15. Amenaza || Ancaman

19.7K 1K 10
                                    

Pagi yang cerah, sepasang insan itu masih tertidur lelap dengan posisi pemuda yang memeluk erat pinggang gadisnya. Perlahan mata sang gadis terbuka, matanya menatap kosong kearah dada telanjang seorang pemuda yang berada didepan matanya.

Tangisnya pecah, Alea tidak sadar apa yang malam tadi dia lakukan bersama Revan. Hilang sudah mahkota yang sangat dijaga oleh gadis itu. Entah Tuhan akan memaafkan atau tidak, yang saat ini Alea rasakan adalah rasa bersalah. Sangat sangat bersalah!

"Morning kiss..." ucap pemuda itu serak setelah mengecup singkat bibir Alea.

"Van..." lirih Alea merasa malu.

"Aku suka rintihan kamu," bisik Revan dengan suara berat yang membuat Alea ingin sekali mengutuknya. Dalam saat-saat seperti ini, Revan masih saja mengatakan hal yang membuatnya semakin merasa hina.

"Kamu jahat..." lirih Alea menangis. "Kamu ngerampas semuanya..." tambah gadis itu. Revan diam sejenak lalu mensejajarkan wajahnya dengan wajah gadis itu.

"Nggak Lea! Aku nggak ngelakuin sampai hal itu," tegas Revan jujur. Alea menggeleng pelan, takut. Pasti sangat takut.

"Le, aku serius. Aku nggak lewat batas. Percaya sama aku," ucap Revan menggenggam erat tangan Alea. Revan tau, pasti Alea berfikir kalau dirinya melakukan hal itu.

"Aku serius." Revan menatap manik mata sayup gadis itu. "Kita bisa cek kedokter," tambah Revan meyakinkan gadis itu.

Alea hanya diam, manik mata Revan mengatakan kalau pemuda itu tidak berbohong.

"Maaf soal keliaran aku tadi malam, tapi asal kamu tau. Aku ngelakuin itu karena aku pengen milikin kamu seutuhnya," ucap Revan lalu bangkit kemudian menggendong tubuh Alea yang dibalut selimut menuju kamar mandi.

"Bersihin diri kamu. Aku tunggu, kita langsung kedokter," ucap Revan meyakinkan gadis itu. Alea mengangguk pasrah, Revan menutup pintu kamar mandi dan meninggalkan Alea disana masih dengan rasa bersalah yang tak terhingga.

Revan sendiri menyesal, untung saja dia tidak melakukan hal itu pada gadisnya. Jika sampai, maka Revan akan membunuh dirinya sendiri.

¤¤¤

"Gimana Dok?" tanya Alea pada dokter Maudia. Kakak dari Adrian.

"Semuanya baik." jawab Dokter Maudia sambil membaca sebuah kertas.

"Tolong cek sekali lagi," pinta Alea. Revan terkekeh sambil mengacak pelan rambut gadis itu.

"Semuanya aman sayang. Sekarang kita pulang yuk?" ajak Revan. Alea diam lalu mengangguk.

Diperjalanan Alea masih diam, dia merutuki kejadian tadi malam yang terus terngiang dikepalanya, membayangkannya saja membuat pipinya memanas. Apalagi saat wajah tampan Revan dipenuhi dengan keringat.

"Kyaaa!" pekik Alea memejamkan matanya kuat. Revan refleks mengerem mendadak.

"Le? Kamu kenapa? Masih kepikiran?" tanya Revan lalu menggenggam tangan gadis itu.

"Kamu jahat!" ucap Alea. Revan hanya diam sambil mengusap punggung gadis itu.

"Maafin aku, aku nggak bakal ngulangin lagi," ucap Revan dengan nada serak.

Alea sadar, itu cuma kalimat buaya. Bahkan dulu Revan juga berkata seperti itu saat menyiksanya. Tapi apa, Revan akan kembali mengulanginya.

"Sekarang kita pulang ya," pinta Revan. Alea mengangguk. Revan kembali melajukan mobilnya menuju apartemen.

Digandengnya tangan gadis itu lembut, Alea mendongakkan kepalanya kepada wajah tampan pemuda itu, bibir sexy nya, alis tebal dan bola mata indahnya. Astaga, bahkan Alea masih sempat sempatnya memuji ketampanan monster bertopeng manusia itu.

Te Amo 1 ( Revandy Qayro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang