06. Libertad || Kebebasan

24.6K 1.4K 45
                                    

Gadis cantik itu memeluk seorang pria yang lebih tua tiga tahun darinya dengan erat. Terlihat jelas kalau itu pelukan tak ingin berpisah.

"Le, udah dong. Kakak bakal kabarin kamu kalau udah sampai Indonesia," ucap Fadil lembut sambil melepas pelukannya.

Revan berlagak menatap arlojinya.

"Penerbangan lima belas menit lagi Kak," ucap Revan tiba-tiba. Alea hanya bisa diam, sementara Vika memilih menundukkan wajahnya.

"Oke, Kakak pergi dulu. Kamu jaga diri, ada Revan," pinta Fadil kembali memeluk adiknya erat lalu mengecup sekilas kening gadis itu. "Lo juga Vik," tambah Fadil. Vika mendongakkan kepalanya lalu tersenyum.

"Kak," panggil Alea saat Fadil melambaikan tangannya. Alea hanya bisa membalas dengan lambaian tangan dan air mata yang sudah berada dipelupuk matanya.

"Yuk pulang?" ajak Revan lalu melingkarkan lengannya dipinggang ramping Alea. Alea bersama Revan pergi lebih dulu, Vika menatap punggung Fadil yang sudah tak kelihatan dengan setetes air mata yang jatuh dari matanya.

"Kita dalam bahaya, Kak." Vika mengusap air matanya kasar.

Saat ini Alea dan Revan tengah berada disalah satu restaurant ternama di Kota Barcelona. Banyak makanan yang tersaji dimeja bundar itu. Revan duduk berhadapan dengan Alea. Gadis itu hanya diam tanpa berniat menyentuh makanannya.

"Makan sayang," titah Revan lembut. Alea mendongakkan kepalanya lalu mengangguk dan mulai menyantap pasta khas Italia. Salah satu makanan kesukaannya.

"Gitu dong, ntar sakit," kekeh Revan sambil menyelipkan anak rambut gadis itu. Alea tersenyum kikuk lalu meminum air bening yang tersaji didekatnya.

Pranggg!

"Panas! Aw..."

"Uhuk! Uhuk!"

Alea menepuk nepuk pelan dadanya saat seteguk air bening itu masuk ketenggorokannya.

"Panas?" panik Revan lalu bangkit dan mendekat kearah Alea.

"Minum ini." Revan menyodorkan segelas air putih lalu Alea meneguknya dengan kasar.

"Gimana?" tanya Revan was-was, matanya menatap gelas air yang sudah pecah itu. Jari Revan menyentuh pelan lantai keramik itu.

"Vodca," gumam Revan setelah hidungnya mencium aroma minuman dari air yang baru saja diteguk oleh Alea.

"Masih sakit..." keluh Alea dengan suara seraknya.

Revan mengepalkan tangannya kuat.

"Mayordomó!" teriak Revan lantang.
-Kepala pelayan!

Tidak lama kemudian, dua orang pria berpakaian pelayan datang menghampirinya.

"Lo siento señor, podemos ayudarte?" tanya salah satu dari dua orang pelayan itu.
-Maaf tuan, ada yang bisa kami bantu?

Revan menatap dua pelayan itu dengan bengis.

"iLlama al dueño de este restaurante! Soy Revan Qayro, uniré este restaurante porque hice ki!" murka Revan pada dua pria itu. Kedua pria tersebut menatap Revan tak percaya.
-Panggilkan pemilik resto ini! Aku Revandy Qayro akan menjatukan resto ini karna telah melukai gadis ku dengan vodca sialan mu ini!

Tiba-tiba kedua pelayan itu langsung berlutut pada Revan.

"El perdoñ señor" Ucap keduanya berbarengan.
-Ampuni Tuan.

Revan tersenyum miring lalu menjatuhkan semua makanan yang berada diatas meja hingga menimbulkan suara yang sangat berisik. Untung saja keadaan masih terbilang sepi.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang