|| Epilog Dan Sekuel ||

25.6K 964 83
                                    

"Mom, bisakah kau mengambilkanku apel?" tanya seorang pemuda yang tengah asik dengan ponselnya.

"Dasar anak kecil, hanya mengambil apel kau tidak mampu?" tanya seorang gadis manis berusia 12 tahun pada sang kakak.

"Cermin tolong, bukankah aku lebih besar dari kau?" tanya pemuda bernama lengkap Alevan Dykara.

Gadis manis itu berdecih pelan pada sang kakak.

"Jangan bertengkar, mommy ambilkan apel. Selena, kau mau apa sayang?" tanya seorang wanita yang masih terlihat muda pada dua anaknya.

"Aku mau cepat besar, agar bisa menandingi Kak Van," jawab gadis itu polos seraya meraih sebiji apel yang dibawakan wanita tadi, Alea.

"Dasar anak kecil," cibir Alevan menatap kesal pada sang adik.

"Apel ku! Kauuu!"

"Rasakan!" cibir Selena pada sang kakak. Alevan menggerutu kesal, bisa-bisanya Selena mengambil apelnya lebih dulu.

"Van, kau sudah besar. Ambil apel sendiri, bisa?" tanya Alea. Lebih tepatnya sebuah perintah.

"Oke," singkat Alevan lalu pergi, masih membawa ponsel mahalnya.

"Mom, kenapa mom selalu memanjakan kak Van? Bukankah dia sudah besar?" tanya Selena duduk disamping sang ibu.

"Mommy tidak memanjakan kakak mu sayang, buktinya mommy menyuruhnya mengambil apel sendiri," jawab Alea sambil merapikan rambut sepinggang anak bungsunya itu.

"Lalu, mengapa Kak Van sangat manja pada mom? Aku yang kecil saja tidur sendiri,  sedangkan Kak Van selalu tidur minta ditemani? Wajah kami pun tidak mirip. Kak Van mempunyai mata hazel dan aku berwarna hitam. Rambut kak Van juga lurus sedangkan aku sedikit ikal, apa aku---"

Alea menempelkan jari telunjuknya pada bibir mungil buah cintanya bersama Fadil itu.

"Kau anakku, apa perlu kita tes DNA?" tanya Alea terkekeh.

"Aku menyayangimu mom," rengek Selena memeluk Alea erat. Alea balas memeluk anaknya itu tak kalah erat.

"Mom, aku juga ingin dipel--"

"Diam kau! Anak kecil," potong Selena pada ucapan Alevan yang datang membawa sebiji apel merah.

"Hahaha." Alea tak dapat membendung tawanya saat wajah Alevan terlihat merah padam. Wajah kekesalan yang sangat Alea kenali dari seseorang dimasa lalunya.

"Mom, kenapa kau menangis?" tanya Alevan lalu duduk disamping sang ibu.

"Tidak, aku hanya beruntung mempunyai dua anak seperti kalian," jawab Alea lalu merangkul bahu Alevan erat.

"Kenapa kita tidak pernah pulang ke Indonesia?" tanya Alevan polos.

"Hidup di Barcelona lebih menyenangkan bukan? Lagi pula sebentar lagi kau akan masuk kuliah," jawab seorang pria dengan setelan jas kantornya.

"Daddy!" teriak Selena beralih memeluk sang ayah. Fadil terkekeh lalu duduk disamping Alea dengan Selena yang berada dipangkuannya.

"Tapi--"

"Van," potong Fadil memelas.

"Dad! Aku ingin pulang ke negara asli ku, aku ingin ke Indonesia. Kita orang Indonesia, bukan Barcelona ataupun Spanyol atau--"

"Kau menyeramkan, mirip hantu hallowen," potong Selena polos.

"KU BUNUH KAUUU!" teriak Alevan kesal sambil berusaha merebut Selena yang berada dipelukan Fadil.

Tawa Alea tak dapat terelakkan, memang benar kalau Alevan sudah remaja. Tapi pikirannya masih seperti anak kecil yang ingin menang sendiri, bukannya menjaga Selena, Alevan malah menganggunya.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang