09. Ocultación || Bersembunyi

21.8K 1.2K 8
                                    

"Nggak semuanya bisa dimaafin," ucap Alea serak, Revan meraih dagu gadis itu lembut. Dikecupnya dengan perlahan, bahkan saat saat begini Revan masih sempat menciumnya.

"Maafin aku." Ulang Revan menatap manik mata gadis itu lekat. Alea diam membisu saat iris hitam pekat itu hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

"Aku maafin kamu," ucap Alea pelan. Revan tersenyum hangat pada gadis itu.

"Tapi lepasin aku!"

Senyum pemuda itu luntur seketika, bahkan tatapan tajamnya terkunci pada wajah gadis itu.

"Itu nggak bakal terjadi," singkat Revan lalu pergi.

"Cukup Van! Aku capek!" langkah Revan terhenti, kepalanya menoleh pada gadis itu.

"Aku benci sama kamu!"

"Aku bukan milik kamu!"

"Aku nggak cinta sama kamu!"

"Dan aku!"

"Lebih milih mati dari pada hidup sama monster kaya kamu!"

Alea menatap Revan tajam, keluar sudah uneg-uneg dihatinya! Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, yang terpenting dia sudah mengeluarkan isi hatinya pada pemuda brengsek seperti Revan!.

Revan hanya tersenyum tipis lalu keluar dari ruangan inap Alea. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat dan langsung melepas infus dengan paksa. Bahkan darah Alea menetes kelantai.

Kakinya melangkah tertatih menuju pintu, gadis itu keluar dari kamar inapnya dengan berlari. Takut Revan tahu akan kepergiannya! Yang Alea pikirkan saat ini hanya keselamatan dirinya dan Vika! Soal bagaimana siksaan Revan nanti, itu juga akan terjadi padanya!

Bruk!

Gadis itu tak sengaja menabrak punggung tegap seorang pria. Pria itu menoleh dan ternyata adalah seorang dokter.

"Perdoñ!" ucap Alea sambil menangkup tangannya pada pria itu.

"Kamu pasien kah?" tanya Dokter itu berbahasa Indonesia. Alea mengangguk pelan dengan kening berkerut.

"Saya Adrian, adik dari dokter perempuan yang merawat kamu," ucap Adrian memperkenalkan diri.

"Sekarang, mari saya antar kekamar, kondisi kamu masih belum pulih," tutur Adrian pada Alea. Alea menggeleng cepat dan langsung menarik jas Adrian.

"Tolong saya." Alea memohon dengan nada lirih dan air mata yang sudah tak terkontrol. Adrian mencengkram lembut kedua bahu gadis itu.

Cantik, satu kata yang terlintas dibenak lelaki berumur 28 tahun itu.

"Apa masalah kamu?" tanya Adrian pelan lalu membawa gadis itu duduk dikursi tunggu. Alea masih mencengkram kuat jas dokter Adrian.

"Sembunyiin saya..." pinta Alea pelan.

"Untuk beberapa hari kedepan!..."

¤¤¤

"Bagaimana pasien bisa kabur!"

"Rumah sakit macam apa ini!"

Pemuda itu terus memarahi beberapa dokter dan perawat rumah sakit. Gadisnya pergi, gadisnya telah kabur! Tapi tenang, secepatnya Revan akan menemukan Aleanya!

"Sabar Van," ucap Vika mencoba menenangkan. Revan menoleh pada Vika dan Artha.

"Cari Lea!" titah Revan singkat pada Artha. Pemuda itu mengangguk lalu pergi, Vika yang merasa bingung dengan keadaan lantas mengikuti langkah Artha.

"Sekali lagi maafkan kami, kami lalai," ucap dokter Maudia, kakak dari Adrian. Revan langsung pergi dengan tatapan dinginnya. Kemana kiranya Alea.

Sementara itu dilain tempat, seorang gadis tengah duduk disofa depan televisi sebuah rumah yang lumayan mewah. Tiba-tiba seorang pria duduk disamping gadis itu lalu memindah tayangan televisinya.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang