelas 12- tentu tidak ingin menambah poin jika ingin lulus SMA.
Poin kesalahan hanya boleh dibawah 500, jika melebihi itu maka dipastikan akan di DO oleh sekolah. Setiap pelanggaran bernilai 5 poin, apapun jenis pelanggaran tersebut. Poin itu dikumpulkan bertahap, jika kelas 12 ada yang sudah 500 poin lebih, maka secara otomatis akan angkat kaki dari sekolah ini. Tidak perduli sudah mencapai tahap akhir sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : WE ARE ONE
Teen FictionKelas unggulan dengan kemampuan lebih di atas rata-rata? Mungkin terdengar klasik. Namun begitulah kenyataannya. Bercerita tentang kelas IPA yang menoreh sejarah sepanjang sekolah didirikan. SMA Gemilang. Sekolah paling tidak berkompeten dalam mengu...