13. Tentación || Godaan

20.1K 1.1K 48
                                    

"Sialan! Revan sialan!" maki gadis itu lalu menghempaskan bokongnya disofa apartemen miliknya dan Alea. Siapa lagi kalau bukan Vika.

"Lama-lama kamu beneran kaya nenek lampir." Cibir Artha yang hanya berdiri didekat gadis itu.

"Diam lo Kek!" maki Vika.

"Alah, gini-gini kamu juga terpesonakan sama saya?" tanya Artha lalu duduk disamping Vika dan langsung merangkul bahu gadis itu erat.

"Mimpi." Sinis Vika. Artha terkekeh, sepertinya dia menyukai gadis cantik bertopeng nenek lampir itu. Meskipun tidak secantik gadis tuannya, tapi Artha suka dengan sikap dan tingkah gadis itu.

"Apaan lo liat-liat gue?" tanya Vika sinis.

"Gak, tadi ada upil," bohong Artha menahan tawanya. Vika semakin ingin memakan hidup-hidup pemuda disampingnya itu.

"Sialan!" maki Vika. Lengan Artha masih melingkar dibahu gadis itu. Lama kelamaan Vika menyenderkan kepalanya kebahu Artha. Vika tertidur, Artha melirik sekilas dan langsung menggendong Vika menuju kamar miliknya. Direbahkannya gadis itu dengan hati hati.

"Jadi begini rasanya jatuh cinta," tanya pemuda itu entah pada siapa. Artha terkekeh pelan lalu mendekatkan wajahnya.

Chup...

Dikecupnya bibir merah ranum Vika agak lama. Senyum kecilnya hadir seketika.

"Maaf soal ini nenek lampir," kekeh Artha lalu bangkit dan meninggalkan Vika dikamar sendirian.

Vika kembali membuka matanya.

"FIRST KISS GUE!!!"

¤¤¤

"Van, kita tunggu Kak Fadil ya, aku udah janji pulang bareng dia," pinta Alea menahan lengan Revan yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.

"Oke honey!" Alea terkekeh pelan, Revan nampak sangat manis dengan kata kata seperti itu.

Keduanya pun mendudukkan bokong dikap mobil depan dengan Revan yang sesekali mengecup pipi gadis itu. Sebagian mahasiswa yang melihat hanya bisa menatap iri.

Selang beberapa puluh menit, sebuah mobil hitam milik Fadil terparkir didepan pagar Kampus. Alea dengan senyuman manisnya melambaikan tangannya pada Fadil.

"Aku duluan ya!" pamit Alea mencoba pergi namun Revan mencekal lengan gadis itu lembut.

"Aku tunggu dikamar," lembut Revan setelah mencium sekilas kening gadis itu. Alea terkekeh lalu mengangguk dan berlari kearah mobil Fadil.

"Loh Dek, kening kamu kenapa?" tanya Fadil panik.

"Tadi kebentur tembok, udah nggak papa kok," jawab Alea diakhiri kekehan garing. Fadil hanya mengangguk lalu melajukan mobilnya menuju apartemen. Bahkan dia juga ikut menginap diapartement Alea. Bukannya merasa keberatan, Alea malah merasakan kembali suasana dirumah.

"Kak, Lea nemuin Revan dulu ya! " ucap Alea. Fadil menatap adiknya sekilas lalu mengangguk dan melangkah masuk kekamar Alea untuk beristirahat.

Alea kembali keluar dari kamar dan menunggu Revan didepan pintu kamarnya. Gadis itu menoleh kekanan dan kekiri, tak ada sosok Revan disana. Tak ingin berlama lama disana, Alea pun kembali kekamarnya dengan wajah sedih.

Vika tiba-tiba keluar dari kamar sambil menatap Alea bingung.

"Ngapa lo?" tanya Vika. Alea menggeleng.

"Lo yang kenapa?" tanya Alea balik. Kini Vika yang menggeleng, tak mungkin dia menceritakan hal tadi, dimana si kakek Artha menciumnya. Mengingat hal itu membuat pipi Vika memanas.

"Vik? Lo ngapa? Aneh gitu." Tanya Alea mulai panik. Vika hanya nyengir gak jelas.

"Kita jalan-jalan yuk Le?" tawar Vika.

"Tapi..."

"Udah gak papa, kita cuma jalan-jalan disekitar sini aja," potong Vika. Alea yang merasa sangat tertarik langsung mengangguk dan masuk kekamarnya.

"Gue mandi dulu," ucap Alea kembali menyembulkan kepalanya keluar kamar. Vika mengangguk.

Alea keluar dari kamarnya dengan celana hitam ketat dan baju lengan pendek. Rambut dibiarkannya tergerai, Alea memasukkan beberapa lembar uang dan ponselnya kedalam tas selempang miliknya. Tak lama Vika juga keluar dari kamar dengan pakaian jalan-jalannya.

"KUY!" giang Alea melangkah cepat menuju pintu. Langkah dua gadis itu terhenti saat dua orang pemuda tampan, sial.

"Mau kemana kalian?/ kalian mau kemana?" Revan dan Artha saling tatap, setelahnya kedua pemuda itu terkekeh pelan.

"Kita mau jalan-jalan. Kakek kakek jangan ikut!" ucap Vika lalu menarik lengan Alea.

"Eh eh!" cegah Revan menahan lengan Alea yang satunya.

"Van, kita cuma sebentar kok." Alea berucap pasrah. Ia hanya ingin jalan-jalan, apa itu salah?

"Iya, tapi kemana?" tanya Revan dingin.

"Ya, jalan-jalan!" jawab Alea singkat.

"Nggak!" tolak Revan dingin lalu melepaskan cekalan Vika pada lengan Alea.

"Van, please ya. Kita nggak lama kok! Please..." pinta Alea sangat lembut sambil mengusap pelan rahang Revan.

Astaga, lihatlah!  Lagi-lagi Alea menggodanya.

"Berhenti, Le!" pinta Revan balik seraya memejamkan matanya kuat. Lagi-lagi darahnya berdesir pelan.

Alea tersenyum miring lalu menempelkan telapak tangannya pada dada bidang Revan. Hal itu membuat Vika dan Artha semakin bingung.

"Boleh ya?" pinta Alea dengan senyum yang terkesan sexy bagi Revan. Alea tertawa dalam hati, mengapa tidak dari dulu dia menggoda pemuda itu.

Punggung Revan sudah tertahan oleh tembok karna dia terus mundur untuk menjauh dari sentuhan Alea. Alea masih tersenyum, senyum licik yang membuat Revan ingin sekali menerkam bibir mungil itu.

"Boleh ya sayang..." pinta Alea lalu menggesek gesekkan wajahnya didada bidang Revan. Revan tau, gadis itu hanya mengelabuinya.

"I iya! Iya boleh! Tapi stop Le!" Pinta Revan, Revan melirik adiknya terlihat menegang. Bisa malu tujuh turunan kalau Alea melihat hal itu. Tubuh Revan memanas saat bibir Alea mengecup pelan pipinya.

"Makasih!" girang Alea.

"Aku sayang kamu, dahhh kakek!!!" ucap Alea menarik lengan Vika meninggalkan dua pemuda yang masih diam membisu didepan apartemen Alea.

"Sialan!" Maki Revan. Artha mencoba menahan tawanya. Apalagi saat wajah Revan yang seperti habis maling maling ayam.

"Ikutin mereka," titah Revan lalu melangkah menjauh dari sana.

"Siap." Jawab Artha singkat lalu pergi. Itulah Artha, yang selalu mengikuti perintah tuannya. Kalau Artha bisa mengikuti Alea dan Vika. Otomatis dia bisa memperhatikan Vika juga kan.

Bagus!

Artha melajukan mobil silvernya mengikuti mobil hitam yang sepertinya dikemudikan oleh Alea. Artha bahkan baru tahu kalau gadis itu bisa menyetir.

Mobil yang Alea dan Vika tumpangi tiba disalah satu tempat wisata dikota Barcelona.

"Astaga, gue seneng bange!!!" pekik Vika langsung turun dari mobil. Alea hanya terkekeh, mereka berdua mulai menjelajahi tempat wisata itu. Tak lupa, kealayan Vika semakin akut karena selalu berfoto dan hal itu membuat Alea sebal.

Tak jauh dari tempat mereka, Artha tengah memeperhatikan gadisnya dengan senyum tipis. Gadisnya? Rupanya tangan kanan Revan itu sudah sangat mencintai Vika.

Tiba-tiba seorang pemuda yang duduk tak jauh dari Artha menatap Artha dengan tatapan tajamnya. Seolah ada pedang yang terarah pada Artha.

Ada apa sebenarnya?











Tbc

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang