38. Ending || Permainan Baru Dimulai

26.3K 955 129
                                    

"SUDAH PAMAN DUGA!

Alea menatap takut pada Paman Gino yang berdiri diambang pintu dengan tangan terkepal.

"Serahkan Lea!" bentak Paman Gino mendekat kearah Revan.

Revan menurunkan Alea dengan-hati hati dan langsung memeluk gadis itu erat.

"Gak! Paman!"

"Stop paman!" teriak Fadil namun tak diperdulikan oleh Paman Gino.

"LEA! TEGANYA KAMU BOHONGIN PAMAN!" marah Paman Gino menatap sang keponakan tajam.

"LEA HAMIL ANAK REVAN! BUKAN ANAK KAK FADIL!" teriak Alea lantang. Paman Gino menatap tak percaya, suasanapun menjadi senyap.

"Paman... Lea cuma mau bahagia," pelan Alea menatap lirih pada pria yang sudah dia anggap sebagai ayahnya itu.

Paman Gino menggeleng pelan.

"Pergi sekarang juga, Revan!'" usir Paman Gino. Revan hanya diam dengan menundukkan wajahnya.

"Nggak!" cegah Alea menggenggam erat tangan Revan. Vika dan Fadil sudah tak dapat berbuat apa-apa.

"Kamu nggak mau pergi?" tanya Paman Gino menantang. Paman Gino menjentikkan jarinya dan dua orang pengawal memasuki kamar Alea dengan seorang pria yang tengah terikat dan mulut yang dilakban.

"Papa..." ucap Revan pelan menatap Baraq yang lemah tak berdaya.

"Paman jahat!" marah Fadil.

"Kamu pergi dari kehidupan Lea! Atau ayah kamu akan mati ditangan saya!" ancam paman Gino. Revan menggeleng pelan, mengapa tiba-tiba nyali membunuhnya ciut?

Alea menatap sang paman tak percaya.

"Pilih Lea, atau ayah kamu!" ancam paman Gino lagi setelah mengarahkan pistol tepat dikepala Baraq.

Perlahan namun pasti, genggaman tangan Revan pada Alea terlepas. Alea menatap Revan tak percaya, pemuda itu berlulut dan mencium perut datar Alea dengan senyum tipis. Senyum bak seorang malaikat yang sangat bahagia.

"Nggak seharusnya kamu tersiksa karna saya. Semuanya berakhir. Nama ayah kamu Fadil, bukan Revan," ucap Revan serak mencoba menahan air matanya.

"Van..." lirih Alea tak percaya. Vika menangis dalam-diam, sementara Fadil hanya bisa menundukkan wajahnya sendu.

Revan bangkit dengan senyum tipisnya, kedua tangan Revan menangkup lembut wajah Alea.

"Aku pergi, untuk kebahagiaan kamu." ucap Revan pelan. Alea menggeleng lalu balas mengusap rahang kokoh Revan.

"Aku cinta kamu, jangan pergi, Van!" pinta Alea.

"Cinta nggak harus memiliki," balas Revan tersenyum manis.

"Van, jangan gila..." gumam Fadil pelan.

"Kak, Kakak jaga Lea. Maaf, takdir Lea nggak seharusnya kayak gini. Maaf!" ucap Revan menatap Fadil.

"Pilihan yang tepat," ucap paman Gino kembali menyimpan pistolnya.

Revan menatap wajah Alea lekat, wajah yang sangat dirindukannya nanti.

"Van! Jangan pergi," pinta Alea lirih. Revan tersenyum lalu mengecup lembut kening Alea.

"Aku pergi, demi kebahagiaan kamu dan jagoan kita nanti," ucap Revan menatap perut Alea sekilas.

"Papa?" panggil Revan menatap Baraq yang terdiam. "Kita pergi," ucap Revan dingin.

"Enggak! Evan! Jangan pergi," pinta Alea saat Revan melangkah menjauh darinya. Revan hanya diam dan melepaskan ikatan Baraq kemudian memeluk pria itu erat.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang