Banyak yang mengatakan jika semua orang berhak untuk bahagia. Mendapatkan jatah kenikmatan akan rasa manis biang dari semesta. Menikmati dengan seksama bersama dengan orang terkasih merupakan anugrah terbaik yang sayang untuk di lewatkan. Tetapi naas, semua kebahagian tidak dapat diraih begitu mudah. Selalu saja terdapat goresan dalam yang akan menimbulkan luka. Jika ditilik lebih jauh, dunia hanya monopoli—menggaet semua manusia agar terjaring kesengsaraan.
Suara tamparan terdengar nyaring begitu keras. Tidak ada suara ringisan sama sekali, seperti seseorang yang ulung dalam menerima luka. Yang terdengar samar hanya deruan napas kasar Jeon Jungkook—seakan menahan emosi ego yang kian membuncah. Ia tidak mempedulikan jika istrinya mendapat luka, pemuda itu hanya mengikuti aliran bengis diri yang tertampung.
Jungkook tidak tahu mengapa dirinya bisa benar-benar lepas akan kendali. Suasana hatinya siang tadi hancur tidak dapat dikontrol. Sungguh, melihat istrinya bergurau ria dengan Park Jimin mampu membangunkan sisi buruk yang tertimbun. Melihat tatapan kagum Jimin pada Seulbi dapat menaburkan bibit kebencian pada siapapun yang masuk ke dalam hubungan rumah tangganya.
Seulbi tidak ingin mengelak tamparan Jungkook yang seolah memojokkan kesalahan tanpa bukti. Ia hanya terdiam seraya menyambut tamparan menyakitkan yang sudah terlalu sering tubuhnya dapat. Meringis pun tidak. Ia tidak ingin terlihat lemah—yang dapat mendorong bahwa dirinya benar-benar salah.
Tetapi Seulbi menyadari lebih awal, jika ia tidak sepenuh salahnya, bahkan tidak sama sekali. Dirinya hanya bercakap santai seraya menanyakan, bagaimana Jungkook jika sedang bekerja? atau, apakah Jungkook selalu melewatkan makan siangnya? Hanya topik ringan seperti itu, tidak lebih.
"Sudah sering kubilang, bukan. Jangan pernah sesuka hati datang ke kantorku tanpa menghubungiku terlebih dahulu. Tetapi kenapa kau melanggarnya, Jeon Seulbi!" bentak Jungkook dengan perasaan menggebu.
Irisnya terpejam tatkala hardikan melucur begitu kasar pada dirinya. Gigitan pada bibirnya kian mengeras, Seulbi tidak peduli lagi akan robekan yang kian timbul. Rasa akan karat besi kian kentara pada indra mengecap. Ya, bahkan ia berhasil melukai bibirnya sendiri. Tapi peduli apa, Seulbi benci dirinya yang terlihat begitu lemah dan menangis meraung bak seorang yang benar-benar menyedihkan. Kendati dengan opsi melukai dirinya sendiri akan jauh lebih baik ketimbang suara isakan terlepas nyaring begitu saja.
Sedangkan Jungkook, ia benci melihat wanita yang bersimpuh lemah di hadapannya menahan tangis dengan melukai bilah bibir. Ia lebih menyukai Seulbi manangis di depannya dengan perkataan yang berusaha untuk mengelak apa yang dituduhkan. Kendati demikian, Seulbi lebih memilih bungkam dengan segudang isak yang dipendam. Jungkook benci itu, seolah Seulbi menerima apa yang ia tuduh. Dan lagi, seolah semua kesalahan yang Jungkook buat dapat diterima begitu saja oleh tubuh dan jiwa perempuan itu yang terlihat begitu rapuh.
"Kau, benar-benar—ikut aku, Berengsek!"
Tangan itu menyeret kasar pergelangan tangan Seulbi yang terasa lemah seolah tanpa tulang penyangga. Sekali lagi, Seulbi tidak ingin menepis. Ia akan dengan senang hati menerima semua perlakuan lelakinya, sekalipun melakui diri Seulbi begitu dalam. Karena ia tahu, Jeon Jungkook mencitainya begitu dalam, sama seperti lukanya.
Bantingan pintu di atas sana terdengar mengerikan. Suasan malam begitu mencekam, tidak sesantai malam-malam sebelumnya. Rahangnya mengeras penuh arti, tatapan tajam mengkilat penuh bukti, cengkraman kuat melingkar begitu nyeri, dan pompaan naik turunnya dada terbukti seonggok hati yang benar-benar tersakiti. Itulah Jeon Jungkook yang terpampang sekarang.
Tubuh kecilnya dibanting begitu saja di atas ranjang. Seulbi meringis, punggunya terasa memanas ketika bantingan itu mampu membuatnya mengeluarkan ringisan kecil. Jiwanya rapuh tanpa pegangan untuk merengkuh diri yang kian mengeluh.
Deritan ranjang kembali terdengar ketika tubuh gagah itu mengukung tubuh kecilnya dengan kasar. Jungkook mengukungnya, iris keduanya saling bertautan. Tatapan tajam itu tak pernah luntur dari sang pemilik.
"Apa kau tidak ingin mengelak dengan apa yang aku tuduhkan padamu, Ahn Seulbi," perkataanya penuh dengan penekanan akan paksaan.
Gelengan kecil yang mampu wanita itu keluarkan. Ia hanya mengandalkan gerak tubuhnya sebagai jawaban yang tidak bisa mulut berdarah itu keluarkan.
Seketika Jungkook tertawa bengis seraya menoleh ke samping—dan kembali menatapnya lebih tajam, kerlingan seringai picik itu perlahan timbul. "Apa kau sedang mempermainkanku, Jalang!" rahangnya kembali mengeras.
Jalang.
Satu kata itu mampu membuat kepalanya berputar akan sebutan sampah yang Seulbi dapat.
Jalang. Jalang. Jalang. Dan, Jalang.
Menyedihkan.
Apa ia semurahan itu sebagai seorang wanita? Kenapa Jungkook dapat dengan mudahnya memanggil dirinya dengan begitu hina.
Tidak, Seulbi tidak seburuk itu. Seulbi tidak pernah dan tidak akan pernah pula bermain sehina itu di belakang suaminya sendiri. Ia benar-benar mencitai Jungkook dengan perasaan sendiri tanpa dijadikan boneka oleh siapapun. Tetapi kali ini—pria itu mampu membuat hatinya hancur begitu saja. Perkataan itu bagaikan perisai tajam yang mampu mengoyak habis hatinya tanpa sisa.
Menyakitkan, sangat menyakitkan.
"Apa aku seburuk itu di matamu, Jeon Jungkook?" suaranya parau.
Menahan tangis bukanlah hal yang mudah. Ia bahkan benar-benar menelan bulat tangisnya agar tidak mengeluarkan air mata pesakitan di hadapan Jungkook. Tetapi sekarang, persetan dengan perkataan lemah yang menjajah habis perasaannya.
Pemuda itu terdiam, menatap istrinya begitu dalam. "Apa kau akan berusaha untuk mengelak sekarang?" suaranya melemah. Perasaannya kembali berdenyut ketika wanita yang begitu berharga baginya menatap pilu penuh luka.
Seulbi tersenyum miris, "Kenapa? Apa aku salah ketika ingin membela diri?"
Terluka. Hatinya terluka. Jika memang benar ia seperti perempuan sampah yang Jungkook lontarkan padanya—mungkin tubuhnya sudah terbangun di atas ranjang hotel, pun di bawah selimut yang sama dengan pria lain. Tapi tidak, sudah ia katakan bukan, jika dirinya tidak sekotor itu untuk bersetubuh dengan laki-laki lain selain suaminya, Jeon Jungkook.
"Aku tidak mengerti, apa tindakanku salah ketika ingin melihat suamiku sendiri? Dan, Apa aku salah ketika seorang istri berkeinginan mengantarkan makanan untuk suaminya?" lanjutnya penuh isak. Wanita itu tidak dapat lagi membendung air mata yang kian berlomba-loba untuk menjamah.
Masalah sepele memang, tapi entah kenapa pemuda itu dengan bringas mempersulit hal agar memanjang—dengan terus Seulbi lah yang akan menjadi pihak tersakiti.
"Berengsek!"
"Berhenti untuk terus mengelak, Sialan!" lanjutnya dengan amuk yang kian memimpin. Cekraman pada kedua lengannya benar-benar menyakitkan.
"Jalang keparat!"
Tangan itu dengan ringan mengarahkan pada leher Seulbi—mencekram dengan nafsu atas dorongan setan yang mengambil alih. Mencekiknya tanpa tahu apa yang akan terjadi, meski nyawa menjadi taruhan.
Seulbi merasakan semunya pengap, seolah ajal di depan mata akan segera menjemput dengan tindakan yang tidak pernah terlintas di dalam benak. Jika memang ia ditakdirkan untuk mati di tangan suaminya sendiri, Seulbi tidak akan mempermasalahkan selagi Jungkook masih mencintainya dengan tulus.
Namun, seketika semuanya berubah menjadi gelap, pun pandangan yang kian mengabur hampa. Tatapan Jungkook bak hewan yang akan menghabisi mangsanya. Seulbi merasakan hidupnya akan sampai di sini saja dengan masalah konyol yang menjadi akar dari musibah. []
...
a/n: baru pertama bikin fanfic bang jungkook yang arrogant dan sadis😮dan di sini seulbi—entahlah, main tebak-tebakan di akhir taun aja ya😆 maaf jika ceritanya tidak memuaskan:')aku hanya sedang mencoba:''')
Dan aku sangat menantikan tanggapan kalian😍😍
I purple u💜💜💜
Dali
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ
FanfictionKetika semuanya berubah menjadi neraka, tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan surga di antara kepungan hitam yang melanda. Started : 09 December 2018 Finished : 19 September 2019 ©Piperlight Tersedia E-book version Cover by pinterest