Agista kini berhadapan dengan Zaga setelah ia bersusah payah mengejar cowok jakun yang berambut acak-acakan itu. Matanya menelisik lihai setiap inci dari pahatan Tuhan ini.
"Zaga, lo marah sama Aliza?"
Zaga bergeming. Ia tak sanggup mendengar penuturan Agista yang lembut. Tak agresif dan kasar seperti biasanya.
"Gue nggak marah. Dianya aja yang nganggep gitu."
Agista menghembuskan napasnya. "Syukur deh lo nggak marah. Gue pikir lo ngambek sama Aliza." terutama sama gue lanjutnya dalam batin.
Sialnya Agista lupa jika Zaga mudah menerka pikirannya. Langsung saja cowok itu mengutarakan isi hatinya secara gamblang.
"Kenapa gue harus ngambek sama lo?" tanyanya bingung. Sebaris pertanyaan singkat itu mampu membuat Agista mendadak takut dan gelisah.
"Eng-nggak. Gue pikir kan karena gue temennya Aliza nanti lo ngambek sama gue." katanya asal dan sekeluarnya. Otak dan mulutnya tidak menyampaikan respon yang cukup jelas. Namun Zaga tak perduli. Ia menatap lamat-lamat kearah Agista.
"Gue salah ngomong ya?" tanya Agista saat tak kunjung mendapat tanggapan dari Zaga. Ia memainkan jari jemarinya gemas.
"Nggak. Nggak salah omong." ujarnya menggeleng.
"Sebenernya lo itu suka sama siapa sih Ta?" lanjutnya.
Pertanyaan mendadak, tiba-tiba, dan membuatnya syok ditempat. Kenapa Zaga tiba-tiba menanyakan hal itu kepadanya?
"Emang kenapa?" Agista kini mulai berani mengangkat kepalanya.
"Gue kepo aja sih. Sayang, adeknya Vino jomlo kek gini. Ckck." ejek Zaga menye-menye.
Agista diam-diam bernapas lega. "Gue dah punya pacar."
"Siapa?" ujar Zaga cuek.
"Rendy Juliansyah dong, masa lupa?"
"Rendy? Rendy yang mana?"
"Itu Rendy pemain bola, Timnas U19."
"Bola aja dimainin apalagi lo nanti."
Agista tertawa mendengarnya. "Lo ini lagi latihan nge-gombal ke cewek ya? Lo pasti lagi naksir cewek." tuding Agista menunjuk Zaga. Zaga sampai sedikit mundur agar tertarik dalam permainan Agista.
"Iya emang, lo mau tahu siapa ceweknya?" Zaga menaikkan alis kirinya. Menampilkan kesan cute dan misterius dalam bersamaan. Sangat sesuai dengan wajah adonisnya.
"Siapa?" balas Agista menatap teduh cowok itu. Sepertinya ini bukan hal yang baik karena Agista tidak bisa mengalihkan pandangannya pada mata cowok dihadapannya.
"Lo kenal dia banget kok, namanya itu---"
Ucapan Zaga menggantung kala melihat Aliza dan Satya berjalan beriringan menuju kearahnya.
"Sial, ganggu momen emas aja." cicitnya geram.
Zaga menarik Agista agar lebih mendekatinya. Ia kembali memasang wajah dinginnya seperti biasa. Ia tahu apa yang mereka berdua lakukan setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : WE ARE ONE
Подростковая литератураKelas unggulan dengan kemampuan lebih di atas rata-rata? Mungkin terdengar klasik. Namun begitulah kenyataannya. Bercerita tentang kelas IPA yang menoreh sejarah sepanjang sekolah didirikan. SMA Gemilang. Sekolah paling tidak berkompeten dalam mengu...