[5] Teacher

2.8K 363 22
                                    

Para guru khususnya guru yang mengajar kelas 10 IPA 7 sedang mengadakan rapat dadakan setelah pulang sekolah. Rapat ini diinisiasi oleh Bu Clarista setelah mendengarkan desas-desus tidak mengenakkan di sekolah tentang anak didiknya.

"Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu yang bersedia hadir untuk membahas anak didik saya."

"Tentu kami hadir Bu, masa kami tidak mengontrol perkembangan proyek unggulan sekolah kita." Komentar Ibu Jihan selalu guru biologi yang mengampu.

Kelas 10 IPA 7 adalah lambang kehormatan sekolah yang baru. SMA Gemilang memiliki rekam jejak yang buruk sebagai sekolah buangan dimana kebanyakan anak yang bermasalah berada di sana. Dengan adanya program kelas unggulan dan diawali oleh kelas 10 IPA 7, para guru berharap mempunyai reputasi yang baik untuk lulusan sekolah.

"Mohon maaf Bu Clarista, tapi saya ingin mengajukan keluhan. Kelas unggulan yang Ibu ampu memang sempurna, tapi memiliki celah. Mereka selalu berpendapat bahwa tidak ada yang lebih baik daripada diri mereka sendiri." Pak Santoso mengeluarkan pendapatnya.

"Imbasnya, setiap hari selalu ada perdebatan. Mendebatkan hal itu-itu saja. Saya selalu pusing apalagi kalau sudah membahas tugas kelompok, mereka selalu kompak menolak."

"Waduh, kayak yang saya alami dong Pak." Bu Jihan dengan logat bicaranya yang khas kembali bersuara. "Mereka juga membantah saya. Kadang malah berlagak mengajari saya mana yang benar."

Tidak mengherankan. Kelas itu memiliki murid cerdas yang lebih cerdik mencari berbagai ilmu. Untuk ukuran guru tua seperti Ibu Jihan yang belajar menggunakan buku lama, Anak-anak di kelas itu sudah menggunakan e-book terbitan baru yang bahkan edisinya terbatas.

"Saya juga mendapatkan pertanyaan aneh saat membuka sesi tanya jawab yang memiliki poin. Mereka sepertinya tidak membutuhkan kita sebagai guru." Bu Lisya mengadukan kesulitannya. Sebagai guru bahasa Jepang, kadang muridnya berbicara bahasa yang bahkan tak ia kenali. Khususnya para siswa.

"Jujur saya juga baru mendapatkan murid seperti ini selama saya mengajar. Namun, murid tetaplah murid dan kita adalah guru. Mengatasi murid seperti mereka mungkin sulit, tapi pasti ada jalannya." Bu Clarista berkata dengan mantap.

"Apa kita pecah saja siswa kelas itu ke kelas reguler?" Ucapan Pak Abdul langsung disanggah cepat oleh Bu Letty. Pak Abdul adalah guru olahraga dan Bu Letty adalah guru fisika.

"Jangan Pak. Itu kelas istimewa yang sengaja sekolah kumpulkan karena kelebihan otak mereka dalam berpikir. Kalau dipecah, maka sia-sia saja usaha kita selama ini," ucap beliau sopan dan halus. Pak Abdul mengangguk paham.

"Intinya kita harus mencari cara agar kelas itu tidak memiliki sikap individual dan mampu bekerja sama dengan baik bersama teman satu kelasnya ya, Bu." Tutur Pak Ahnaf selaku guru teknik komputer.

"Begini saja, Bapak dan Ibu sekalian. Jika anda sedang memberikan tugas, usahakan berkelompok saja. Itu salah satu cara yang bisa kita coba, kemungkinan besar dengan berkelompok maka mereka akan saling mengenal dan memahami sifat satu sama lain," terang Bu Is selaku guru BK dengan santun dan terdengar bijaksana. "Lagipula mereka masih remaja dan baru kelas 10, mereka masih mencari jati diri. Biarkan mereka berkembang, kita sebagai guru hanya bisa mendampingi ke arah yang baik."

"Saran anda bagus Bu Is. Bisa kita implementasikan juga. Akan tetapi bagaimana kalau cara tersebut gagal? Lihat saja tingkat persaingan mereka. Sangat ketat." Pak Anhar angkat bicara.

SCIENCE 7 : WE ARE ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang