07. Desastre || Bencana

23K 1.3K 11
                                    

"Gimana? Semuanya udah balik?" tanya seorang pemuda pada temannya yang berambut seputih salju. Mereka adalah Revan dan Artha, saat ini keduanya berada di Belanda, tepatnya di Kota Amsterdam.

"Beres! Semuanya kembali," jawab Artha dengan senyum lebarnya. Revan tersenyum senang.

"Bagus," ucap pemuda itu lalu mengesapkan rokoknya.

"Setelahnya putuskan kerjasama dengan pria tua itu. Buang-buang waktu saja!" singkat Revan lalu bangkit, Artha mengangguk patuh.

"Emmm Tuan, apa kita langsung pulang?" tanya Artha memberanikan diri. Revan nampak berpikir.

"Siapkan pesawat pulang untuk besok, kau juga rindu Vika kan?" tanya Revan dengan senyum jahilnya. Artha menatap Revan tak percaya.

"Tidak Tuan, tidak sama sekali," jawab pemuda itu dengan nada sebalnya. Revan sedikit terkekeh lalu keluar dari cafe itu dan pulang lebih dulu menuju hotelnya yang berada tak jauh dari cafe itu.

Dua hari sudah pemuda itu berada di Belanda. Dua hari juga dia merasakan kekosongan dihatinya, mata Revan menatap fokus pada layar televisinya. Disana terdapat seorang gadis yang tengah bersih-bersih kamar dengan giatnya. Tak lama seorang gadis lagi datang dengan membawa dua gelas air, jus mungkin.

Ya, Revan memantau Alea dari sana. Pandangan Revan tak pernah lepas dari gadis itu. Setiap lima menit sekali dia menatap layar ponsel atau layar televisinya yang memang sudah dirancang khusus untuk memantau pergerakan gadisnya.

Revan tersenyum kecil, besok dia akan pulang dan akan bertemu dengan gadis itu. Revan sangat merindukan bibir gadis itu, memikirkannya saja mampu membuatnya tersenyum.

Revan tidak pernah menghubungi gadis itu selama berada di Belanda. Revan ingin menunggu gadis itu menghubunginya lebih dulu.

Beralih pada Alea dan Vika. Saat ini dua gadis itu tengah makan malam dibalkon kamar milik Alea. Vika memakan nasi gorengnya dengan lahap. Karna jujur saja, dia sangat merindukan masakan Indonesia.

"Gimana Le, ada kabar dari Revan?" tanya Vika melirik sekilas pada Alea. Alea menoleh lalu menggeleng.

"Baguslah, kita bisa bebas!" ucap Vika hingga Alea terkekeh pelan.

"Gue cuma ngerasa ada yang kurang" ucap Alea, Vika menoleh datar.

"Maksud lo?" tanya Vika sambil mengunyah nasi gorengnga. Alea menggeleng cepat dan langsung menghabiskan makanannya karna suhu diluar semakin dingin.

Saat ini Alea dan Vika tengah mengikuti pelajaran Mr. Roben. Alea dan Vika nampak sangat fokus, karena pelajaran sejarah adalah pelajaran yang paling keduanya sukai.

"Sttt..." bisik seseorang tepat ditelinga Alea. Alea sontak menoleh kebelakang.

"Hai?" sapa pemuda itu, Zeko.

Alea hanya tersenyum dan kembali fokus kedepan.

"Eh, siapa nama lo?" bisik Zeko lagi.

"Alea," singkat gadis itu enggan menoleh kebelakang.

"Lo cantik, Mr. Revan itu pacar lo?" tanya Zeko dengan nada ingin tahunya. Alea berdecak dan menoleh kebelakang, Vika pun ikut menoleh.

"Hai?" refleks Zeko menyapa Vika. Yang disapa hanya geleng-geleng kepala.

"Bisa diem nggak sih?" sinis Alea dengan decakannya.

"Oke," singkat Zeko kembali mendekatkan wajahnya ketelinga gadis itu. "Oke sayang..." sambung Zeko tersenyum tipis.

Vika yang turut mendengar lantas menatap Alea dingin. Untung saja tidak ada sosok Revan disana. Hingga akhirnya Mr. Roben mengakhiri pelajarannya. Alea dan Vika langsung melangkah cepat menuju kantin, dan sialnya Zeko malah mengikuti.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang