21. Duelos De Mauto || Duel Maut

16.9K 923 16
                                    

"Vika!" teriak Revan lantang, Vika yang berjalan bergiringan bersama mahasiswi lainpun menatap bingung pada Revan.

"Ngapa?" tanya Vika. Revan berlari kearah gadis itu.

"Lea mana?" tahya Revan mencengkram kuat kedua bahu Vika.

"Gue nggak tau! Lepasin!"

Revan melepas cekalannya dengan keringat membasahi pelipisnya. Pria itu kembali berlari. Revan salah! Sangat salah, pasti Alea akan membencinya.

Gadis itu mencoba menahan tangisnya, sakit, sangat sakit! Apalagi saat jarinya sendiri yang mengusap lipstik dibibir sexy pemuda itu.

"Akh!" Alea menendang kuat tembok.

"Revan sialan!"

"Gue benci elo!"

"Hiks...hiks... Kamu jahat Van!" Alea terduduk dilantai rooftop kampus dengan menelungkupkan wajahnya dilutut.

"Kamu... Hiks... Nyakitin aku lagi!"

"Penipu!"

"Pembunuh!"

"Kamu jahat..."

Alea mendongakkan kepalanya saat sebuah kaki berdiri dihadapannya.

"Butuh sandaran Lea?"

Alea hanya diam tanpa berniat menjawab kalimat Ernest barusan. Dosen tampan itu menarik lembut dagu Alea.

"Air mata kamu terlalu mahal buat nangisin lelaki kayak dia," ucap Ernest sambil mengusap air mata Alea dengan jarinya.

Alea hanya diam.

"Saya suka sama kamu, tinggalin Revan dan--"

Plak!

"Pergi sekarang!" usir Alea setelah menampar dosen tampan yang baru berusia 28 tahun itu. Ernest mengusap pelan pipinya dengan senyum tipis.

"Saya anggap itu sebagai penolakan," ucap Ernest dingin lalu bangkit dari jongkoknya.

"Akh!" ringis Alea saat merasakan rambutnya dijambak oleh seseorang.

"Sial!" maki Alea saat Ernest mengeluarkan sebuah pisau kecil dari jasnya.

Apa semua orang adalah psycho?

"Lepasin gue! Akhh!" Ernest menggores ujung pisau pada lengan Alea tanpa aba-aba.

"Kamu harus tanggung jawab dengan perasaan saya, Lea!" bentak Ernest masih menjambak kuat rambut gadis itu.

Dimana Revan!

"Gue nggak peduli!" Alea mencoba menahan lengan Ernest yang berusaha menusukkan pisau pada dadanya. Apa apaaan? Apa ini akhir dari Alea.

"BANGSAT!"

Ernest terhuyung setelah mendapat tamparan kuat dari seorang pemuda.

"Lea! Kamu nggak papa?" tanya lelaki yang tiada lain adalah Revan dengan nada paniknya.

Alea menggeleng pelan.

"REVAN!" pekik Alea saat Ernest menusukkan pisaunya pada bahu kiri pemuda itu. Alea memejamkan matanya kuat, tatapan Revan yang tadinya penuh kekhawatiran kini berubah menjadi tatapan maut.

Revan dengan entengnya mencabut pisau kecil itu, darah bercucuran beriringan dengan tulang-tulang leher yang dia gertakkan.

Alea pucat pasi saat dua monster tersebut berhadapan dengan pisau ditangan Revan dan balok kayu ditangan Ernest.

"Selamat datang di neraka," ucap Revan menatap tajam pada Ernest. Ernest tersenyum simpul kemudian menatap sekilas pada Alea.

"Saya, mencintai Lea!"

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang