37. Escapar || Pelarian

15.4K 765 27
                                    

"BAWA LEA!" teriak Revan pada Fadil. Fadil mengangguk cepat dan langsung menarik adiknya untuk menjauh.

"Evan! Van!" panggil Alea namun tak Revan hiraukan.

"Revan!" benyak Baraq lanyang dengan pistol terarah pada kepala Revan. Revan diam dengan ekspresi santainya saat ujung pistol tersebut menyentuh dahinya.

"Tarik pelatuknya," ucap Revan dingin dengan tatapan setajam elang. Baraq tersenyum miring, dibelakangnya terdapat dua puluh anak buah yang sudah mengarahkan senapannya pada tubuh Revan yang masih dibalut tuxedo pernikahan.

"TARIK!" bentak Revan.

"Tidak semudah itu---"

Dor!

Revan tersenyum miring, menatap seorang pemuda yang baru memasuki gereja dengan pistol dikedua tangannya.

"Kalah telak?" tanya Revan miring. Baraq menatap Artha tak percaya, bagaimana bisa Artha bebas dari sekapannya?

Tiba-tiba nyali pasukan Baraq menciut saat pasukan Revan memasuki gereja dengan jumlah yang tidak sedikit.

"Kalah telak Tuan Baraq yang terhormat?!" tanya Revan lantang.

Revan mengambil Alih pistol ditangan Baraq dengan senyum miringnya.

"Ampuni saya!" Baraq berlutut dihadapan Revan, bahkan pria itu mencium sepatu Revan berkali kali.

"Kembali ke Barcelona!" titah Revan lalu melangkah menghampiri Artha.

"Siapkan pesawat untuk dia," perintah Revan dingin.

"Siap, Tuan!" jawab Artha mencoba tersenyum walau banyak luka memar diwajahnya. Revan tersenyum senang mendengar kalimat itu dari Artha.

Kaki Revan melangkah keluar dari gereja dengan gaya santainya. Mobil putih tersebut pun melaju kencang untuk kembali kemansion tempat tinggal istrinya, Alea tercinta...

"Kak! Revan!"

"Diam Lea! Keselamatan kamu lebih penting!" bentak Fadil masih menyetir mobil dengan kesetanan. Alea menangis dengan pelan, baru saja dia mengucapkan janji pernikahan. Sekarang? Apa semuanya akan berjalan baik baik saja?

"Kok?" bingung Fadil saat banyak orang yang berusaha masuk melewati pagar mansion mereka.

Tinnnnn!

Orang orang yang membawa kamera dan mic tersebut langsung menepi, Fadil memencet tombol dimobilnya yang otomatis dapat membuka pagar. Setelah mobilnya masuk, pagar kembali ditutup hingga para wartawan hanya bisa berdesak desakan didepan pagar.

"Kak," ucap Alea dengan nada bingungnya.

"Kamu ganti baju, mereka bisa curiga kalo kamu pake gaun," ucap Fadil menatap kursi belakang yang memang ada pakaian santai Alea.

"Oke," jawab Alea singkat dan dengan susahnya beralih duduk kebelakang. Alea berusaha melepas gaun pernikahannya itu dengan kesusahan.

"Mau kakak bantu?" tawar Fadil kikuk.

"Resretingnya kak," pinta Alea menunjukkan punggungnya pada Fadil. Dengan hati-hati Fadil menurunkan resreting gaun mewah tersebut sambil meneguk salivanya susah payah, untung saja Alea memakai tangtop berwarna hitam.

Terlihatlah bahu mulus Alea yang diam diam membuat Fadil lupa daratan.

"Le?" panggil Fadil pelan dengan tangan yang menempel pada bahu kiri Alea. Alea menoleh dan menyerngit bingung.

"Makasih," singkat Alea lalu sedikit menjauh dari Fadil. Fadil hanya tersenyum singkat lalu mengalihkan pandangannya.

"Udah kak!" ucap Alea ngos-ngosan setelah berhasil melepaskan gaun mewah berkisar ratusan juta itu dimobil.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang