[33] Ponsel

1.3K 160 10
                                    


Setelah satu bulan yang lalu kelas X IPA 7 mengalami pantangan yang cukup berat yaitu banyaknya pekerjaan rumah yang memaksa untuk menyita waktu mereka. Kini seluruh laporan pengamatan dan resensi buku serta tugas lainnya harus dikumpulkan hari ini juga. Mereka linglung bukan main.

Sejak awal mereka datang, satu persatu sibuk dengan urusannya masing-masing. Bahkan, regu piket sama sekali tidak mengerjakan kewajibannya. Mereka mengabaikan piket pagi demi tugas selesai cepat.

Jam untuk membaca buku yang hanya lima belas menit itu mereka manfaatkan untuk menyelesaikan tugas. Tugas yang membuat mereka khawatir tidak mendapat nilai penuh. Jangan sampai mendapat nilai mines di kelas ini.

Mereka saling mondar-mandir panik mencari jawaban dari tugas yang berbeda. Tak sedikit yang saling membandingkan jawaban. Tepatnya geng jenius itu saling bertukar asumsi. Menyanggah dan memperdebatkan mana yang lebih benar agar ke depannya mereka mendapat nilai yang maksimal dan juga sama.

Bahkan Aliza juga andil dalam tugas ini. Ia ikutan mondar-mandir dan mencari jawaban yang benar. Bukannya ia menyontek, tapi ia hanya ingin mendapatkan kepastian yang mungkin didapatkan oleh teman temannya. Walaupun ia juga berkali kali mengusap dadanya pelan dan menyadari jika ini bukan dirinya.

Aliza tipe pekerja sendiri.

Bukannya diam dan kondusif seperti biasanya, kelas itu nampak seperti kapal pecah. Keadaan kelas yang kotor, penghuninya kurang peduli dan inisiatif serta keegoisan yang tinggi membuat mereka lupa akan kekompakan.

Tunggu, apakah selama ini mereka kompak?

Sayangnya, mengerjakan tugas tak semulus yang mereka bayangkan. Dewi keberuntungan nyatanya tak berpihak pada mereka. Kini, ada seorang guru mengawasi mereka dengan mata melotot hampir keluar.

"Hm, hm, hm bagus ya kalian, bukannya literasi malah sibuk kerjain PR!"

Sontak kerumunan itu kembali ke tempatnya berasal. Mereka segera memasukkan ponsel masing-masing yang tadi digunakan sebagai media contekan dari yang mereka dapat dari teman lain.

Pak Pedro menatap mereka datar sekaligus marah. Dengan nadanya yang menyayat telinga, Pak Pedro berucap tegas  "Siapapun yang tadi jam literasi menggunakan ponselnya, maka kali ini saya sita!"

Satu kelas kicep tak berdaya. Tertangkap basah bersama sama bukanlah hal yang patut dilakukan. Apalagi ini kelas yang katanya tauladan dan patut dicontoh kelas lain.

Masih katanya.

"Kalau tidak ada yang mau mengaku, maka saya akan memeriksa dari CCTV dan mencatat siapa saja yang bermain ponsel dari jam tujuh seperempat sampai jam delapan." lanjut beliau mempertegas perkataannya tadi.

Mereka saling pandang meminta pendapat. Ada yang mengangguk menyerah dan aja juga yang ngotot tidak mau.

"Mau mengaku hari ini, saya sita sampai besok. Tetapi, kalo saya sita karena saya lihat di CCTV maka akan saya sita satu bulan penuh!"

Skak.

Mereka semakin berkeringat dingin. Satu bulan? Mereka tentunya tidak mau itu terjadi.

Dengan nyali yang ada dan perasaan tak rela, satu persatu mulai kedepan dan mengumpulkan ponsel pintar itu. Gerakan ini sendiri diawali oleh Satya dan Zaga.

"Ditata yang rapi, itu itu masih miring." kata Pak Pedro mengomendani. Sungguh, Gwen rasanya ingin meledak-ledak saat ini juga.

Agista menatap ponselnya ditangannya yang gemetar gugup. Gugup karena tertangkap basah melakukan kesalahan fatal! Ia lalu berdiri dan menyerahkan ponselnya sebelum ia meng-nonaktifkan benda pipih itu.

SCIENCE 7 : WE ARE ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang