Hari ini adalah hari Kamis. Jam pertama kelas 10 IPA 7 adalah pelajaran olahraga. Sekarang mereka sudah berada di lapangan lima belas menit sebelum pelajaran tersebut dimulai. Tak jarang, kelas lain pun merasa keheranan melihat ketepatan waktu kelas itu saat pelajaran.
Tidak membuang waktu berharga menunggu Pak Abdul dengan bergosip ria, mereka memilih melakukan pemanasan lebih awal dan berlari sepuluh kali keliling lapangan. Efisiensi adalah yang utama.
"Apa olahraga pertemuan ini, ya?" Tanya Agista sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru lapangan sekolah yang teramat luas tetapi tidak terawat. Terbukti dengan tumbuhnya rumput liar yang sudah mencapai mata kaki.
"Mungkin permainan bola besar. Kemarin kelas lain olahraganya kayak gitu," jawab Nadine sebelum meneguk air mineral miliknya.
Dari arah barat daya, datanglah seorang guru paruh baya namun memiliki otot kuat dan berkumis tebal bernama Pak Abdul yang membawa sekeranjang bola dengan menyeretnya.
"Baik anak-anak, hari ini kita akan bermain permainan bola besar. Apa saja bola besar itu?" Tanya beliau lantang. Beliau tidak perlu memastikan kelas itu sudah pemanasan atau belum, pasalnya melihat wajah mereka saja sudah kentara.
"Bola voli, basket, dan sepak bola," jawab mereka kompak melihat isi bola yang diseret oleh Pak Abdul.
"Baik, nanti kalian akan berkompetisi antarkelompok. Kelompoknya akan saya umumkan setelah ini. Sekarang anak putra bermain sepak bola sedangkan anak putri ikut saya ke lapangan sebelah."
Pak Abdul berjalan meninggalkan lapangan bola menuju lapangan basket dengan langkah cepat. Siswi kelas itu langsung mengikuti langkah beliau dengan menggerombol.
"Baik saya bagi saja sekarang kelompoknya."
"Kelompok basket Alpha adalah Naira, Nadine, Stella, Agista, Aliza, dan Rika."
Agista menoleh ke Nadine dengan semangat yang langsung direspon Nadine dengan sumringah. Pancaran mata kedua perempuan itu sama terangnya. Menandakan mereka sangat senang tergabung dalam satu tim.
Meskipun bukan dari ekskul basket, Agista menjadi tim inti Basket SMA 1 Gemilang. Keanggotaan Agista bukan karena kekuatan orang dalam, tetapi Pak Abdul sendiri yang mengajukannya dan Agista ternyata lolos segala seleksi yang dilakukan untuk posisi tim inti.
"Ck, kita satu tim sama OSIS belagu itu," cibir Stella menekan kata OSIS dan menyuratkan ketidaksukaannya kepada organisasi formal tersebut.
"Nggak papa. Penting satu tim sama tim inti basket sekolah kita. Agista," ujar Rika memandangi Agista yang tengah sibuk tertawa dalam dunianya.
"Kelompok basket Gamma adalah Athilia, Resya, Chlora, Alya, Fifi, dan Alexa."
"Asyik, sama kakak atlet. Lo jadi kapten tim ya Tha," ujar Fify merangkul pundak Athilia mesra. Athilia yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum manis. Mengingat mereka bukan orang yang begitu akrab, maka Athilia akan menerima permainannya begitu saja.
"Tim voli Teta adalah Melsa, Indira, Lizka, Larissa, Carla, dan Vanesa."
"Terakhir, tim voli Omega adalah Izly, Tasya, Ayra, Roza, Yossi, dan Gwen."
Secara otomatis kelas itu langsung mengelompok ketiga guru telah mengumumkan kelompoknya. Tanpa perlu adanya perintah dua kali.
"Semuanya segera menempatkan diri bersama timnya."
Prit!
Setelah Pak Abdul membunyikan peluit, mereka langsung mengambil posisi di lapangan. Meski ini hanya permainan dan bukan penilaian, di sinilah mereka harus bisa mengasah kemampuan mereka. Kapan lagi bisa bermain sekaligus mengamati orang lain? Kesempatan ini tidak boleh sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : WE ARE ONE
Teen FictionKelas unggulan dengan kemampuan lebih di atas rata-rata? Mungkin terdengar klasik. Namun begitulah kenyataannya. Bercerita tentang kelas IPA yang menoreh sejarah sepanjang sekolah didirikan. SMA Gemilang. Sekolah paling tidak berkompeten dalam mengu...