14. Una Noche Larga || Malam Yang Panjang

20.4K 1K 7
                                    

Pukul sembilan malam, Alea dan Vika baru pulang dari jalan-jalannya. Entah tempat mana saja yang mereka kunjungi, tapi senyum lebar tak pernah luput dari bibir keduanya.

"Kalian dari mana aja? Astaga! Bisa nggak jangan bikin khawatir? Katanya cuma sebentar," omel Fadil menatap keduanya dengan panik.

"Ntar aja deh ceritanya, Lea capek nih," balas Alea lalu memeluk kakaknya itu agar ia tidak dimarahi.

"Mulai lagi," sebal Vika lalu pergi lebih dulu. Hal itu hanya akal-akalan Alea agar tak dimarahi Fadil, Vika tahu benar.

"Anter Lea kekamar dong! Gendong ya!" pinta Alea dengan mata berbinar dan lengan yang mengalung dileher Fadil.

Fadil sudah tak bisa menolak saat Alea mengeluarkan jurus mautnya. Fadil berjongkok dan Alea langsung naik kepunggung kakaknya itu. Direbahkannya Alea dengan hati-hati, Fadil menarik selimut. Baru saja kakinya melangkah pergi, tiba-tiba Alea menahan lengannya.

"Kakak tidur disini aja, temenin Lea."

Fadil terkekeh lalu naik kekasur kemudian memposisikan tubuhnya disamping Alea. "Mimpi indah," ucap Fadil lembut lalu mengecup singkat pucuk kepala adiknya.

"Andai aja kita bukan kakak adek ya, pasti Kakak udah naksir sama Lea, cakep banget sih!" kekeh Fadil memuji.

Alea yang mendengar itu juga ikut terkekeh. Berbeda dengan seorang pemuda yang mendengar kalimat Fadil barusan. Baginya, kalimat tersebut adalah sebuah pisau yang kapan saja bisa menusuk dirinya dan Aleanya. Revan, pemuda itu menandaskan niatnya memasuki kamar Alea.

"Ngapain lo?" tanyaVika sinis.

Revan menggeleng pelan lalu duduk disofa ruang tamu. Matanya terpejam secara perlahan, pemuda itu tertidur dengan posisi duduk.

"Lah, udah tidur dia. Mati aja sekalian!" cibir Vika lalu menutup pintu agar keras hingga Revan tersentak kaget.

"LEA!" pekik agak keras. Tangannya terkepal kuat, Revan bangkit dan langsung mendobrak pintu kamar Alea dengan kakinya.

Sontak pria yang berada disamping Alea menatap Revan dengan diam. Wajahnya masih berjarak sangat dekat dengan wajah Alea.

"Sialan lo!" maki Revan dan langsung menjauhkan Fadil hingga punggungnya terbentur ketembok. Mata Revan menatap wajah damai Alea yang masih tertidur dengan bibir yang sedikit basah.

"Kakak macam apa lo!" hardik Revan kembali memukuli Fadil yang sudah terkapar. Amarah sudah menguasai pemuda itu.

"REVAN STOP!"

Sontak Revan yang tengah memukuli Fadil menghentikan aksinya. Disana, Alea bangkit dari kasur dan langsung menghampiri kakaknya.

"Kak, Kakak nggak papa?" tanya Alea panik, Fadil menggeleng dengan luka lebam diwajahnya.

"Van! Aku kecewa sama kamu!" ucap Alea serak. Dia kira Revan sudah berubah, tapi nyatanya.

"Le! Dia udah--"

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Fadil memotong ucapan Revan dengan batuknya.

"Kak, Kakak bertahan ya. Aku manggil Vika dul--"

"Jangan!" Revan menatap tajam pada Alea. Alea tahu tatapan itu, tatapan seorang monster yang haus akan darah.

"Van! Lepas!" berontak Alea namun tidak digurbris sama sekali.

"Urusan kita belum selesai!" ancam Revan pada Fadil lalu menarik kasar lengan Alea. Alea tak bisa berbuat apa apa, entah apa yang akan dilakukan Revan padanya.

Revan menghempaskan tubuh Alea kekasurnya. Ya, Revan membawa gadis itu keapartemen miliknya.

"Van! Kamu nggak berubah!" air mata mulai membasahi kedua pipi gadis itu.

"Nggak akan ada yang berubah dari aku!" jawab Revan lalu mengambil sesuatu dari laci.

"V-van.. J-jangan lagi..." Alea berucap serak saat Revan membawa sebuah pisau padanya.

"Pisau aku rindu darah kamu, gimana dong?" tanya Revan dengan nada sexy sambil menghirup banyak-banyak oksigen yang berada didekat wajah Alea.

"Aku suka wangi kamu Le," ucap Revan lalu mengecup sekilas pipi Alea.

"Apa maksud kamu?" cegah Alea menjauhkan wajahnya dari wajah Revan.

"Kamu itu milik aku!" ucap Revan tegas. Sudah Alea duga kalau Revan tak suka jika ada Fadil disampingnya.

"Tapi Kak Fadil kakak aku. Dia juga kakak kamu dan Vika. Van, ayolah..."

Emosi Revan memuncak, bahkan dia tak sudi lagi memanggil Fadil kakak.

"Akhh..." ringis Alea saat tangan Revan menjambak rambutnya, tidak terlalu kuat. Namun tetaplah sakit.

"Kamu belain dia, sayang?" tanya Revan dengan nada seraknya.

"Kamu belain orang yang udah cabulin kamu?--"

Plak!!

Revan menatap kosong kearah manik mata Alea saat pipinya kembali memanas akibat kena tampar gadis itu.

"Kakak aku nggak bejat kayak kamu!" tandas Alea mencoba melepaskan jambakan Revan. Tak peduli jika rambutnya akan rontok.

"Tapi Fadil lebih hina dari aku!" balas Revan. Alea tersenyum miring mendengar ucapan Revan barusan.

"Lebih hina? Kak Fadil masih suci, aku tau itu. Aku nggak yakin kamu belum ngelakuin hal itu sama cewek disini, atau mungkin sama jalang?" ucap Alea meremehkan, entah dari mana datangnya keberanian gadis itu.

"Sialan!" maki Revan, tangannya kembali menjambak rambut gadis itu.

"Aku belum pernah ngelakuin hal itu, karna aku cuma mau kamu!" ucap Revan lalu melepas jambakannya dan beralih mengecup bibir gadis itu.

"Aku bisa aja ngerusak mahkota kamu sejak dulu, tapi aku nggak ngelakuin karna mahkota kamu lebih penting dari segalanya!" ucap Revan hingga membuat Alea diam membisu.

"Nggak kayak Fadil yang diam-diam nyium kamu, mungkin lebih," tambah Revan dengan senyum miring.

"Cukup Van! Kak Fadil nggak kaya gitu!"

Revan tersenyum miring lalu mendekatkan wajahnya kewajah gadis itu.

"Berapa Fadil bayar kamu sampai kamu tutup mulut kaya gini?"

Sungguh, perkataan Revan barusan membuat hati Alea memanas.

"Aku bukan jalang!" ucap Alea menegaskan. "Kamu, kamu yang brengsek! Nyiksa aku! Nyium aku! Ngatur aku semau kamu!" Alea memutar balik anak panah kepada Revan.

"Itu karena aku sayang sama kamu!" tukas Revan dengan mantap.

"Sayang? Itu namanya nyakitin, bukan sayang!" balas Alea. Revan tersenyum lalu menindih gadis itu diatas kasur.

"Kalau aku nyakitin kamu, kamu juga pasti menikmatinya."

Damn!

Tubuh Alea serasa memanas saat Revan mengatakan itu. Ditambah saat ini lidah Revan sudah bermain-main dilehernya.

"Stop!" pinta Alea, Revan tersenyum singkat. Malam ini dia akan membuat gadis itu mengemis kenikmatan darinya.

"V van...shhh..." Alea memejamkan matanya kuat dengan menutup rapat rapat mulutnya saat kecupan Revan mulai turun kedadanya.

Permainan apa lagi yang akan Revan lakukan.

"Gimana, kamu suka?" tanya Revan menatap manik mata Alea lekat.

Munafik jika Alea mengatakan tidak suka akan perlakuan pemuda itu padanya.

"Kamu menang! Puas!?" pasrah Alea. "Tapi stop fitnah Kak Fadil yang enggak-enggak!"

Mata Alea melotot saat tangan Revan menyusup masuk kedalam bajunya. Malam itu menjadi malam yang sangat Revan sukai, karena ia berhasil menandai Alea sebagai miliknya seutuhnya.












😭✊🏻
Wkwkwk, ya ampun. Antara malu sama bingung bikin cerita kayak gini. Kok bisa ya, 2018 dulu gue bikin cerita kayak gini.

Tbc...

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang