17. Verdad || Kebenaran

18.9K 1K 25
                                    

"Iya tau, yang lagi falling in love," goda Alea pada sepasang insan yang tengah berbincang riang.

"Sialan," rutuk Vika menatap sebal pada Alea.

"Kapan bisa pulang?" tanya Revan setelah duduk disofa kamar inap Artha.

"Dokter mengizinkan saya untuk pulang besok," jawab Artha sopan lalu bangkit dari kasur dibantu oleh Vika.

"Bagus," jawab Revan singkat lalu menarik lengan Alea agar bisa duduk disampingnya.

"Lo pada kalo mau mesra/ mesraan jangan disini deh!" sebal Vika melihat Revan yang sudah melingkarkan lengannya dibahu Alea.

"Sirik aja lu," jawab Revan tak kalah sewot. Artha dan Alea hanya geleng-geleng kepala.

"Kamu mau juga saya mesra mesra in?" tanya Artha menatap Vika dengan senyum yang, sangat mempesona.

"Tapi nggak disini juga kali," ucap Vika seolah menyindir Revan dan Alea.

"Oke, setelah saya pulang nanti. Kamu bakal saya mesra-mesra in. Atau bahasa kekiniannya, dibelai-belai. Hahaha!"

Revan dan Alea sontak ikut terbahak atas ucapan Artha barusan. Vika menyembunyikan pipinya yang terasa memanas.

"Kena, lo Vik!" kekeh Alea.

"Mending lo berdua pergi deh!" usir Vika menatap keduanya malas.

"Jadi ngusir? Biar bisa berduaan sama Artha?" tanya Revan jahil.

"Sialan!" umpat Vika sebal.

Alea memilih bangkit hingga Revan menyerngit.

"Kemana?" tanya Revan lembut.

"Kita pulang aja yuk, aku capek." Ucap Alea jujur, Revan mengangguk dan ikut bangkit.

"Kita pulang dulu," ucap Revan pada Artha.

"Nggak dari tadi," gumam Vika pelan, mungkin hanya Artha yang mendengarnya.

"Ada berita penting. Kita bahas nanti," ucap Revan menatap Artha penuh arti.

"Siap Tuan!" balas Artha mantap. Revan dan Alea langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruang rawat Artha.

"Sampai mana tadi?" tanya Artha pada Vika. Pipi Vika kembali memanas.

"Tau," singkatnya, baru saja Vika hendak pergi tiba-tiba Artha mencekal lengannya.

"Saya suka sama kamu, kamu mau jadi pacar saya?"

Vika tak dapat membendung semprutan merah dikedua pipinya.

"Tau ah!" singkat gadis itu malu lalu pergi.

Artha terkekeh pelan, berhasil membuat gadis itu salah tingkah oleh ucapannya barusan.

¤¤¤

"Kamu istirahat ya, aku keluar," ucap Revan lembut sambil merebahkan Alea dikasur apartemennya. Alea mengangguk lalu memejamkan matanya pelan.

Kaki Revan melangkah pelan menuju sofa diruang tamu. Revan membuang nafas gusar, semakin banyak orang yang mengincar Aleanya. Pemuda itu tersenyum miring.

"Semakin banyak orang ngincar kamu, maka semakin cepat juga mereka mendekati maut," ucap Revan dingin lalu menyalakan sebatang rokok.

Revan berjanji, siapa saja yang mengambil miliknya maka akan lenyap dari dunia ini. Kecuali Tuhan. Itu janji Revan.

Dua hari dirawat akhirnya Artha diperbolehkan pulang, saat ini Vika tengah berada dirumah sederhana milik Artha yang dibelikan oleh Revan. Sederhana, tapi terkesan mewah dan berkelas, Revan ingin saja membelikan rumah yang besar tapi Artha menolaknya dengan alasan dia hanya hidup sendiri.

"Baik juga si Revan sama lo," ucap Vika setelah dirinya duduk berhadapan dengan Artha disofa ruang tamu.

"Gitu ngomongnya sama pacar? Kan aku udah bilang kita pake kata aku-kamu," tutur Artha hingga Vika menampilkan wajah cengengesannya.

"Sorry, belum biasa." Jawab Vika.

"Kita tunggu Tuan Revan sebentar," ucap Artha diangguki oleh Vika, kekasihnya. Asequy.

Selang beberapa menit, pintu rumah Artha kembali terbuka. Disana ada Revan sendirian, tapi dimana Alea?

"Lea mana? Gak lo tinggal dijalankan?" tanya Vika was-was. Revan hanya berdecak lalu duduk disebelah Vika.

"Lo, kaleng rombeng. Bisa pergi dulu nggak? Ada yang mau gue omongin sama Artha." Usir Revan datar. Vika mendengus kesal lalu bangkit.

"Kamu kekamar aku dulu, ada diatas," titah Artha lembut. Vika hanya mengangguk dan menaiki tangga menuju kamar Artha.

"Aku, kamu?" tanya Revan bingung.

"Hehehe, kami berpacaran!" ucap Artha mengalihkan pandangannya menahan malu.

Revan hanya terkekeh. Seketika ekspresi pemuda itu berubah menjadi datar.

"Pengiriman sukses?" tanya Revan.

Artha membuka kembali laptopnya yang memang sedari tadi berada dimeja dihadapannya. "Sukses Tuan. Kita tinggal menunggu jawaban dari konsumen soal reaksi obat itu," jawab Artha menunjukkan layar laptopnya pada Revan.

"Baik." Jawab Revan singkat.

"Mr. Roma dari Peru meminta kita membuatkan kembali senjata Max 2000 itu. Apa kita bisa?"

Revan nampak berfikir sejenak.

"Mereka membayar $1.000.000 Tuan," tambah Artha dengan senyum miringnya.

"Beritahu yang lain," jawab Revan singkat, Artha tersenyum. Tuannya menyetujui pembuatan senjata itu.

Inilah dunia Revan, seorang pria yang menjerumuskan dirinya kedalam dunia gelap para manusia haus akan kekuasaan. Revan menutup rapat-rapat identitas gelapnya dari sorotan media, dan kalau sampai ada yang tahu maka orang itu akan tewas kurang dari 24 jam dengan kepala terpenggal atau bagian tubuh yang sudah tak utuh.

"Tuan, apa kita selamanya begini?" tanya Artha tiba-tiba. Revan diam sejenak dengan senyum tipis.

"Gue suka dunia ini," jawab Revan singkat lalu bangkit.

"Anda suka, maka saya jauh lebih suka."

Revan sangat puas akan jawaban Artha barusan, hanya Artha yang paling dipercayainya.

"Cari tau soal Zeko," perintah Revan sebelum pergi.

Lagi lagi Artha mengangguk mantap.

"Siap Tuan!"

Beberapa jam berlalu, mata Revan masih menatap tajam pada dua orang yang duduk didekat jendela cafe. Gadis cantik dan pemuda tampan itu duduk berhadapan dengan sesekali berbincang-bincang.

"Sudah gue duga!" singkat Revan lalu melajukan mobilnya untuk pulang, senyum miringnya hadir. Senyum yang sudah lama tak iya perlihatkan.

¤¤¤

"Tapi Le, jangan kasih tau siapapun kalau gue masih hidup," ucap pemuda itu memohon.

"Lo tenang aja Zek, gue bakal tutup mulut!" jawab Alea sambil meminum cappucinonya.

"Gadis pintar," puji Zeko.

"Vika?" tanya Alea tiba-tiba.

"Jangan dikasih tahu juga," jawab Zeko seolah mengerti apa yang ada difikiran Alea.

"Huftt... Gue bersyukur banget lo selamat, maafin Revan dan maafin gue." Ucap Alea penuh rasa bersalah.

"Lo nggak salah," jawab Zeko dengan senyuman manisnya.

"Dia yang salah! Salah besar!" sambung Zeko dalam hati, senyumannya pun berganti senyum miring namun Alea tak mengetahuinya.











Tbc

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang