Kini Revan tengah mengemudikan mobilnya dengan Alea yang berada disampingnya. Alea memejamkan matanya kuat, mencoba menahan isak tangisnya. Entah dimana Adrian, yang jelas saat dia turun dari banyak bercak darah ditangga.
Apa Revan membunuhnya?
Pertanyaan itu yang terus terngiang dikepalanya.
"Kamu tenang, mayat pria tadi sudah Artha buang kesungai.""
Mata Alea melotot, dengan santainya Revan mengatakan hal itu?
"Van..." lirih Alea dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.
"Kamu jahat..." ucapnya serak lalu menyenderkan kepala dijendela mobil dengan mata terpejam. Apa semua orang yang berada didekatnya akan mengalami hal sama? Jika benar, tolong hentikan aksi gila Revan.
"Stt, aku gitu karena kamu gitu, makanya jangan gitu," ucap Revan dingin lalu mengecup lembut punggung tangan Alea.
Bukan ini yang Alea mau! Dia cuma ingin melanjutkan kuliahnya dan bebas seperti anak remaja seusianya. Padahal sejak dipesawat Alea dan Vika sudah berencana tempat mana saja yang akan mereka kunjungi.
Tapi semuanya sia-sia, nyatanya kini Alea terkurung dalam sangkar duri seorang pemuda yang bisa dibilang sebagai monster! Bukan manusia.
Mobil Revan tiba dibasement apartemen. Revan turun dari mobil dan langsung menggendong Alea bridal Style. Alea yang merasa sangat mengantuk langsung memejamkan matanya didada bidang Revan.
Revan tersenyum, entah senyum apa itu.
"Tidur sayang, siap-siap buat siksa yang bakal kamu terima," ucap Revan pelan lalu mengecup sekilas kening Alea.
Revan merebahkan Alea dengan hati-hati, gadis itu nampak damai dalam tidurnya dengan bibir yang sedikit terbuka. Revan naik keatas kasur lalu memasukkan sebuah cairan kemulut Alea. Alea yang sempat terusik kembali tertidur dengan kening sedikit berkerut.
Diusap Revan pipi gadis itu dengan lembut.
"Maaf untuk malam ini..."
Pagi yang cerah, cahaya matahari masuk kecelah kamar. Hal itu mampu membangunkan seorang gadis yang tengah tertidur dengan nyenyaknya.
Yang pertamakali Alea lihat adalah dada telanjang milik seorang pemuda. Alea membulatkan matanya, tubuhnya mencoba merasakan dan ternyata dia masih memakai pakaian lengkap.
Tapi, ada yang aneh! Wajah pemuda tampan itu tampak dipenuhi dengan bercak darah, apa yang Revan lakukan!?
Alea merasakan hal aneh pada lengannya. Lengannya yang tenggelam didalam kukungan pelukan Revan.
"Aww..." ringis Alea saat tubuhnya memaksa bergerak. Revan yang merasa tidurnya tertanggu lantas membuka matanya.
"Morning kiss," ucap pemuda itu serak setelah mencium sekilas bibir Alea.
"K kamu... Apa yang kamu lakuin!?" tanya Alea menahan sakit disekujur tubuhnya.
Revan bangkit lalu memasang kaosnya. Ditariknya selimut yang membungkus Alea dengan paksa.
Darah! Alea melihat jelas sekujur tubuhnya yang dipenuhi darah, goresan dimana mana. Bahkan, apa apaan! Nama Revan tertulis dilengannya, bukan dengan spidol atau alat tulis lainnya. Melainkan dengan goresan benda tajam, Pisau cutter mungkin.
"Maaf soal ini," ucap Revan santai lalu membantu Alea bangkit dari kasur.
Tangis gadis itu kembali pecah, apa yang Revan lakukan padanya! Ini semua diluar batas!
"Aku nggak bisa dengar kamu kesakitan, salahin pisau ini karna sudah nyakitin kamu waktu kamu dalam pengaruh obat tidur."
Alea menggeleng pelan. Revan semakin membuatnya takut.
"Jangan takut, aku antar kamu kekamar mandi." Revan langsung menggendong gadis itu bridal style dan membawanya kekamar mandi.
Direbahkannya Alea dibathup yang sedang diisi oleh air hangat. Tangan Revan mengusap air mata gadis itu dengan pelan.
"Maaf, aku nggak bakal ngulangin lagi," ucap Revan setelah mengecup singkat bibir Alea.
"Kamu jahat..." lirih Alea memejamkan matanya. Revan hanya terkekeh pelan lalu mematikan keran air karna air dibathup sudah penuh.
"Kamu mandi dan bersihin darahnya sendiri ya sayang," pinta Revan lembut. "Kalau aku yang bersihin, takutnya aku bakal lebih jahat dan liar."
Alea hanya bisa diam. Revan berjalan kearah pintu kamar mandi lalu menutupnya dengan hati-hati. Kepala Revan kembali menyembul kedalam.
"Aku cinta kamu," ucap pemuda itu kemudian benar-benar menutup pintunya.
Bolehkan Alea menangis? Jika boleh. Biarkan dia menangis sampai air matanya kering.
Perih! Sangat perih saat tangannya menyapu darah yang sudah mengering dibagian lengan dan kakinya.
"Shhh..." desis Alea masih dengan Air mata yang mengalir. Setelah merasa tubuhnya bersih dari darah. Alea bangkit lalu melilitkan handuk pada tubuhnya.
Alea melangkah keluar dengan sisa-sisa tenaganya, untung saja Revan tidak berbuat senonoh padanya.
Tangan gadis itu mencoba mencari cari pakaiannya didalam lemari milik Revan. Namun nihil, tak ada pakaiannya disana. Tidak mungkinkan kalau Alea hanya memakai handuk. Membayangkannya saja mampu membuat pipinya memanas. Tiba-tiba pintu terbuka, disana seorang pemuda berdiri dengan mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Ini pakaian kamu, maaf lama," hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut Revan.
Alea merasakan nada yang aneh dari ucapan Revan barusan. Apa Revan marah padanya? Entahlah.
Alea langsung mengambil papper bag yang tadi Revan bawa dan langsung memakai pakaian santainya. Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, itu artinya dia bisa pergi kuliah.
Tunggu, kuliah!?
Sudah berapa lama Alea absen dari kuliahnya!
Sial!
Alea langsung membuka pintu kamar dengan paksa, baru saja kakinya hendak melangkah untuk berlari. Tiba-tiba Revan berdiri tak jauh darinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kamu kenapa?" tanya Alea bingung. Revan menggeleng. Saat ini pemuda itu tengah merasakan hawa panas ditubuhnya. Apalagi saat dia melihat Alea yang hanya menggunakan handuk.
Mengingat hal itu hanya membuat keadaan ditubuh Revan semakin memanas. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba Alea mendekat. Kening gadis itu nampak berkerut karna melihat tingkah aneh Revan.
"Van?" tanya Alea menyentuh pelan dahi pemuda itu dengan telapak tangannya.
Revan mencoba menahan mati-matian gejolak itu, walaupun saat ini Alea memakai pakaian yang tidak mengundang nafsunya. Tapi aroma gadis itu, apalagi rambut Alea sedikit basah dengan bibir yang sedikit bengkak karna ulah Revan malam tadi.
"Le!" gertak Revan tiba-tiba lalu menyenderkan Alea ditembok dan mengunci pergerakan gadis itu dengan kedua tangannya.
"Van! Kamu kenapa sih?" tanya Alea kikuk. Revan menggeleng, bahkan pemuda itu bergidik dengan mata terpejam kuat.
"Aku mau milikin kamu..." ucap Revan dengan nada seraknya. Alea menatap Revan polos. Apa yang dimaksud pemuda itu.
"Maksudnya?" tanya Alea pelan. Revan semakin memejamkan matanya, seolah ada yang ditahannya.
"Van?" ulang Alea menyentuh pelan rahang kokoh Revan dengan tangannya. Dan hal itu membuat Revan semakin liar. Tapi Revan sadar! Dimana batas wajarnya memiliki Alea.
Ciuman tak apa, tapi kalau sampai merenggut mahkota gadisnya. Maka Revan tak akan memaafkan dirinya sendiri, selamanya!
"Kalian!" panggil seorang pria dengan tatapan horrornya.
Alea dan Revan menoleh kesumber suara, Revan mengepalkan tangannya sementara Alea langsung tersenyum senang!
"Kak Fadil!" pekik gadis itu dan langsung berlari kearah Fadil lalu memeluknya erat.
Fadil terkekeh dan balas memeluk adiknya itu. Sementara Revan memilih masuk kekamar untuk mendiamkan dirinya sebentar.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 1 ( Revandy Qayro )
RomanceTE AMO yang artinya. "Aku mencintaimu." Namun bagaimana jika seorang pria salah mengartikan kalimat tersebut dan malah menjadi bencana bagi gadis yang dicintainya. Alea Ratu Aneska, ia adalah candunya Revandy Qayro. Revan sangat mencintai Alea, ia b...