02. Poder || Kekuasaan

33.9K 2K 50
                                    

"Lepasin gue!" berontak Vika saat pemuda bernama Artha membawanya kesebuah gudang belakang kampus.

Artha Launez adalah sahabat karib Revan. Artha adalah tangan kanan Revan, walaupun mereka masih seumuran. Namun Artha tak pernah menghilangkan rasa hormat dan terimakasihnya pada Revan.

Revan yang telah menolongnya dari maut, saat itu Artha hampir saja dibunuh oleh seorang pria tidak dikenal menggunakan sebuah gergaji. Tiba-tiba Revan datang dengan sebuah balok dan memukul keras kepala pria itu hingga darah berceceran kemana-mana.

Darah, teriakan dan rintihan menjadi kesukaan Revan setelah kejadian itu. Revan membantu Artha bangkit dan membelikan Artha sebuah rumah yang lumayan besar, Artha tak punya siapa-siapa kecuali Revan.!Maka dari itu Artha akan terus mengabdikan hidupnya pada Revan selama dia mampu melakukannya.

"No," balas Artha dingin dan mendudukkan Vika disalah satu kursi lalu mengikatnya.

"Sialan! Lepasin gue! Gue mau tolongin Lea!" berontak Vika. Namun terlambat, Artha sudah mengikatnya dengan kuat.

"Por Vafor..." ucap Vika memohon karena jujur saja kepalanya masih terasa pusing bekas jambakan kasar Revan tadi.
-Tolong...

Dengan iba akhirnya Artha melonggarkan ikatan pada tubuh gadis itu.

"Kamu jangan kemana-mana. Tunggu Tuan Revan kesini," pinta Artha berbahasa Indonesia walaupun terasa masih kikuk.

"Lah? Bisa bahasa Indonesia. Kenapa nggak ngomong dari tadi," sebal Vika sambil melepas ikatannya. Ikatan Vika terlepas, Artha masih berdiri disampingnya dengan tatapan tertuju pada pintu.

Vika hanya bisa berdo'a. Semoga sahabatnya itu, Alea baik baik saja.

Sementara itu dikoridor kampus, seorang pemuda dengan tatapan dinginnya pada semua orang berjalan berdampingan dengan seorang gadis cantik dengan wajah pucatnya.

Bisikan demi bisikan terdengar jelas ditelinga Alea. Wajar saja, Revan menggenggam tangannya erat namun terkesan lembut. Pemuda disampingnya itu bahkan hanya fokus menatap depan dan sesekali menatap dirinya.

Revan membawa Alea kegudang belakang kampus. Pintu gudang itu terbuka, Alea menatap sahabatnya dengan tatapan lega.

"Lea! Lo nggak papa?" tanya Vika khawatir dan langsung memeluk Alea erat.

"Nggak, sekarang kita masuk kelas. Jadwal Mr. Nike lima belas menit lagi." Jawab Alea mencoba tersenyum.

Artha menatap Revan dengan diam, Revan memberi kode pada pemuda berambut seputih salju itu untuk pergi. Akhirnya Artha pergi setelah memberi tanda hormat pada Revan. Revan menatap Alea dengan senyum tipis lalu menarik lembut dagu gadis itu.

"Kamu yang bener belajarnya, break aku tunggu dikantin," ucap Revan selembut kapas. Vika saja sempat tertegun.

"Kelas kamu ada dilantai tiga, lift disebelah ruangan informasi. Aku pergi dulu." Revan mengecup kening Alea dengan singkat. Alea hanya diam tanpa ada kata protes atau lainnya, karna hal itu hanya akan membahayakan nyawanya dan nyawa sahabatnya.

Sepeninggal Revan. Vika masih membenarkan rambutnya agar terlihat lebih rapi.

"Lo serius nggak diapa-apainkan?" tanya Vika was-was. Alea menggeleng cepat.

"Gue gak tau nasip kita besok!" tutur Alea membuang napas gusar.

Tak ingin berlama lama digudang kampus, akhirnya mereka berjalan cepat menuju kelas dan mengikuti pelajaran seperti mahasiswa lainnya.

Dilain tempat dua orang pemuda tengah duduk berhadapan dengan sebuah meja yang menjadi penghalang kursinya.

"Tuan---"

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang