Chapter 18

6.6K 1.1K 262
                                    

Tiruan pasir kasar, entah itu krikil, batuan kecil, ataupun sebuah batu yang dapat mengambang sedikitnya dapat dikecap sebagai halayak yang mustahil. Meneguk ludah susah payah, hembusan napas terasa terdengar sinting, pun bubuhan jeli akan iris yang meniti takayalnya sebuah terapi.

Sejumput daunan kering berjatuhan payah mengikuti sapuan angin yang berlalu. Sejamang menimang akan sebuah gertakan yang terselubung. Susah payah merangkai suasana agar terlihat baik pun hangat. Seulbi manatap sekeliling dengan sekejap. Irisnya kembali dibubuhkan pada sebuah berkas ringan penuh rencana di atas meja.

"Kau yakin akan keputusanmu, Bi?"

Taehyung menggertak halus pada manik binar di bawah intipan cahaya dari sang surya. Melekatkan atensi untuk saling bertaut. Mengelupasakan pikiran akan sebuah tindakan buruk yang bisa saja dapat terduga tanpa perasa.

"Tentu, aku akan bekerja padamu sebaik mungkin. Dan, terimakasih kau sudah berbaik hati menajadikanku sebagai pekerjamu," ujarnya tersenyum manis.

Bilik-bilik yang terkurung mati setidaknya dapat tersenyum lagi kelewat senang tatkala Seulbi mendapat lemparan pekerjaan manis yang Kim Taehyung tawarkan.

Memiliki suami dengan kejayaan harta yang melimpah tidak membuat Seulbi berterus terang menikmati pun tersakiti di dalam waktu yang bersaan. Tentu saja, Seulbi sedikit sudi tidak sudi jika mencicipi harta yang sebagianya pun terbagi pada wanita lain. Hanya saja, Seulbi rasa setidaknya ia harus bekerja dan menabung jika-jika Jeon Jungkook benar-benar akan menendang—mencapakannya tanpa sebuah belas akan kasih.

"Ini akan sedikit membuatmu lelah, Bi. Tidak apa 'kan?" tanyanya, lagi.

Seulbi lantas mengangguk mantap. Perihal masalah lelah tidak lelahnya, itu bahkan sudah menjadi asupan makan sehari-hari. Terlalu sering juga tidak, hanya saja nyaris tiap waktu Seulbi merasakannya. Akan jauh lebih baik lelah seperti ini menyambangi, barangkali lelah yang selalu menghinggap tak lepas dari lelah jiwa, hati, tubuh, pun perasaan.

"Tenang saja. Aku pikir menjaga butik milik kakakmu tidak terlalu buruk juga, 'kan? Dan aku akan menjaga diriku dengan baik, Kim."

Taehyung tidak pandai menyembunyikan perihal perasaan. Kendati ia mencoba dengan segenap hati untuk terus menutupi. Lagi-lagi ia gagal perihal perasa yang enggan untuk dibantah.

"Baiklah, jangan sampai membuat tubuhmu kelelahan, Seulbi. Dengar itu."

Seulbi hanya mampu mengangguk tetap tanpa petuah. Taehyung teramat sangat berarti untuknya. Beruntung saja gadis yang akan mendapatkannya kelak nanti. Rasa-rasanya Seulbi terlampau iri jika mengingat seberapa hangat kehidupan calon seorang istri Kim Taehyung kelak jauh di ujung sana.

•••

Bertentangan dengan kehendak lain, Seulbi lebih ingin berterus terang dengan apa yang baru saja ia dapat. Seulbi tahu jelas jika suaminya tengah menatap malas tanpa minat ke arahnya. Enyahlah dulu presensi Jungkook, Seulbi lebih ingin segera mempercepat persiapan tatanan pakaian yang akan membalutnya esok pagi.

Menjadi seorang pegawai baru membuka kembali gerbang kehidupan yang akan terus Seulbi jalani. Bertahan akan kerasnya hidup, pun kasarnya hubungan rumah tangga yang dirasa bagaikan sebuah sayatan hitam.

Hening, terlalu hening memang. Sedikit heran, sih, tapi tidak terlalu begitu kentara tatkala Jungkook kembali menapak pada huniannya. Sering, terlalu sering jika ditilik, memang. Enggan untuk membantah, tapi jelas ini sedikit—aneh. Jungkook seharusnya tidak sesering ini untuk berkunjung. Bahkan selepas pertempuran adu mulut waktu itu.

ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang