Epilog

7.7K 673 172
                                    

Prasangka baik akan harapan menjadi pendahuluan yang Ahn Seulbi inginkan. Menghilangkan sebagian memori yang menggores dalam sebagian ingatan, ia akui itu bukanlah sesuatu yang mudah. Perasaan bergejolak akan rasa yang tidak karuan seringkali menghinggap. Teguh patuh pada pendirian, Seulbi tidak dapat menampik jika kepergiannya dapat memangkas sedikit getaran yang menjadi tujuan awal untuk ditimbun.

Ringkasan tujuh tahun lampau benar-benar menghanyutkan pikiran Ahn Seulbi untuk kembali merangkai dunia. Mencari kebahagian baru menjadi endapan susah dan senang yang saling berpadu. Kodratnya ia menjadi seorang wanita, seringkali memangkas pikiran khalayak umum sebagaimana jiwa lemah acapkali dilontarkan. Tidak, tentu saja Seulbi mencabik—menendang jauh-jauh. Kemelaratannya dulu menjadi tamparan panas yang menjadi contoh seberapa pilunya jika bersikap lunglai tanpa ingin berontak. Diinjak, ditampar, dihardik, dilecehkan, menjadi dengungan mimpi buruk yang mampu membuat Seulbi mendecih kasar.

Terakhir kali kabar yang ia terima dari Kim Taehyung adalah, jika Jeon Jungkook sudah dikaruniai seorang bocah lelaki kecil. Itupun Seulbi ingat ketika pemaparan Taehyung lima tahun yang lalu. Tidak ingin mengulik lebih, selepas itu ia bersikap acuh seakan benar-benar jauh dari kata peduli. Jungkook pun dapat bernapas dengan hembusan bahagia, kenapa dirinya tidak?

Angin musim panas memang yang terbaik. Anakan surai melambai gemulai menutupi sang panca, dengan lantas Seulbi menyugarkan rambut ke belakang—sesekali menyorot keadaan di sekitar yang kian memadat. Ini akhir pekan, dan pula nyaris seminggu ia menapaki hunian yang sudah lama ditinggalkan. Jika melihat apa yang menjadi kemajuan Ahn Seulbi belakangan ini, tentu saja, ia hanya sebatas perancang busana yang hanya mampu mendirikan butik kecil di antara padatnya bangunan di Seoul. Ia tidak semahir dan sehebat itu jika kedatangannya lantas menjadi desainer yang terkenal dan sukses.

Tentu, semuanya butuh proses.

Seulbi menghembuskan napas kecil tatkala ia menduduki diri di kursi dekat dengan lambaian pohon hijau rindang yang sejuk. Gemuruh daun yang saling bergesekan menjadi pemandu kemana pikirannya terbang mengawang seraya menatap kilauan air sungai yang tertampar cahaya. Cuaca teramat panas menyengat kulit, entah sudah seberapa jauh Seulbi berjalan dengan senandungan riang, nyatanya kerongkongan yang kerontang membuatnya seakan tersendat barang meneguk saliva sekalipun.

Kerikil yang dipijaknya seakan menjadi penyambut kedatangan yang tanpa diduga. Bukan tanpa alasan kembali mendaratkan harapan masa depan yang jauh lebih baik di sini, hanya saja menetap di negara lain cukup membuatnya merindu negara kelahiran. Bagaimanapun itu, Ahn Seulbi tetaplah seorang manusia berdarah Asia. Ketika tungkainya hendak beranjak dari tempat, Seulbi sedikit tersentak tatkala menatap bocah lelaki yang terjatuh tepat di hadapannya dengan berbekal es krim yang sudah tergeletak mencium tanah.

"Kau baik-baik saja?!"

Ahn Seulbi segera menghampiri diiringi langkah kaki yang sedikit berlari kecil.

Bocah lelaki itu hanya meringis dengan tatapan yang beralih pada es krim yang sudah tidak berbentuk, pun sesekali terdengar gumamannya menyebutkan 'Papa'. Iris kecilnya sedikit menggenang dengan tatapan yang tertuju pada wanita yang tengah mencoba membantunya untuk berdiri seraya menepuk halus bagian tubuh yang sedikit kotor tertempel pasir.

"T-terimakasih, Noona—tepuk-tepuk," ujarnya begitu sedikit mencicit pelan.

"Tepuk-tepuk?" Ahn Seulbi menatap gemas lelaki kecil yang tengah berseru dengan pelipis yang mengerut lucu.

Bocah lelaki itu sedikit tersenyum menampilkan gelagat manis dengan gigi kecil berjejer rapi. Sebetulnya jauh dari itu, ia sudah berkeringat tidak karuan selepas menguji keberanian dengan berbekal uang satu lembar untuk menghampiri pedagang es krim di pinggiran sana, sedikitnya berlari menjauh selagi sang Ayah meminta ijin untuk ke kamar mandi sekejap.

ᴅᴇᴄᴇɪᴛꜰᴜʟ; ᴊᴊᴋ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang