Bu Clarista menatap seluruh muridnya dengan ganas. Matanya bahkan hampir saja melotot keluar menurut sebagian siswanya.
"Bu? Kenapa kita dikumpulkan sepagi ini?"
Tanya Satya sopan dan berhati-hati. Orang awam saja tahu jika Mrs. Clarista sedang dalam mode senggol bacok.
"Sekarang jawab sejujur-jujurnya pertanyaan Bu Clarista. Kenapa kalian berantem di kelas dengan keadaan CCTV mati?"
Beberapa diantara mereka menelan ludah susah payah. Merasa bersalah, mereka tak berani menatap Bu Clarista.
"Kenapa kalian juga gaduh dikelas saat guru tidak ada?" kata beliau hampir menggertak murid kesayangannya ini.
Keadaan ruang kelas X IPA 7 itu seketika hening. Tak ada yang berani bersuara setelah Mama besar turun tangan.
"Kami bersalah Bu, kami minta maaf." Aliza kini bersuara. Membuat satu kelas menatapnya penuh harap. Berharap bisa setidaknya meredakan emosi Mama kesayangan ini.
Bu Clarista menghela napas. "Kemarin saya mati-matian membujuk Pak Gatot agar tidak meliburkan kelas kalian."
Semua terdiam.
"Azka, saya tahu kamu dalangnya. Jika kamu masih berulah lagi, saya nggak jamin kamu bisa naik kelas." lanjut beliau membuat satu kelas itu berkeringat dingin. Mereka tersadar, itu bukan sepenuhnya salah Azka saja.
"Kalo Azka nggak naik kelas, maka saya juga nggak Bu." kata Satya maju, melangkah penuh pasti kedepan mimbar kelas.
Zaga terkesan dengan jiwa Satya yang penuh tanggung jawab. "Saya juga Bu."
Zagapun ikut berdiri dan merangkul bahu Satya akrab. Satya sendiri tersenyum lebar menyambutnya.
"Gue emang baru disini, tapi selama gue disini sepertinya gue menemukan keluarga yang unik. Dengan Mama seperti Bu Clarista yang dengan bawelnya mengatur semua tingkah laku kami. Kalian semua yang tanpa sadar bertingkah seperti kucing dan anjing. Bertengkar setiap hari."
Zaga telah mengatai Bu Clarista bawel secara terang-terangan. Namun Ibu guru dengan kacamata yang bertengger manis diwajahnya itu hanya tersenyum simpul.
"Gue juga deh, nimbrung kalian." ujar Dava santainya merangkul bahu lain Satya.
"Meskipun gue eneg sama tingkah lo, tapi demi Azka tersayang, gue rela nggak naik kelas." ujar Galang dengan gemasnya merangkul Zaga.
Mrs. Clarista berkata. "Tapi ini menyangkut masa depan kalian."
Fian ikut melangkah ke depan. "Masa depan bisa diubah Bu, tapi solidaritas berlaku sampai mati."
Hendra pun mengikuti jejak Fian yang sudah di depan. "Takdir sudah diatur Allah Bu, tertulis di Lahul Mahfuzd. Kita sebagai manusia, tinggal menjalaninya saja."
Agista menatap enam siswa didepan kelas dari bagian paling belakang. Sengaja memang ia berdiri di belakang, ia ingin menyaksikan ini lebih luas pandangannya.
Abay berdecih dan tertawa ringan sebentar. "Meskipun gue musuhan sama kalian tapi bener, gue juga salah ribut dikelas. Sebenernya gue sih bodo amat sama Azka. Tapi berhubung seluruh kekacauan 100 persen ulah gue, jadinya gue nggak rela Azka tinggal kelas."
![](https://img.wattpad.com/cover/169327518-288-k191364.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : WE ARE ONE
Fiksi RemajaKelas unggulan dengan kemampuan lebih di atas rata-rata? Mungkin terdengar klasik. Namun begitulah kenyataannya. Bercerita tentang kelas IPA yang menoreh sejarah sepanjang sekolah didirikan. SMA Gemilang. Sekolah paling tidak berkompeten dalam mengu...