05. Invitados No Invitados || Tamu Tak Diundang

25.8K 1.4K 22
                                    

Langkah Alea dan Revan terhenti saat seorang pria dengan koper digenggamannya tengah mengetuk ngetuk pintu apartemen yang ditinggali oleh Alea dan Vika.

Alea menatap punggung lelaki itu berbinar, seketika genggaman tangan Revan semakin erat.

"Kak Fadil!" panggil Alea. Pria itu menoleh dan langsung berjalan kearah Alea dengan senyum lebar.

Fadil, kakak laki-laki Alea memeluk gadis itu dengan erat. Namun genggaman tangan Revan lebih kuat lagi saat melihat gadisnya berpelukan dengan pria lain.

"Lea kangen," ucap Alea lirih. Revan pun melepaskan genggamannya hingga Alea dapat membalas pelukan sang kakak.

"Kakak juga kangen," jawab Fadil lembut.

"Dia siapa?" tanya Fadil setelah melepaskan pelukannya.

"Revan, Kakak nggak lupakan sama Evan?" Revan mengulurkan tangannya.

"Evan?" ulang Fadil. Revan mengangguk.

"Astaga Van! Lama banget gue nggak ketemu sama lo!" heboh Fadil lalu memeluk Revan ala laki-laki. Alea hanya menatap datar pada dua lelaki itu. Bisa-bisanya Revan menutupi sifat montersnya. Kalau begini bagaimana Alea bisa menjelaskan pada Fadil.

"Nah Le, apa masalah kamu?--"

"Mending kita masuk dulu Kak," tawar Revan ramah lalu memencet pasword apartemennya.

"Ini apart gue. Apart Lea yang tadi lo berdiri," tutur Revan lalu membukakan pintu untuk Alea dan Fadil.

Fadil masuk lebih dulu.

"Wow, Lea pasti aman sama lo!" puji Fadil lalu menaruh kopernya dan duduk santai disofa tamu.

Alea hanya tersenyum, sungguh kebalikan dari fakta! Baru saja Alea hendak menyusul kakaknya, tiba-tiba Revan mencekal lengan gadis itu.

"Jangan berani ngadu, awas aja!" ancam Revan setelah menjambak pelan rambut Alea. Lagi-lagi Alea hanya mengangguk, seperti seekor anjing yang tunduk dengan pemiliknya. Revan berjalan lebih dulu menghampiri Fadil diikuti Alea.

"Le, cerita sama Kakak. Apa masalah kamu? Kenapa kamu tiba-tiba nelfon Kakak dan bilang mau pulang?" tanya Fadil menatap adiknya itu dengan penuh tanda tanya.

"Oh itu, mungkin karna Lea habis kena bully," jawab Revan dengan santainya.

Alea melototkan matanya, alasan macam apa itu?

"Bully?" tanya Fadil bingung.

"Tapi lo tenang aja Kak, semuanya sudah gue urus. Karena kampus itu milik gue," ufap Revan dengan senyum miringnya pada Alea.

Kampus itu milik Revan? Kepala Alea mencoba mencerna ucapan Revan barusan. Jika kampus itu milik Revan, berarti pertukaran pelajar tersebut hanya akal-akalan Revan saja! Alea menggeleng pelan, dia sudah terperangkap dalam jebakan jitu pemuda itu.

"Lea?" panggil Fadil. Alea membuyarkan lamunannya.

"Hah? Kenapa Kak?" tanya Alea lugu.

Revan terkekeh lalu mencubit gemas hidung Alea. "Kakak tenang aja, Lea aman sama gue." Ucap Revan mencoba meyakinkan Fadil. Fadil mengangguk lalu menepuk pelan bahu Revan.

"Makasih, gue serahin sepenuhnya Lea ke elo," balas Fadil santai.

Bencana! Alea terus mengumpat dalam hati.

"Kakak mau kemana?" tanya Alea saat Fadil bangkit dari duduknya. Terdengar jelas nada tidak terima jika Fadil pergi.

"Ohh, Kakak mau cari hotel buat malem ini, besok Kakak bakal balik ke Indonesia," jawab Fadil mengacak pelan rambut adik tersayangnya itu.

"Emm... Kakak nginep diapart aku aja," tawar Alea tanpa memperdulikan tatapan tajam dari Revan. Fadil nampak berfikir sejenak.

"Boleh! Udah lama kita nggak tidur bareng! Hahaha" jawab Fadil diakhiri tawanya. Alea refleks memeluk Fadil erat, setidaknya dia aman untuk malam ini.

"Ayo Kak keapart aku! Vika juga tinggal sama aku!" cerocos Alea lalu menarik lengan Fadil menjauh dari Revan.

Revan menatap punggung dua orang itu dengan tangan terkepal kuat.

"Van! Duluan, makasih!" ucap Fadil setengah teriak. Revan mengangguk dengan senyuman palsunya.

Kini Alea tiba dikamarnya bersama Fadil.

"Kakak..." lirih Alea lalu memeluk Fadil erat. Fadil sempat tersentak kaget, ada apa dengan adiknya itu.

"Hey sayang, kenapa? Ada masalah lain?" tanya Fadil lembut dan mengajak Alea duduk dikasur.

Alea melepas pelukannya dengan wajah sendu. "Kakak disini aja, please..." pinta Alea pelan.

"Iya kakak disini--"

"Selamanya tapi. Temenin Lea..." potong Alea. Fadil menyerngit bingung.

"Loh? Kok kamu gini sih? Ada yang kamu takutin? Bully? Kan ada Revan." tutur Fadil dengan kening berkerut.

Alea sudah bersiap menjawab pertanyaan Fadil barusan. Tiba-tiba matanya menatap ambang pintu kamarnya, disana ada seorang pemuda yang menjambak kuat rambut Vika sahabatnya.

Mulut Vika dibekap oleh Revan dengan tangannya. Dan satu tangan lainnya menjambak kuat rambut gadis itu. Alea menggeleng pelan dengan air mata yang hampir jatuh.

"Hey sayang?" tanya Fadil lembut.

Alea tersenyum, mencoba menahan air matanya. "Nggak papa Kak. Lea cuma kangen sama Kakak, sekarang kita makan siang yuk?" ucap Alea lalu bangkit kemudian berjalan pelan keluar dari kamar.

Diluar kamar sudah ada Revan dan Vika. Vika yang mengusap kepalanya dan Revan yang menatap Alea tajam. Jika saja Fadil bukan kakak dari gadis itu, maka sudah pasti Fadil akan pulang tanpa kepala!

"Kamu monster!" umpat Alea menunjuk dada Revan dengan jari telunjuknya. Revan mencekal kuat lengan gadis itu dan langsung menarik kasar Alea masuk kedalam kamar Vika.

Vika hanya bisa diam. Apa ini takdirnya bersama sahabatnya itu.

"Loh Vika? Sejak kapan?" tanya Fadil menatap gadis itu.

"Eh, Kakak yang dari kapan?" tanya Vika balik. Fadil terkekeh pelan.

"Em, mending kita kedapur yuk, Kak.Udah ada makanan disana, Lea sama Revan katanya pergi sebentar," tawar Vika lalu melangkah lebih dulu menuju dapur diikuti Fadil.

Sementara itu suasana dikamar Vika tampak seperti neraka bagi gadis itu. Jambakan kuat tak pernah lepas dari rambutnya, bahkan beberapa helai rambutnya rontok ditangan pemuda itu.

"Kamu mau lari hah?" tanya Revan pelan. Alea menggeleng dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

"Sini!" bentak Revanlalu mengikat kedua lengan gadis itu dengan dasi miliknya. Revan mengikat kuat kedua tangan Alea, sakit. Revan bukan hanya menyiksa fisiknya, tapi juga hatinya!

"Kamu tau ini?!" tanya Revan dengan sebelah tangan mengangkat pisau cutter. Entah dari mana pemuda itu mendapatkannya.

"Maaf..." pinta Alea lirih saat Revan mendekatkan ujung mata pisau itu kewajahnya.

"Apa?" tanya Revan dengan menekan pelan ujung pisau pada bibir bawah Alea. Bergerak sedikit saja maka pisau itu akan melukai bibirnya.

Alea gemetar bukan main. Rasanya semua urat sarafnya mati.

Tes...

Sebuah cairan kental berwarna merah menetes dari bibirnya. Revan melepaskan pisau cutternya dan langsung melumat lembut bibir gadis itu.

Lagi, lagi dan lagi Alea hanya bisa pasrah!

"Aku sayang kamu," ucap Revan lembut lalu mengecup sekilas kening gadis itu. "Maaf, aku nggak bakal ngulangin lagi," tambah pemuda itu menatap manik mata Alea dengan tatapan sayupnya.

"Kamu maafin aku?" tanya Revan pelan. Alea mengangguk patuh.

"Bagus!" puji Revan lalu memeluk gadis itu erat. Alea diam didalam pelukan pemuda itu. Apa hari esok akan lebih parah dari ini? Hanya takdir yang tahu.











Tbc!!!

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang